Alt Title

Mungkinkah Keutuhan Bangsa akan Terwujud dengan Moderasi beragama?

Mungkinkah Keutuhan Bangsa akan Terwujud dengan Moderasi beragama?

Keindahan yang dibangun dalam diksi moderasi beragama, tidak tampak dalam fakta-fakta yang ada. Ketidakjelasan definisi moderat justru memperuncing perbedaan

Keberadaan moderasi beragama bagi sebagian kalangan menjadi alat untuk menuding orang yang tidak sepemahaman dengan sebutan intoleran, radikal dan lainnya

_______________________________


Penulis Elfia Prihastuti, S.Pd.

Kontributor Tetap Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan 



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pemerintah semakin melebarkan panggung bagi Moderasi beragama. Berbagai strategi untuk memberi penguatan terhadap legalisasi moderasi beragama semakin dikokohkan. Kali ini yang menjadi alat pengokohnya, adalah moderasi beragama merupakan modal  dasar keutuhan berbangsa dan bernegara. 


Payung yang digunakan untuk penguatan ini adalah Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 58 Tahun 2023 yang berisi tentang Penguatan Moderasi beragama untuk memperkuat pemahaman dan esensi ajaran beragama dan kepercayaan dalam kehidupan bermasyarakat. (Antara, 29/9/2023)


Melalui perpres ini pula, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas didaulat sebagai ketua pelaksana Sekretariat Bersama Moderasi Beragama oleh Presiden Jokowi. Tugas dari Sekretariat Bersama Moderasi Beragama adalah mengoordinasikan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan penguatan moderasi beragama di instansi pusat dan daerah. (Tirto[dot]id, 30/9/2023)


Tampak Indah


Salah satu poin dalam Perpres itu menyatakan bahwa, penguatan moderasi beragama dilaksanakan untuk penguatan cara pandang, sikap, dan praktik beragama secara moderat untuk memantapkan persaudaraan dan kebersamaan di kalangan umat beragama.  


Ketentuan itu juga bertujuan sebagai penguat harmoni dan kerukunan umat beragama, penyelarasan relasi cara beragama dan berbudaya, peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama, serta pengembangan.


Sungguh tampak indah diksi yang dipilih untuk mengarusderaskan moderasi beragama. Memantapkan persaudaraan, kerukunan, harmonisasi, penyelarasan, dan berbagai diksi manis lainya. Seolah bangsa ini tengah terpecah belah dan moderasi beragama merupakan solusi paling ampuh mengatasi berbagai persoalan yang membelit dan mengembalikan keutuhan. 


Memperuncing Perbedaan


Namun keindahan yang dibangun dalam diksi moderasi beragama, tidak tampak dalam fakta-fakta yang ada. Ketidakjelasan definisi moderat justru memperuncing perbedaan. Keberadaan moderasi beragama bagi sebagian kalangan menjadi alat untuk menuding orang yang tidak sepemahaman dengan sebutan intoleran, radikal dan lainnya.


Hal yang mencengangkan, bahwa moderasi beragama kerap kali kebablasan. Tentu belum lekang dari ingatan kita, ketika seorang muslimah yang mengikuti tes wawasan kebangsaan di suatu lembaga ditanya, mau atau tidak melepas kerudung. Jika tidak mau dianggap intoleran. Ada juga perayaan natal yang diiringi dengan salawat nabi. 


Di negeri dengan penduduk mayoritas muslim tentu hal ini akan melahirkan berbagai pertentangan. Pertentangan antara tetap teguh dengan keyakinannya atau mengikuti permainan moderasi beragama. Artinya memilih untuk melanggar apa yang menjadi keyakinannya. Jelas, hal semacam ini akan menimbulkan banyak masalah dan memperkeruh konflik yang selama ini ada. Bagi seorang muslim akan dihadapkan pada dua pilihan tetap teguh dengan keyakinan agamanya atau melanggarnya.


Padahal bagi seorang muslim agama seharusnya berada pada prioritas tertinggi dalam segala aktivitas perbuatan. Aturan yang lahir dari pencipta sungguh tidak layak disandingkan dengan ide-ide yang lahir dari akal manusia.


Fakta-fakta yang ada, patutlah kita pertanyakan, layakkah moderasi beragama menjadi solusi bagi permasalahan bangsa? Sementara moderasi beragama justru menjadi biang masalah. Alih-alih melahirkan keutuhan, yang ada akan semakin mempertajam perbedaan. Alih-alih mampu memberikan solusi, justru semakin memunculkan persoalan.


Di Balik Ide Moderasi Beragama


Moderasi beragama bukanlah ide yang lahir dari ketulusan penguasa dalam mengayomi rakyatnya. Ide moderasi beragama sejatinya tidak bisa dilepaskan dari proyek global penguasa ideologi kapitalisme terbesar di dunia. Ide tersebut digulirkan dalam rangka mengadang dakwah dan kebangkitan Islam.


Indonesia sebagai negara yang memiliki penduduk mayoritas beragama Islam tidak akan luput dari bidikan. Dakwah Islam yang memercik kalbu, akan menggeliat dan mampu menumbuhkan kesadaran. Kesadaran inilah yang akan melahirkan riak-riak kebangkitan. Jika ini dibiarkan, sama saja dengan melakukan bunuh diri ideologis. Untuk itu upaya apapun akan dilakukan demi meredam kebangkitan ini. Sedangkan penguasa negeri ini hanyalah alat peredam yang mengeksekusi pesanan.


Setidaknya ada tiga cara yang mengkampanyekan ide moderat agar tampak menawan. Pertama menanamkan persepsi negatif tentang Islam dan mengunggulkan ide-ide kapitalisme. Istilah yang digunakan misalnya primitif dan moderat. Kedua, mengacaukan ajaran Islam dengan istilah-istilah baru. Lekatkan istilah teokrasi untuk Khilafah, agar kaum muslimin membenci Khilafah. Ketiga, menciptakan istilah baru, seolah-olah berasal dari Islam. 


Dakwah


Hari ini tidak ada yang bisa dilakukan selain melakukan perlawanan dengan dakwah. Inilah cara efektif yang bisa digunakan untuk menangkal ide-ide moderasi beragama. Melakukan dakwah dengan gencar di tengah-tengah umat. Memahamkan mereka bahwa baik buruknya umat Islam tidak diukur dari standar-standar yang berasal dari akal manusia. Pun dari ideologi lain. Apalagi sekulerisme.


Ketika umat Islam menggunakan standar Al-Qur'an dan Sunnah semuanya akan baik-baik saja. Kedua hal tersebut yang akan mengantarkan umat meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Aku tinggalkan kepada kalian dua hal yang kalian tidak akan pernah tersesat sejauh kalian berpegang teguh pada keduanya yaitu Kitabullah dan sunnah Rasul.”


Berpegang teguh pada ajaran Islam adalah jalan teraman yang akan menjauhkan kita dari kesesatan. Karena tujuan kaum muslimin adalah kenyamanan abadi yang hanya bisa diperoleh dengan menapakkan kaki di dunia sesuai dengan aturan Sang Khalik.


Maka jelaslah bahwa moderasi beragama tidak akan mampu menyelesaikan persoalan dan mewujudkan keutuhan bangsa. Hanya penerapan Islam kafah yang mampu merealisasikannya. Karena ajaran Islam mempunyai keunggulan yang tak tertandingi oleh ideologi lain.


Sebab dalam konsepnya Islam memiliki sistem pengaturan pluralitas yang sempurna. Diantaranya adalah bahwa ajaran Islam tidak hanya diperuntukkan untuk kaum muslim saja, tetapi bagi seluruh umat manusia. Islam juga tidak memaksa non muslim untuk masuk Islam. 


Syariat Islam menetapkan perlindungan atas keragaman. Islam mengakui adanya pluralitas agama, pemikiran dan kebudayaan. Islam hanya memerintahkan untuk mengajak manusia masuk Islam jika tidak mau, tidak akan ada paksaan. Negara juga menjamin perlindungan bagi masyarakat non muslim berikut kebutuhannya dengan jaminan yang sama dengan kaum muslim. Wallahualam bissawab. [GSM]