Alt Title

Perceraian Marak, Hasil Sistem yang Rusak

Perceraian Marak, Hasil Sistem yang Rusak

 


Hanya dengan sistem Islam yang mampu mencetak pasangan suami istri yang akan memuliakan peradaban

Islam memiliki pandangan yang khas mengenai pernikahan. Pernikahan dalam Islam disebut dengan mitsaqan ghalidza atau perjanjian agung

______________________________


Penulis Siska Juliana 

Tim Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Angka perceraian di Indonesia mengalami kenaikan yang signifikan. Menurut data, sebanyak 516 ribu pasangan yang bercerai setiap tahun. Sementara, angka pernikahan berkurang yaitu dari 2 juta menjadi 1,8 juta. Hal ini diungkapkan oleh Prof. Dr. Kamaruddin Amin selaku Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama dalam Rakornas Baznas pada tanggal 21 September 2023, di Jakarta. (republika[dot]id, 22/09/2023) 


Penyebab perceraian ini beragam. Ada yang disebabkan KDRT sebanyak 6 ribuan kasus, tetapi angkanya semakin meningkat. Akibat percekcokan sebanyak 55 persen. Sebanyak 80 persen disebabkan berbagai hal seperti poligami, penjara, judi, politik. Sejumlah 67 persen adalah gugat cerai istri kepada suami. Hal ini dijelaskan oleh Prof. KH. Nasaruddin Umar yang merupakan Ketua Umum Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4).


Meningkatnya kasus perceraian adalah bukti nyata kegagalan sistem sekuler kapitalisme dalam mengatur masyarakat. Sistem kehidupan ini, mengatur kehidupan masyarakat yang jauh dari agama dan menciptakan masyarakat yang hanya mencari kesenangan, kenyamanan, dan kebebasan. 


Pernikahan hanya dipandang sebagai sarana untuk melampiaskan hasrat jasadiyah atau fisik saja. Kehidupan sekuler kapitalisme tidak menjadikan generasi muda sadar bahwa harus mempersiapkan pernikahan dengan ilmu. Untuk menjalankan pernikahan, yang dilihat hanya tampang, kemapanan, dan rasa cinta. Bisa jadi hanya sekadar perintah orang tua karena dorongan umur yang sudah matang. 


Sehingga, ketika pernikahan itu sudah tidak memberikan manfaat kepada mereka, maka mudah untuk memutuskan bercerai ketika terjadi perselingkuhan. Mudah pula melakukan kekerasan. Inilah penyebab rapuhnya bangunan pernikahan saat ini. 


Oleh karena itu, perceraian bukan hanya masalah individu yang bisa diselesaikan dengan adanya penyuluhan pranikah di KUA. Namun, ini sudah menjadi masalah sistemis sehingga penyelesaiannya pun harus sistemis pula. 


Hanya dengan sistem Islam yang mampu mencetak pasangan suami istri yang akan memuliakan peradaban. Islam memiliki pandangan yang khas mengenai pernikahan. Pernikahan dalam Islam disebut dengan mitsaqan ghalidza atau perjanjian agung. Allah Swt. berfirman: 


"Dan bagaimana kamu akan mengambil kembali, padahal kamu telah bergaul satu sama lain (sebagai suami istri). Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian yang kuat atau (ikatan pernikahan) dari kamu." (TQS. An-Nisa: 21).


Dalam surah An-Nisa ayat 21, lafadz mitsaqan ghalidza sejajar dengan perjanjian agung antara Allah dengan para rasul Ulul Azmi, yaitu Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad. Dalilnya terdapat dalam surah Al-Ahzab ayat 7. Mitsaqan ghalidza antara Allah dengan Bani Israil dalam Al-Qur'an. Diceritakan bahwa dalam melakukan perjanjian ini, sampai-sampai Allah mengangkat gunung Thursina di atas kepala Bani Israil. 


Dalilnya terdapat dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 154. Menyebut pernikahan bukanlah perjanjian yang bisa dipermainkan dan bisa diambil dengan sembarangan tanpa ada persiapan. Tidak hanya itu, pernikahan dalam Islam juga memiliki tujuan yang jelas dan mulia.


Yaitu sebagai sarana agar kehidupan masyarakat tetap dalam kesucian dan kemuliaan, mewujudkan jalinan cinta kasih dan tercapainya ketenteraman hati atau sakinah. Berdasarkan surah Ar-Rum ayat 21 melanjutkan keturunan dan menghindarkan dosa, mempererat tali silaturahmi, sebagai sarana dakwah, dan menggapai keridaan Allah Swt.. 


Islam juga memiliki tuntunan yang jelas ketika menjalani kehidupan suami istri. Kehidupan suami istri adalah kehidupan persahabatan seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an surah Ar-Rum ayat 21. 


Ketika pasangan suami istri ini diamanahi keturunan, Islam juga memberikan tuntunan agar mereka bekerja sama untuk mendidik anak-anak mereka sesuai dengan tuntunan syariat. Anak laki-laki dipersiapkan untuk menjadi pemimpin, sedangkan anak perempuan dipersiapkan untuk menjadi pencetak generasi yang memimpin peradaban. 


Saat individu memahami konsep-konsep pernikahan dalam Islam, maka Islam akan mendapat kemuliaan dari pernikahan ini. Salah satu contohnya adalah pernikahan kedua orang tua Salahuddin Al-Ayyubi sang pembebas Baitul Maqdis. Pernikahan mereka bertujuan untuk mencetak generasi yang akan menjadi pembebas Baitul Maqdis. 


Akan tetapi hanya dengan memahami konsep-konsep ini, tidak akan bisa serta merta dijalankan individu dengan sempurna. Karena diperlukan peran dari negara. Oleh karena itu, Islam memerintahkan agar negara mengambil peran untuk menciptakan generasi yang gemilang. 


Maka dari itu, sistem Islam menerapkan sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan ini akan menghasilkan generasi yang memiliki syakhsiyah (kepribadian) Islam. Mereka memiliki akliah (pola pikir) dan nafsiah (pola sikap) sesuai dengan tuntunan syariat. Tidak hanya itu, pendidikan Islam juga membekali generasi dengan ilmu alat kehidupan sehingga mereka mampu memenuhi dan menyelesaikan permasalahan kehidupan. 


Syaikh Atha bin Khalil dalam kitabnya Dasar-dasar Pendidikan Khilafah menjelaskan bahwa khusus bagi siswa perempuan ada kurikulum kerumahtanggaan. Sehingga generasi yang terlahir akan memahami konsekuensi dan siap mengemban amanah besar ketika mereka menikah. Siap menjalankan amanah sebagai pasangan suami istri dan orang tua. 


Jadi, ketika terjadi permasalahan atau ketidakselarasan mereka akan mengembalikan semua hal itu pada hukum syariat. Mereka akan berinteraksi secara makruf kepada pasangan dan senantiasa menjaga pernikahan dari hal-hal yang dapat menyebabkan perceraian. 


Sistem Islam juga akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin setiap laki-laki mendapatkan pekerjaan. Sehingga dengan pekerjaan tersebut mereka akan memenuhi nafkah keluarganya dengan makruf. Sistem Islam juga menerapkan sistem pergaulan yang akan menjaga interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan umum, sehingga masyarakat akan terhindar dari perselingkuhan, perzinaan, kekerasan, dan kemaksiatan lainnya. 


Inilah solusi hakiki dari sistem Islam agar perceraian tidak terjadi dan bisa teratasi. Akankah umat menerapkannya agar kehidupan ini mendapat keridaan dari Allah Swt.? 


Wallahualam bissawab. [SJ]