Alt Title

Banjir Melanda, Buah Pembangunan Kapitalistik

Banjir Melanda, Buah Pembangunan Kapitalistik

 


Beberapa langkah yang akan ditempuh oleh negara dalam sistem Islam antara lain adalah: Membangun bendungan-bendungan untuk menampung curahan air hujan, curahan air sungai, dan lain-lain

Negara yang menerapkan syariat akan memetakan daerah rawan banjir dan melarang penduduk membangun permukiman di daerah tersebut

______________________________


Penulis Ummu Nasywa

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi AMK 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pada bulan Oktober sampai bulan Maret masuk musim hujan di Indonesia. Biasanya intensitas hujan mulai meningkat pada bulan Desember-Februari dan sudah dipastikan daerah-daerah langganan banjir akan merasakan kembali bencana ini.


Mirisnya, meski setiap tahun musibah banjir terus terulang, penanganan hingga mitigasi tidak berbuah perubahan, negara seakan-akan tidak serius memberi solusi untuk menangani masalah ini.


Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bandarlampung telah mencatat sejumlah lokasi di empat kecamatan terdampak banjir akibat dari hujan lebat yang mengguyur kota ini pada Sabtu dini hari. Menurut Kepala Pelaksana BPBD Kota Bandarlampung Wakhidi, hujan lebat ini telah membawa dampak banjir di Kecamatan Wayhalim, Labuhan Ratu, Rajabasa, dan Kedamaian.


Wakhidi mengatakan banjir yang terjadi di lokasi tersebut bukan hanya disebabkan oleh intensitas air hujan yang lebat namun juga karena banyak sampah yang dibuang sembarangan ke saluran air oleh masyarakat. (ANTARA, Bandarlampung 10/2/2024)


Tidak hanya Bandarlampung, di Kabupaten Demak, Jateng, 8.170 orang warga mengungsi karena mengalami musibah yang sama. M Agus Nugroho Luhur, Plt Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Demak mengatakan bahwa jumlah warga yang mengungsi merupakan hasil pendataan per Kamis (9/2) pukul 22.00 WIB.


Menurut Agus jumlah pengungsi tersebut sudah termasuk dampak banjir yang dialami warga di Kecamatan Karanganyar, menyusul jebolnya tanggul Sungai Wulan dan Sungai Jratun. Ribuan pengungsi banjir Demak tersebut, ada yang menempati tempat ibadah, balai desa, dan sekolah. Pengungsi terbanyak di Desa Kedungwaru Lor mencapai 4.500 jiwa, disusul Desa Undaan Kidul mencapai 2.569 orang. Sedangkan tempat lainnya jumlah pengungsi bervariasi. (KOMPAS.com, Semarang 9/2/2024)


Bila dicermati, penyebab terjadinya banjir ada beberapa penyebab, di antaranya: curah hujan yang tinggi, kurangnya kesadaran warga membuang sampah, dan alih fungsi lahan yang terus terjadi. Meningkatnya curah hujan pada hakikatnya tidak bisa dikendalikan manusia karena sudah merupakan fenomena alam.


Namun kesadaran warga membuang sampah pada tempatnya hingga alih fungsi lahan merupakan hasil perlakuan manusia terhadap alam lingkungan sekitarnya. Harus ada kesadaran dari setiap insan manusia untuk bisa menjaga lingkungannya terutama penguasa sebagai pemangku kekuasaan.


Mengkritisi alih fungsi lahan yang begitu masif sangat memengaruhi keseimbangan alam. Salah satunya penggundulan hutan di daerah hulu akan menghilangkan fungsi hutan sebagai penyangga ekosistem. Dengan kata lain hutan merupakan daerah resapan yang bisa melakukan pencegahan terhadap bahaya banjir.


Alih fungsi hutan yang masif dan tidak memperhatikan dampak lingkungan ini tidak lepas dari kebijakan pembangunan kapitalistik. Penerapan sistem kapitalisme di negeri ini meniscayakan pemerintah berpihak pada kepentingan pemodal. Bahkan pemerintah telah dikendalikan oleh kepentingan segelintir pengusaha untuk melahirkan kebijakan-kebijakan yang akan memudahkan bisnis mereka.


Salah satunya adalah kemudahan mendapatkan perizinan pengelolaan. Padahal, lahan pembangunan berasaskan kapitalisme ini sarat dengan kerusakan lingkungan dan ekosistem hingga berdampak pada kelangsungan kehidupan manusia, hewan, maupun keseimbangan alam.


Maka semakin jelas pembangunan kapitalistik tidak berpihak pada kepentingan masyarakat dan makhluk hidup lainnya karena orientasi pembangunan dalam sistem kapitallisme saat ini adalah keuntungan materi bukan kemaslahatan rakyat. Kondisi ini diperparah dengan berjalannya politik oligarki.


Negara semakin abai terhadap pengurusan urusan rakyat termasuk pembangunan tanggul dengan material terbaik yang mampu menahan debit air, tidak menjadi perhatian utama. Inilah dampak penerapan sistem kapitalisme di negeri ini yang hanya membawa mudarat bagi kehidupan rakyatnya.


Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan. Islam menetapkan negara sebagai penanggung jawab mengurus rakyatnya, termasuk dalam mencegah terjadinya musibah yang dapat dikendalikan.


Rasulullah saw. bersabda:

"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari).


Dalam sabda Rasulullah saw. yang lain dikatakan:


"Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah).


Konsep kepemimpinan yang demikian menyebabkan penguasa Islam melakukan berbagai upaya yang dituntut syariat Islam untuk menghindarkan rakyatnya dari musibah banjir. Islam menetapkan alam wajib dilestarikan dan dijaga. Alam boleh saja dikelola selama tidak membawa dampak buruk terhadap kehidupan manusia.


Institusi pelaksanaan syariat Islam akan menerapkan kebijakan pembangunan ramah lingkungan dan menjaga keselamatan dan ketenteraman hidup. Menurut konsep ekonomi Islam, hutan termasuk kepemilikan umum yang dikelola untuk kemaslahatan umat manusia.


Hanya saja negara dapat membatasi pengelolaan sebagian hutan untuk dijadikan sebagai wilayah konservasi (hima). Hima adalah kawasan terlindungi sehingga aktivitas berburu binatang dan merusak tanaman dilarang di dalamnya demi menjaga ekosistem.


Islam juga menetapkan larangan pengelolaan hutan sebagai kepemilikan publik untuk dikelola oleh pihak swasta. Sehingga alih fungsi hutan untuk kepentingan bisnis segelintir orang tidak diizinkan.


Beberapa langkah yang akan ditempuh oleh negara dalam sistem Islam antara lain adalah: Membangun bendungan-bendungan untuk menampung curahan air hujan, curahan air sungai, dan lain-lain. Negara yang menerapkan syariat akan memetakan daerah rawan banjir dan melarang penduduk membangun permukiman di daerah tersebut.


Selain beberapa solusi tersebut, institusi pelaksanaan syariat menekankan beberapa hal penting lainnya yakni pembentukan badan khusus untuk penanganan bencana alam dan persiapan daerah-daerah tertentu untuk cagar alam.


Sosialisasi pentingnya kebersihan lingkungan dan kewajiban memelihara lingkungan akan dilakukan negara yang menerapkan syariat Islam secara masif, khususnya di daerah rawan banjir.


Kebijakan izin mendirikan bangunan seperti pembukaan permukiman baru akan mensyaratkan pembangunan drainase terbaik. Inilah solusi negara dalam Islam untuk mengatasi banjir yang benar-benar akan mengantarkan pada kehidupan yang aman dan tenteram bagi seluruh rakyat. Wallahualam bissawab. [SJ]