Alt Title

Bocah SD Bunuh Diri Akibat Sistem Demokrasi Liberalisme

Bocah SD Bunuh Diri Akibat Sistem Demokrasi Liberalisme

 


Akidah IsIam menjaga kewarasan mental generasi. Mereka akan lebih berpikir realistis, menempatkan mana wilayah yang mampu dikuasai manusia atau mana yang tidak

Mereka juga paham bahwa kebahagiaan tertinggi adalah meraih rida Allah bukan hanya sebatas kesenangan dunia yang sesaat

______________________________


Penulis Siti Mukaromah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Peristiwa kasus bunuh diri tidak bisa dianggap remeh, apalagi terjadi pada anak. Fenomena ini seperti menggejala, pasalnya mereka yang masih dianggap kecil. Padahal mereka adalah harapan calon pemimpin bangsa, bagaimana bisa mereka bisa serapuh itu di dalam menghadapi emosi sesaat? 


Dikutip dari detik[dot]com (23/11/2023), bocah SD di Pekalongan gantung diri usai dilarang main HP. Seorang bocah di Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan, mengakhiri hidupnya nekat dengan cara gantung diri. Korban ditemukan tewas sudah tidak bernyawa di dalam kamarnya, Rabu (22/11/2023). Aksi nekat bocah SD itu diduga karena dilarang bermain HP.


AKP Isnovim Kasat reskrim Polres Pekalongan membenarkan adanya kejadian tersebut. Ia mengatakan pihaknya telah menerima adanya laporan tersebut. Pada sorenya korban bersama teman-temannya tidak ada persoalan apa pun.


Peristiwa kasus bunuh diri anak yang memilukan ini ternyata bukan hanya sekali. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Deputi bidang Perlindungan  Khusus Anak, mencatat sudah ada 20 kasus serupa. Beragam alasannya, dari mulai percintaan, perundungan, hingga masalah dengan keluarga atau orang terdekat.


Faktor terbesar pendorong semua kasus bunuh diri adalah depresi. Adanya gangguan kejiwaan muncul akibat adanya tekanan. Ketika seseorang tidak mampu menghadapi tekanan tersebut dari mana saja berasal, membuat akalnya tidak mampu berpikir jernih. Tindakan di luar nalar yang dianggap dapat mengurangi depresi, seperti berani melukai diri sendiri bahkan bunuh diri.


Fase penting dalam pertumbuhan anak-anak selama hal-hal yang ia konsumsi memengaruhi segala keputusannya. Harusnya peristiwa ini menjadi tamparan keras bagi semua pihak. Perlu orang tua di rumah menyadari bahayanya anak kecanduan HP. Anak tentu akan bebas menjelajahi segala informasi, ketika penggunaannya tidak terkontrol. Banyaknya games yang tidak mendidik, dapat memengaruhi pola pikir anak.


Selain HP, lingkungan memiliki pengaruh besar. Perlu semua pihak mengetahui kondisi anak, bergaul di sekolah maupun di luar sekolah dan dengan siapa temannya. Seyogyanya negara wajib mengusut tuntas penyebab bunuh diri pada anak, semua dilakukan agar ada solusi tepat agar kejadian serupa tidak terulang. 


Sebelumnya kejadian bunuh diri juga terjadi menimpa kalangan mahasiswa. Bukti menunjukkan ada sesuatu yang salah, bisa pada keluarga, lingkungan, masyarakat, bahkan negara.


Apabila kita telusuri kejadian ini lebih dalam, semua pola pikir dan hidup akibat mengikuti Barat. Semestinya, fungsi negara berperan sebagai pelindung pertama pemikiran dan budaya Barat agar tidak masuk ke negeri ini. Ternyata negara malah menjadi pionir dalam menerapkan sistem kehidupan kapitalisme yang berasal dari Barat. 


Justru negara menerapkan sistem demokrasi liberalisme yang mengafirmasi segala kebebasan, dari mulai beragama, kepemilikan, berpendapat, hingga bertingkah laku yang memengaruhi pola pikir dan sikap generasi saat ini.


Sistem pendidikan yang berlandaskan sekularisme juga mewarnai pembentukan kepribadian generasi. Menjadikan generasi yang jauh dari agama, akibatnya mereka menilai kebahagiaan itu hanya masalah kesenangan, percintaan, harta yang banyak, HP, hidup ingin yang serba instan dan lain-lain. 


Semua inilah yang membuat mereka menjadi generasi stroberi yang bagus di luar, tetapi lembek di dalam. Mereka menjadi manja dan terlena apabila keinginannya tidak terpenuhi, seolah dunia terasa runtuh. Akhirnya mereka berpikiran pendek, mencari jalan keluar yang salah memutuskan ujung-ujungnya untuk bunuh diri.


Sedangkan fungsi di dalam keluarga sendiri hilang. Karena ayah dan ibu sibuk bekerja, tidak mampu memberikan pemahaman yang benar kepada anaknya. Lingkungan masyarakat dengan permasalahannya, juga tidak bisa menjalankan peran menjaga generasi. Membiarkan kemaksiatan di sekitarnya. Hasilnya generasi terdidik dengan kondisi salah, berakhir pada penyelesaian yang salah pula.


Negara dalam Islam memberi perhatian besar pada generasi, sebagai landasan mengutamakan pembentukan yang memiliki pola pikir dan pola sikap IsIam. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi kuat yang tidak gampang depresi.


Sistem pendidikan dari tingkat sekolah dasar menanamkan akidah dan pemahaman IsIam lainnya agar terbentuk pola pikir dan pola sikap Islami. Mereka juga diajarkan tsaqafah asing, saat pendidikan tinggi agar tahu mana yang benar dan salah.


Akidah IsIam menjaga kewarasan mental generasi. Mereka akan lebih berpikir realistis, menempatkan mana wilayah yang mampu dikuasai manusia atau mana yang tidak. Mereka juga paham bahwa kebahagiaan tertinggi adalah meraih rida Allah bukan hanya sebatas kesenangan dunia yang sesaat.


Jika Islam diterapkan secara sempurna dan menyeluruh, generasi lembek bermental stroberi tidak akan ada, apalagi sampai nekat bunuh diri. Hal ini dapat berjalan, jika negara menerapkan aturan IsIam di seluruh aspek kehidupan. Negara mengontrol kurikulum pendidikan, menyaring tontonan, kondisi ekonomi, keamanannya dan kebutuhan masyarakatnya menjadi tanggung jawabnya. Wallahualam bissawab. [SJ]