Infrastruktur Digenjot, Kesejahteraan Kian Merosot
Opini
Berbanding terbalik dengan sistem Islam di mana pembangunan infrastruktur dalam Islam atau kekhilafahan sangat berkaitan erat dengan sistem ekonomi yang diterapkan
Negara akan memandang perlu dan tidaknya pembangunan bukan karena azas manfaat tapi kemaslahatan
______________________________
Penulis Oom Rohmawati
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Member AMK
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengungkap kabar terbaru dari proyek tol terpanjang di Indonesia, yakni Jalan Tol Gedebage-Tasikmalaya-Cilacap atau Tol Getaci.
Tujuan pembangunan infrastruktur ini selain untuk meningkatkan daya saing suatu wilayah dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi termasuk mendukung sektor pariwisata di kedua daerah (Jawa Barat-Jawa Tengah). Ada juga tujuan lainnya yaitu memberikan efisiensi melalui penghematan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) dan nilai waktu tempuh.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Hedy Rahadian, mengungkapkan bahwa saat ini proyek tol tersebut masih dalam tahap lelang karena terkendala biaya. Apabila proses lelang berjalan lancar, konstruksi proyek tol tersebut akan dilaksanakan pada kuartal II/2024. (Bisnis[dot]com, 08/01/2024)
Sayangnya, tidak sedikit masyarakat yang dikorbankan dalam pembangunan ini, seperti tergusurnya puluhan desa dan beberapa kecamatan di Kabupaten Bandung. Meskipun mendapatkan Uang Ganti Rugi (UGR), hilangnya lahan, tempat tinggal, dan mata pencaharian akan menyebabkan kemiskinan makin tak terelakkan.
Belum lagi dampak alih fungsi lahan menjadi infrastruktur tersebut membuat kenyamanan masyarakat akibat bencana alam seperti longsor, banjir, gempa, dan lain-lain kian jauh.
Hakikatnya, dampak buruk yang menimpa alam dan masyarakat disebabkan oleh kebijakan yang datang dari sistem yakni kapitalisme sekuler. Sistem ini telah memberikan ruang hidup publik dijarah oleh para kapital yang dilegalkan undang-undang.
Negara yang harusnya menjaga lahan publik itu untuk kesejahteraan rakyat, justru dengan pemberian izin berbagai infrastruktur pada swasta, kesejahteraan itu hanya berpihak pada pemodal dan kroninya.
Berbanding terbalik dengan sistem Islam. Di mana pembangunan infrastruktur dalam Islam atau kekhilafahan sangat berkaitan erat dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Negara akan memandang perlu dan tidaknya pembangunan bukan karena azas manfaat tapi kemaslahatan.
Maka pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan yang tidak menzalimi rakyat seperti merampas dan menggusur rumah tinggal warga dengan kekerasan. Dana yang dialokasikan untuk pembangunan ini tidak dibebankan pada rakyat atau swasta dengan praktik ribawinya (utang), melainkan dana dari pengelolaan sumber daya alam dengan berbagai jenisnya yang dilakukan oleh negara secara mandiri.
Jika dana di kas negara kosong sementara pembangunan yang bersifat vital harus segera dilakukan, maka negara akan memungut pajak (dharibah) kepada warga muslim yang kaya sesuai kebutuhan pembangunan, yakni bersifat temporal.
Proses pembangunan infrastruktur yang merupakan salah satu kewajiban negara dalam memberikan pelayanan dan pemenuhan kepada masyarakat, ditempuh dengan penuh perhitungan. Baik dari segi persiapan proyek maupun implementasi pembangunan terkait penyediaan lahan, izin pembangunan maupun masalah kepentingan serta sumber pendanaan.
Salah satu bukti perhatian negara Islam terhadap kebutuhan publik dan kemaslahatannya adalah sumur yang dibeli oleh Utsman bin Affan ra. dari Yahudi lalu diwakafkan untuk kepentingan seluruh masyarakat.
Adalagi kisah tentang pembatalan pembangunan masjid oleh Umar bin Khattab akibat kezaliman salah satu gubernurnya yang memaksa seorang Yahudi pindah karena gubuknya akan digusur untuk perluasan masjid tersebut. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw.,
"Pemimpin itu laksana penggembala (raa'in), ia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari).
Juga kisah pembangunan mega proyek jalan di masa Khalifah Abdul Hamid II pada tahun 1900 M. Uniknya, pembangunan proyek untuk kemudahan transportasi jamaah haji dari Hijaz ke Mekah ini biaya pembangunannya ditanggung oleh seluruh umat Islam.
Hal ini menjadi bukti bahwa penerapan sistem Islam dan ekonomi Islam mampu menciptakan kesejahteraan. Serta dapat mendorong tumbuhnya kesadaran, simpati dan empati bahkan rasa saling mencintai antara masyarakat dengan para penguasa.
Rasulullah saw. telah bersabda:
"Sebaik-baik pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian cintai dan mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian benci dan membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian." (HR. Imam Muslim).
Demikianlah proses pembangunan yang akan diselenggarakan oleh negara dalam sistem Islam. Negara akan mempertimbangkan pembangunan infrastruktur berdasarkan urgensi kebutuhan masyarakat semata, agar kesejahteraan dapat tersebar keseluruhan penjuru negeri serta mampu mewujudkan sistem Islam menjadi rahmat bagi semesta alam. Wallahualam bissawab. [SJ]