Alt Title

Banjir Kian Meluas, Solusi Masih Parsial

Banjir Kian Meluas, Solusi Masih Parsial

 


Alih fungsi lahan masif yang tidak memperhatikan dampak lingkungan ini tidak lepas dari kebijakan pembangunan kapitalistik

Penerapan sistem kapitalisme di negeri ini meniscayakan pemerintah berpihak pada kepentingan pemodal

______________________________


Penulis Ruri Retianty

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Memasuki musim penghujan, musibah banjir terjadi di mana-mana. Hal tersebut sudah menjadi perkara biasa yang harus dihadapi oleh masyarakat. Bahkan saat ini banjir semakin meluas terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.


Seperti yang disampaikan oleh Wakhidi selaku Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandarlampung, bahwa banjir yang terjadi di beberapa wilayahnya disebabkan oleh intensitas air hujan yang lebat dan juga karena banyak sampah yang dibuang sembarangan ke saluran air oleh masyarakat setempat.


Wakhidi menambahkan, bahwa saat ini BPBD telah melakukan penyedotan air sehingga air berkurang dan surut. Selain itu, Wakhidi juga telah imbau masyarakat setempat untuk tidak membuang sampah sembarangan, terlebih di musim penghujan saat ini dan selalu mengontrol terutama di lokasi yang tergenang air.


Walikota Bandarlampung, Eva Dwiana juga menyampaikan, bahwa upaya dalam mengatasi banjir telah dilakukan berbagai langkah, salah satunya "Program Grebek Sungai" yaitu membersihkan sungai dan gorong-gorong secara bergotong-royong. Program Grebek Sungai ini masih terus berjalan, dengan harapan tidak terjadi banjir saat hujan turun. (Antara, Sabtu 10/02/2024)


Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam mengendalikan banjir, namun upaya tersebut belum sepenuhnya efektif untuk mencegahnya. Selain karena curah hujan tinggi yang mengakibatkan hal tersebut terjadi, juga beralihnya fungsi lahan yang masif merupakan dampak dari kebijakan pembangunan saat ini.


Adapun curah hujan yang meningkat merupakan fenomena alam yang pada hakikatnya tidak bisa dikendalikan oleh manusia, sedangkan alih fungsi lahan merupakan hasil perlakuan manusia terhadap alam.


Alih fungsi lahan yang begitu masif terjadi pada hutan-hutan sangat memengaruhi keseimbangan alam. Salah satunya penggundulan hutan akan menghilangkan fungsi hutan sebagai daerah resapan yang bisa mencegah banjir.


Alih fungsi lahan masif yang tidak memperhatikan dampak lingkungan ini tidak lepas dari kebijakan pembangunan kapitalistik. Penerapan sistem kapitalisme di negeri ini meniscayakan pemerintah berpihak pada kepentingan pemodal. Bahkan pemerintah dikendalikan oleh kepentingan segelintir penguasa untuk melahirkan kebijakan yang memudahkan bisnis mereka.


Salah satunya adalah kemudahan dalam mendapatkan perizinan pengelolaan lahan pembangunan berasaskan kapitalisme ini syarat dengan pengabaian terhadap dampak pada kehidupan manusia maupun keseimbangan alam.


Seharusnya pemerintàh fokus dan serius dalam menyelesaikan masalah banjir yang berulang ini. Begitu juga dalam memelihara lingkungan dan alam sekitar dengan menetapkan kebijakan yang sesuai untuk kemaslahatan rakyat, bukan menjadikan lahan sebagai ajang bisnis dengan meraup untung yang besar tetapi rakyat yang menanggung dampaknya.


Berbeda dengan Islam, seorang pemimpin yang menerapkan Islam kafah dalam seluruh aspek kehidupan akan bertanggung jawab dalam mengurus rakyatnya, termasuk dalam mencegah terjadinya musibah baik sebelum, sesaat atau sesudahnya.


Dalam konsep kepemimpinan, Islam telah mewajibkan negara melakukan berbagai upaya untuk menghindarkan rakyatnya dari musibah banjir. Rasulullah saw. bersabda:


"Imam/khalifah adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)


Negara menetapkan bahwa alam wajib dilestarikan dan dijaga. Alam boleh saja dikelola manusia selama tidak membawa dampak buruk terhadap kehidupan manusia. Negara juga akan menerapkan kebijakan pembangunan ramah lingkungan dan menjaga keselamatan dan ketenteraman hidup rakyat.


Dalam konsep ekonomi Islam, hutan termasuk kepemilikan umum yang dikelola untuk kemaslahatan umat manusia. Hanya saja negara dapat mengatasi pengelolaan sebagian hutan untuk dijadikan sebagai wilayah konservasi.


Selain itu, negara juga menetapkan larangan pengelolaan hutan sebagai kepemilikan publik untuk dikelola oleh pihak swasta, sehingga alih fungsi hutan untuk kepentingan bisnis segelintir orang tidak dijalankan.


Adapun untuk mencegah banjir terutama di daerah tropis, negara akan menempuh beberapa langkah seperti berikut:


Pertama, membangun bendungan-bendungan untuk menampung curahan air hujan, curahan air sungai dan lain-lain.


Kedua, negara akan memetakan daerah rawan banjir dan melarang penduduk membangun pemukiman di dekat daerah tersebut.


Ketiga, negara akan membangun sungai buatan, kanal saluran drainase dan sumur-sumur resapan di daerah tertentu. Sebagai upaya untuk mengurangi penumpukan volume air saat hujan dan mengalihkan aliran air.


Negara juga akan menekan beberapa hal penting lainnya yakni pembentukan badan khusus untuk penanganan bencana alam dan persiapan daerah-daerah tertentu untuk cagar alam. Sosialisasi tentang pentingnya keberhasilan lingkungan dan kewajiban memelihara lingkungan akan dilakukan negara secara masif khususnya di daerah rawan banjir.


Inilah solusi negara Islam dalam mengatasi banjir yang benar-benar mengantarkan pada kehidupan yang sejahtera, aman dan tenteram bagi seluruh rakyat. Untuk itu, sudah saatnya negara memberikan solusi hakiki mengatasi permasalahan umat berdasarkan arahan Islam, bukan arahan sistem dan ideologi kufur yang jelas keburukannya. Wallahualam bissawab. [SJ]