Alt Title

Meroketnya Bullying, Islam sebagai Problem Solving

Meroketnya Bullying, Islam sebagai Problem Solving

 


Kapitalisme adalah sistem hidup yang mengedepankan peraihan materi dan menjauhkan aspek ruhiyah

Generasi pun akhirnya terbentuk menjadi pribadi-pribadi yang hanya menginginkan pencapaian hal-hal yang bersifat materi, nilai akademik tinggi, harta yang banyak, menjadi terkenal dan lain sebagainya

______________________________


Penulis Ummu Abror

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pengajar


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kasus bullying atau perundungan makin marak terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk provinsi Jawa Barat. Dalam beberapa pekan terakhir, kasus ini seolah terus meroket dan cukup ramai di jagat maya. Mirisnya hal ini sering terjadi di lingkungan pendidikan, sehingga menjadi sorotan Ketua Komisi DPRD Kabupaten Bandung, Maulana Fahmi.


Ia mengatakan masih banyak PR bagi Pemerintah Kabupaten Bandung dan Dinas Pendidikan yang harus dibenahi bersama, terutama mengenai komunikasi antara orang tua dan sekolah. Oleh karenanya harus ada solusi berupa mitigasi bullying, bagaimana mencegah, langkah ketika hal itu terjadi, dan bagaimana cara mensosialisasikannya kepada siswa dan orang tua siswa. Dilansir dari Bedanews[dot]com (16/10/2023)


Maraknya kasus perundungan pada dunia pendidikan haruslah menjadi perhatian kita semua, bahwa ini merupakan cermin kegagalan pendidikan karakter yang telah digaungkan oleh pemerintah.


Jika ditelisik maraknya kasus perundungan di dunia pendidikan akan kita dapati beberapa faktor, yaitu:


Pertama, dari individu pelaku. Minimnya kepribadian Islam, kurangnya pembinaan tentang akidah dan hukum syara, sehingga sulit untuk mengontrol emosi dan tidak ada rasa takut akan melanggar aturan Allah Swt..


Kedua, peran anggota keluarga yang seharusnya dapat optimal sebagai pendidik, mengokohkan akidah sehingga mampu menjadi pondasi bagi keimaman dan ketakwaan tidak berjalan secara optimal. Tak jarang pelaku perundungan sering berasal dari kondisi keluarga yang bermasalah, pola asuh orang tua yang minim akan ilmu mengakibatkan komunikasi yang terjalin antarkeluarga tidak berjalan harmonis. Bahkan penuh dengan tekanan, stres, dan permusuhan.


Ketiga, abainya negara dalam mengatur urusan rakyatnya. Negara tidak hadir sebagai pelindung dan pengatur bagi seluruh kebutuhan hajat hidup rakyatnya. Rakyat dibiarkan begitu saja dalam memenuhi apa yang seharusnya menjadi kewajiban negara, seperti hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, sehingga mampu mencetak generasi yang sehat baik fisik maupun mentalnya.


Sistem pendidikan yang berbasis sekularisme hanya bertujuan membentuk generasi yang unggul dalam akademik, tetapi jauh dari nilai-nilai yang bersifat ruhiyah sehingga keimanan, akhlak dan ketakwaan kepada Rabb-Nya minim. Akibatnya menghasilkan generasi yang berperilaku bebas, tidak menjadikan pahala dan dosa sebagai tolak ukur dalam perbuatannya.


Hal tersebut terjadi karena penerapan sistem kapitalisme sekuler. Kapitalisme adalah sistem hidup yang mengedepankan peraihan materi dan menjauhkan aspek ruhiyah. Generasi pun akhirnya terbentuk menjadi pribadi-pribadi yang hanya menginginkan pencapaian hal-hal yang bersifat materi, nilai akademik tinggi, harta yang banyak, menjadi terkenal dan lain sebagainya.


Ditambah lagi dengan penerapan kebebasan pada tayangan media massa, yang terus menerus menayangkan adegan kekerasan sehingga anak-anak melihat bahwa kekerasan adalah salah satu jalan untuk menyelesaikan permasalahan.


Tidak cukup dengan itu, tekanan kehidupan sosial materialistis dan individualis menggerus rasa empati pada sesama. Penerapan hukum yang jauh dari kata adil membuat masyarakat memilih untuk menyelesaikan permasalahan dengan kekerasan, dan semua itu juga tak lepas dari sistem pendidikan yang diterapkan. Pemisahan antara agama dengan kehidupan hanya mencetak SDM yang kompeten dalam dunia kerja tetapi minim dalam adab.


Hal itu sangat berbeda dengan sistem pemerintahan dalam Islam yang memandang bahwa penguasa adalah pelindung bagi rakyatnya. Baik dari musuh ataupun dari bentuk keburukan-keburukan yang menimpanya. Dari paradigma ini maka pemerintah akan serius menghentikan bullying demi melindungi generasi, dari aksi kekerasan dan segala efek buruknya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:


Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai (yang orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya.” (HR. Muttafaqun Alaih)


Penguasa dalam sistem Islam akan menerapkan seluruh syariat Islam secara menyeluruh. Mendorong masyarakat baik pada level individu, masyarakat, dan negara agar berkepribadian Islam, yaitu menjadikan Islam sebagai standar dalam berpikir dan bertingkah laku.


Negara juga akan menerapkan syariat Islam dalam semua aspek kehidupan, dalam sistem pendidikan menjadikan akidah Islam sebagai asasnya. Sehingga generasi yang dihasilkan adalah generasi yang berkepribadian Islam jauh dari kekerasan. Selain itu sistem sosial, sanksi, ekonomi dan yang lainnya akan mampu menciptakan suasana keimanan yang kokoh.


Sehingga jika ingin menyelesaikan permasalahan bullying tidak cukup hanya sekadar dengan adanya mitigasi, sebab mitigasi sehebat apa pun tidak akan mampu menyelesaikan masalah selama sistemnya belum berubah. Sehingga dibutuhkan solusi komprehensif yaitu dengan sistem Islam, karena persoalan perundungan adalah permasalahan sistemis bukan individual. 


Wallahualam bissawab. [SJ]