Alt Title

Sosok Istri yang Dirindu Surga

Sosok Istri yang Dirindu Surga

“Jika seorang wanita selalu menjaga salat lima waktu, juga berpuasa sebulan penuh (di bulan Ramadan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, 'Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka'.”

(HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)

_____________________________________


Penulis Yuliyati Sambas

Pemred Media Kuntum Cahaya 



KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Saat ada seorang kawan yang bertanya 'Bund, benarkah ketika kita sudah melaksanakan ketaatan penuh terhadap suami maka itu cukup untuk menjadikan kita sosok yang dirindukan surga?'


Jawabnya adalah BENAR.


Jika menelisik dari dalil syarak terkait dengan tugas dan kewajiban seorang perempuan pada saat ia telah masuk ke gerbang pernikahan adalah senantiasa menjaga hak Allah, Rasul-Nya, dan suaminya. Maka ia akan menjadi seseorang yang demikian diberikan kemudahan oleh Allah untuk memasuki surga bahkan dari pintu manapun yang ia mau. Masya Allah, luar biasa. Siapa yang tidak tertarik dengan janji Allah ini, sementara kita meyakini dengan sepenuh jiwa bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Zat yang tak pernah mengingkari janji. Allahu akbar.


Rasulullah saw. bersabda terkait dengan hal ini,


لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحَقِّ


Artinya: “Jika seorang wanita selalu menjaga salat lima waktu, juga berpuasa sebulan penuh (di bulan Ramadan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, 'Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka'.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Disahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth)


Berkaitan dengan hal ini Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,


وليس على المرأة بعد حق الله ورسوله أوجب من حق الزوج


Artinya: “Tidak ada hak yang lebih wajib untuk ditunaikan seorang wanita -setelah hak Allah dan Rasul-Nya- daripada hak suami.” (Majmu’ Al Fatawa, 32: 260)


Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan betapa bagi seorang wanita ketika hak Allah, Rasul-Nya, dan suaminya telah ditunaikan secara sempurna maka ia akan menjadi orang yang paling bahagia. Karena dengannya ia mendapat limpahan rahmat dari Allah berupa surga.


Maka sudah selayaknya seorang istri wajib menaati suaminya dengan penuh ketundukkan dan keikhlasan. Hal itu tiada lain sebagai bentuk taatnya kepada Allah Swt..


Namun demikian bahwa totalitas ketaatan seorang istri terhadap suaminya adalah dalam kerangka mengabdi dan taqarrubnya kepada Allah. Tentu ketaatan ini wajib disandarkan pada aturan syarak. Sehingga pada saat ada arahan atau kebijakan yang diberikan suami justru bertentangan dengan perintah dan larangan Allah, maka sudah selayaknya seorang istri untuk meng-amar makrufi suaminya. Bukankah cita-cita dan dambaan dari bersatunya dua insan dalam tali pernikahan adalah untuk menggenapkan separuh dari agama mereka?! 


Tentu adalah sebuah tujuan yang teramat indah ketika kebersamaan dan cinta kasih yang terjalin dari sepasang suami istri tidak hanya dirasakan dalam kehidupan dunia yang fana ini, melainkan menembus batas kehidupan. Mereka menginginkan untuk kembali bersama saling mengasihi hingga di akhirat kelak.


Maka pada saat seorang istri mengingatkan akan khilaf dari suami tentu bukan dalam rangka tidak taat, namun justru saking cintanya ia kepada suaminya. Ia tak rela jika apa yang dijalankan kekasihnya tercinta bertabrakan dengan prinsip syarak.


Maka berbahagialah wahai para istri dambaan surga, syaratnya penuhilah hak Allah, Rasul-Nya, dan suaminya secara sempurna dan penuh keikhlasan. [MKC/By]