Alt Title

Bukan Sertifikatnya yang Harus Diubah tetapi Sistemnya

Bukan Sertifikatnya yang Harus Diubah tetapi Sistemnya

  


Berbeda dengan sistem Islam. Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna memiliki pengaturan yang khas termasuk dalam bidang pertanahan

Dalam Islam kepemilikan tanah atau lahan tidak dilihat dari sertifikat

______________________________


Penulis Rosita 

Tim Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat dan canggih, bukan hanya tentang teknologi komunikasi dan informasi. Tetapi sudah merambat ke bidang administrasi data, baik data diri, masyarakat, ataupun data negara yang dianggap sangat penting dan rahasia. Semua dapat diakses hanya dengan teknologi digital.


Dalam bidang pertanahan, pemerintah mengeluarkan terobosan baru yaitu sertifikat tanah elektronik dan diresmikan pada Senin, 4 Desember 2023. Hal ini diharapkan dapat mengurangi konflik-konflik terkait tanah, khususnya mafia tanah. Selain itu juga transformasi pelayanan berbasis digital ini bahkan mampu melayani masyarakat dengan lebih cepat, transparan, dan tepat waktu. (Lampost[dot]co, 04 Desember 2023)


Untuk meyempurnakan dan memperkuat proyek tersebut agar tidak mudah diretas, Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto membangun sistem, blocdata menuju ke blockhain. "Jadi jika ada yang akan meretas harus melewati beberapa barrier, beberapa pagar. Selain itu sertifikat tanah elektronik ini diterbitkan menggunakan secure document (pengaman data yang membantu mengatur, menyimpan, dan menemukan dokumen-dokumen penting dengan lebih mudah) dan disahkan dengan tanda tangan elektronik, sehingga data pertanahan dapat terjamin kerahasiaan dan keamananya", imbuhnya. (Kompas[dot]com, 09 Desember 2023)


Konflik sengketa pertanahan merupakan masalah yang sangat krusial dan bersifat klasik yang berlangsung dari masa ke masa, selain itu dalam waktu yang lama dan terjadi hampir di berbagai daerah. Hal inilah yang memicu pemerintah untuk membuat terobosan baru dalam bidang pertanahan.


Dengan mengadakan program tersebut, pemerintah menganggap dapat menyelesaikan sengketa tanah di negara ini. Padahal sejatinya sengketa tanah ini terjadi bukan karena semata-mata masalah sertifikat saja, melainkan lebih dari itu. Beberapa konflik lahan yang ada justru melibatkan banyak pihak seperti pengelola, pengembang dan juga perusahaan.


Konflik ini akan terus ada bilamana belum menyentuh akar permasalahannya. Kasus ini diperparah lagi dengan adanya pencanangan Proyek Strategis Nasional (PSN) ataupun pengesahan UU Cipta Kerja. Dengan mengatasnamakan investasi, banyak sekali wilayah persawahan, perkebunan, mengalami alih fungsi lahan menjadi pabrik, tambang, bahkan tempat wisata.


Desa Wadas yang menjadi salah satu "korban" dari kebijakan Proyek Startegis Nasional (PSN). Pemerintah berencana membuat pertambangan batuan andesit di daerah tersebut guna memenuhi kebutuhan bendungan Bener yang ada di Kabupaten Purworejo. Padahal proyek tersebut dikhawatirkan akan merusak titik sumber air dan juga mata pencaharian warga sekitar. (Kompas[dot]com, 09 Februari 2023)


Inilah fakta yang ada saat ini, di mana negara menganut sistem kapitalis sekuler. Sistem ini memiliki tujuan mendapatkan materi sebanyak-banyaknya tanpa mempertimbangkan dampak dari hal tersebut. Menjadikan semua regulasi mendukung adanya pengalihfungsian lahan. 


Masih dalam sistem yang sama, setiap pemimpin bebas membuat, ataupun mengotak-atik kebijakan yang telah diberlakukan oleh pemimpin sebelumnya. Justru hal inilah yang berpotensi  menjadikan hilangnya hak milik atas lahan bila terjadi perubahan bentuk/model sertifikat. Apalagi dalam perkembangan digital yang luar biasa pesatnya, dengan kondisi yang lemah maka tidak mudah melaksanakan e-sertifikat tanah.


Berbeda dengan sistem Islam. Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna memiliki pengaturan yang khas termasuk dalam bidang pertanahan. Dalam Islam kepemilikan tanah atau lahan tidak dilihat dari sertifikat.


Selama cara mendapatkan tanah dibolehkan syariat seperti jual beli, karena warisan, hibah, menghidupkan tanah mati, membuat batasan pada tanah mati, atau tanah itu merupakan pemberian negara pada rakyatnya.


Mengenai jual beli, waris, dan hibah sudah jelas. Adapun menghidupkan tanah mati (al-mawat), pengertian tanah mati adalah tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh seorang pun selama kurun waktu minimal 3 tahun. Menghidupkan tanah mati, artinya memanfaatkan tanah itu, misalnya dengan bercocok tanam padanya, menanaminya dengan pohon, mendirikan bangunan di atasnya, dan sebagainya.


Sabda Nabi saw., "Barangsiapa yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.(HR. Bukhari).


Sedangkan, membuat batas pada suatu tanah, Nabi saw. bersabda, "Barangsiapa membuat suatu batas atau memagarinya pada suatu tanah (mati), maka tanah itu menjadi miliknya.(HR. Ahmad).


Pemberian tanah milik negara kepada rakyat, Nabi saw. pada saat tiba di kota Madinah pernah memberikan tanah kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khaththab. Nabi saw. juga pernah memberikan tanah yang luas kepada Zubair bin Awwam.


Jadi siapa pun tidak bisa menggusur atau merampas tanah masyarakat termasuk negara. Nabi Muhammad saw. bersabda, "Siapa yang merampas tanah atau lahan orang lain dengan cara zalim, walaupun hanya sejengkal, maka Allah Swt. аkan mengalunginya kelak di Hari Kiamat dengan tujuh lapis bumi." (HR. Muslim).


Kecuali jika tanah atau lahan itu memang satu-satunya yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maka negara akan meminta pada pemiliknya untuk menjual lahan tersebut kepada negara dan negara akan mengganti untung bagi pemiliknya.


Inilah sistem atau aturan yang akan membawa dampak baik terhadap masyarakat dengan status kepemilikan tanah. Negara sebagai institusi pelaksana syariat akan memainkan perannya sebagai ra'in (pengatur) dan junnah (pengurus) bukan regulator ataupun fasilitator sebagaimana dalam sistem kapitalis sekuler.


Dengan demikian, kesejahteraan dan keamanan atas hak publik hanya bisa diwujudkan oleh negara yang menerapkan aturan Islam sesuai arahan Allah dan Rasul-Nya. Wallahualam bissawab. [SJ]