Ketar-ketir Persoalan Nikah Dini, Butuh Penerapan Islam Kafah
Opini
Boleh saja berinteraksi dengan lawan jenis, dengan alasan yang dibolehkan oleh syariat, misalnya dalam hal jual beli, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Namun, tetap memperhatikan batasannya. Contohnya, tetap menutup aurat, bicara seperlunya, tidak tabarruj, dan menjaga pandangan
Islam sudah mengatur semua urusan hidup manusia termasuk tata pergaulan pria dan wanita
______________________________
Penulis Yustika Sari
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dilansir dari Mediaindonesia[dot]com (14/10/2023), perkawinan anak yang terjadi di negeri ini, sering kali menimbulkan persoalan susulan seperti perceraian dan stunting. Dengan peristiwa ini, Kementerian Agama terus melakukan upaya serius.
“Pemerintah yang ambisi untuk menekan angka kawin anak menjadi 14 persen di tahun 2024,” ujar Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin, dalam kegiatan Seminar Nasional Cegah Kawin Anak di Makassar, Sulawesi Selatan.
Menurut Kamaruddin, pernikahan dini akan berdampak pada ketahanan nasional. Ia menjelaskan, persoalan tersebut perlu diatasi dengan kolaborasi berbagai pihak. Menurutnya, upaya pencegahan perkawinan anak merupakan tanggung jawab semua pihak. Mulai dari keluarga, masyarakat, hingga pemerintah yang sangat berperan aktif dalam mencegah perkawinan anak.
Beliau mengatakan, pemerintah telah melakukan sejumlah upaya untuk mencegah pernikahan anak, di antaranya dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menaikkan batas usia minimal menikah menjadi 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan.
Tren pernikahan dini di kalangan anak muda saat ini memang makin meningkat saja, entah itu keinginan sendiri maupun terpaksa karena pergaulan bebas. Pergaulan bebas yang memaksa remaja untuk menikah justru sering terjadi di pedesaan, sedangkan di perkotaan lebih memilih jalan aborsi untuk menunda pernikahan karena pergaulan bebas.
Sebenarnya, tidak ada yang membenarkan seluruh kegiatan pergaulan bebas. Baik di perkotaan ataupun pedesaan. Padahal untuk menikah kita membutuhkan banyak persiapan. Persiapan mental, persiapan ilmu dan yang lainnya.
Pemerintah sudah membuat undang-undang terkait hal ini. Tetapi masih saja penyebaran terkait pernikahan dini masih meningkat. Padahal, jika diperhatikan remaja yang menikah di bawah umur banyak yang mengalami perceraian, KDRT, stunting dan sebagainya.
Kegagalan kebijakan pemerintah untuk mengatasi masalah ini, menjadi alasannya. Sistem yang dianut oleh negara ini menjadikan remaja hidup dalam lingkungan yang hedonis. Sehingga pernikahan dini banyak dilakukan secara terpaksa akibat pergaulan bebas yang merusak.
Dalam Islam, menikah dini boleh-boleh saja asalkan sudah baligh. Namun, dalam sistem ini sepertinya sudah menjadi tuntutan menikah secepatnya. Hal ini dilihat dari faktor luar yang membahayakan muslim atau muslimah dalam pergaulan. Belum lagi dari media yang membantu menyebarkan konten-konten buatan barat yang merusak generasi muslim saat ini.
Banyaknya konten-konten romantis di sosial media juga menjadi faktor remaja menginginkan menikah di usia muda, tanpa mempertimbangkan masalah-masalah yang terjadi ketika sudah memasuki fase pernikahan. Sehingga, banyak generasi kehilangan masa depannya akibat penerapan sistem kapitalisme yang merusak setiap lini kehidupan kita.
Sebelumnya kita tahu, bahwa perbuatan zina adalah perbuatan yang Allah larang untuk kita. Sesuai dengan firman Allah,
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra ayat 32)
Mendekatinya saja kita tidak boleh, apalagi melakukannya, karena ini akan merusak sendi-sendi kehidupan, terutama bagi kaum wanita. Islam telah memiliki seperangkat aturan untuk menjaga remaja dari perbuatan yang dilarang Allah.
Khususnya dalam menjaga pergaulan di tengah-tengah masyarakat. Antara laki-laki dan perempuan memiliki batas dalam berinteraksi. Dalam interaksi, Islam melarang wanita untuk berbicara mendayu-dayu ke lawan jenis. Apalagi untuk mencari perhatian.
Boleh saja berinteraksi dengan lawan jenis, dengan alasan yang dibolehkan oleh syariat, misalnya dalam hal jual beli, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Namun, tetap memperhatikan batasannya. Contohnya, tetap menutup aurat, bicara seperlunya, tidak tabarruj, dan menjaga pandangan.
Islam sudah mengatur semua urusan hidup manusia termasuk tata pergaulan pria dan wanita. Alangkah baiknya kita terapkan dalam kehidupan individu yang didukung oleh peran negara. Niscaya, akan menghasilkan generasi yang berakhlak mulia. Kuat iman dan takwa, terdepan dalam kepemimpinan dunia.
Wallahualam bissawab. [SJ]