Alt Title

Kontrak Freeport Memanjang, Penjajahan Merentang

Kontrak Freeport Memanjang, Penjajahan Merentang

 


Perlindungan terhadap kepemilikan umum wajib bagi negara. Kepemilikan umum tetap menjadi milik umum

Negara juga harus melakukan upaya pencegahan aset-aset yang termasuk milik umum dikuasai oleh individu atau swasta

______________________________


Penulis Elfia Prihastuti, S.Pd.

Kontributor Tetap Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Aroma keserakahan menguar, selepas kunjungan orang nomor satu di negeri ini ke negeri Paman Sam. Oleh-oleh yang dibawa dari lawatan tersebut adalah sebuah kesepakatan manis yang akan melanggengkan cengkeraman dominasi ekonomi yang amat merugikan tanah air. 


Presiden Joko Widodo dalam kesempatan tersebut, menyempatkan untuk bertemu Chairman and Chief Executive Officer Freeport McMoRan Inc, Richard Adkerson. Dalam pertemuan itu Presiden Jokowi memberikan lampu hijau bagi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga 20 tahun lagi, pada 2041-2061. 


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga telah memastikan bahwa PT Freeport Indonesia (PTFI) telah memperoleh perpanjangan izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) setelah tahun 2041 mendatang. Perpanjangan IUPK PTFI hingga tahun 2061 mendatang lantaran masih ada cadangan sumber daya mineral dan bisa terus dimanfaatkan. (CNBC, 17/11/2023)


Jika perpanjangan kontrak itu ditandatangani, berarti hal itu telah menyalahi undang-undang. Sebab dalam perspektif UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba, serta PP No 8 Tahun 2018 yang merupakan perubahan ke-5 dari PP 22/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Minerba, jelas mengatur bahwa perpanjangan kontrak Freeport paling cepat diteken 2036. Atau 5 tahun sebelum masa kontrak habis.


Iming-iming Imbalan Tak Seberapa


Merasa bagai mendapat durian runtuh. Ternyata dengan perpanjangan kontrak Freeport pemerintah mendapat penambahan sebesar 10% saham Freeport yang diserahkan kepada Holding BUMN tambang, Mining Industry Indonesia (Mind ID) menjadi pemegang saham prioritas. Sehingga saham yang dimiliki menguat menjadi 61% sisanya menjadi milik McMoRan Freeport. Adanya izin baru, Freeport juga akan membangun industri pengolahan dan pemurnian (smelter) mineral mentah untuk hilirisasi.


Sebenarnya Keputusan perpanjangam IUPK Freeport hingga 2061 tidak sepadan dengan imbalan penambahan saham yang hanya sebesar 10%, apalagi penambahan saham itu baru diberikan setelah 2041.


Sementara pembangunan smelter tidak dapat dikategorikan sebagai imbalan. Itu adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh Freeport dalam perjanjian 2018. Kepemilikan saham mayoritas sebesar 61%, bukanlah sesuatu yang berarti, karena pengendali tetap berada di tangan Freeport McMoRan.


Tunduk pada Perusahaan Asing


Bukan kali pertama pemerintah memperlihatkan ketundukannya pada perusahaan asing Freeport. Pada perpanjangan kontrak sebelumnya, Freeport juga berusaha menunda-nunda untuk menunaikan kewajibannya membangun smelter. Padahal dalam UU Minerba saat itu menyebutkan akan memberikan sanksi bagi perusahaan tambang yang tidak mau membangun smelter dalam batas waktu yang telah tetapkan. Di antaranya penghentian kontrak karya.


Celakanya pemerintah membiarkan sikap Freeport tersebut, bahkan malah menambah perpanjangan MoU selama enam bulan dengan poin-poin tambahan. Di antaranya, PT Freeport diminta menjamin kepastian pembangunan smelter dengan menunjukkan lokasinya. 


Saat ini pun Freeport mengulangi hal yang sama. Pembangunan smelter seharusnya dilakukan paling lambat bulan Juni 2023. Namun apa dilakukan pemerintah? Alih-alih memberikan sanksi pada Freeport, yang ada justru pemerintah ngebet ingin memperpanjang kontrak Freeport hingga tahun 2061. Freeport diminta agar pembagunan smelter dilakukan pada bulan November 2023.


Perpanjangan MoU dan izin kontrak yang dilakukan pemerintah jelas memperlihatkan ketundukan pemerintah pada Freeport yang notabene perusahaan asing. Untuk itu mimpi menjadikan kepemilikan seutuhnya tambang Freeport ke pangkuan ibu Pertiwi sulit untuk diwujudkan, bahkan boleh dikatakan mustahil. Selama sistem kapitalis dengan ekonomi neoliberal masih bercokol di negeri ini.


Penjajahan Merentang


Perpanjangan IUPK PTFI, sejatinya akan makin memperpanjang penderitaan masyarakat Papua. Sebab kekayaan SDA, seperti emas, perak, tembaga dan lain-lain pada hakikatnya adalah milik rakyat. Pengelolaan kekayaan alam oleh korporasi hanya akan merugikan rakyat. Karena korporasi hanya bekerja berdasarkan untung dan rugi.


Kenyataan hari ini, rakyat Papua mengalami kematian karena kelaparan di setiap tahunnya. Padahal potensi kekayaan di wilayah mereka cukup melimpah. Keberadaan PT Freeport yang kini menjadi salah satu tambang terbesar di dunia juga merupakan wujud nyata dari penjajahan AS kepada Indonesia.


Perpanjangan kontrak Freeport merupakan perpanjangan hegemoni (penjajahan) pihak asing terhadap negeri ini. Dengan memegang kendali pengelolaan tambang di Papua menunjukkan dominasi ekonomi AS makin menguat. 


Dengan demikian, kemandirian negara dalam pengelolaan ekonomi ternyata hanya omong kosong. Pemerintah seolah mempersilakan negeri ini untuk dijajah dengan segala promosi investasi dan perpanjangan kontrak investasi.


Bukan Negosiasi Tetapi Diambil Alih Total


Penguasaan aset kekayaan milik rakyat oleh pengusaha asing tidak akan terjadi ketika syariat Islam diterapkan. Dalam pandangan syariat, bahan tambang yang memiliki deposit sangat besar dan melimpah tidak boleh dikelola swasta apalagi asing. Bahan tambang tersebut menjadi kepemilikan umum.


Seseorang pernah mendatangi Rasulullah saw. meminta (tambang) garam, maka beliau pun memberikannya. Setelah ia pergi, seorang laki-laki dari majelis itu memberitahukan (kepada Nabi saw.) bahwa beliau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir. Lalu Rasulullah saw. pun meminta kembali tambang itu darinya. (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi).


Hadis ini menjelaskan sebab illat keharaman kepemilikan SDA diserahkan pada individu atau swasta disebabkan depositnya  yang amat besar. Maka tambang apa pun yang di dalam terdapat illat tersebut maka haram hukumnya dikuasai oleh individu (swasta). 


Harta yang terkategori milik umum tersebut pengelolaan sepenuhnya dilakukan oleh negara. Hasilnya seluruhnya dipergunakan untuk kemaslahatan rakyat. Jika membutuhkan tenaga swasta dalam proses eksplorasi, maka posisinya hanya sebagai pekerja (ajir) yang mendapatkan upah dari pekerjaan yang dilakukannya. Negara tidak boleh melakukan perjanjian dan bernegosiasi dengan pihak swasta dalam pembagian kepemilikan saham.  


Perlindungan terhadap kepemilikan umum wajib bagi negara. Kepemilikan umum tetap menjadi milik umum. Negara juga harus melakukan upaya pencegahan aset-aset yang termasuk milik umum dikuasai oleh individu atau swasta.


Dalam kasus Freeport saat ini, aset kepemilikan umum sudah terlanjur dikuasai oleh pihak individu atau swasta. Maka yang harus dilakukan oleh negara adalah mengambil alih secara total bukan bernegosiasi untuk menaikkan royalti atau kepemilikan saham.


Pabrik dan instalasi yang sudah dibangun boleh diambil oleh perusahaan swasta itu atau negara boleh membelinya dengan harga yang sepadan. Tetapi tentu saja setelah diperhitungkan dengan hasil yang selama ini telah mereka keruk dari harta milik umum itu. 


Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah saw.,


« مَنْ زَرَعَ فِى أَرْضِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ فَلَيْسَ لَهُ مِنَ الزَّرْعِ شَىْءٌ وَلَهُ نَفَقَتُهُ » (و في رواية أحمد و ابن ماجه) «وَتُرَدُّ عَلَيْهِ نَفَقَتُهُ»

"Siapa saja yang menanam di tanaht suatu kaum tanpa izin mereka, maka dia tidak berhak atas tanaman itu sedikit pun, namun dia berhak atas biaya yang dikeluarkannya." (HR. Abu Dawud, dan al-Tirmidzi) 


Wallahu alam bissawab. [SJ]