Alt Title

Aspirasi Buruh, Obrolan Sore Buruh: Save Rempang

Aspirasi Buruh, Obrolan Sore Buruh: Save Rempang

Adanya konflik ini disebabkan oleh persoalan kapitalis agraria yang berasal dari sistem kapitalisme. Maka harus ada solusi yang fundamental untuk mengakhiri konflik agraria ini. Yaitu dengan mengganti sistem kapitalisme menjadi sistem Islam. (Hanif Kristianto-Pengamat Kebijakan Publik) 

Ini adalah penjajahan gaya baru. Kalau dulu namanya VOC, kalau sekarang berganti nama menjadi oligarki. (Nanang Setiawan-Ketua Aliansi Buruh Indonesia)

___________________________________




KUNTUMCAHAYA.com, NEWS - Proyek Rempang Eco-city menuai perlawanan masyarakat Pulau Rempang. Proyek ini sendiri akan digarap oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama pengusaha swasta PT Makmur Elok Graha (MEG). Hal ini menarik para aliansi buruh untuk berdiskusi mengenai peristiwa tersebut. Acara diskusi ini bertajuk "Aspirasi Buruh, Obrolan Sore Buruh: Save Rempang." Ditayangkan live streaming di youtube Aliansi Buruh Indonesia (ABI), (24/09/2023).


Narasumber pada acara tersebut adalah Nanang Setiawan (Ketua Aliansi Buruh Indonesia) dan Hanif Kristianto (Pengamat Kebijakan Publik). Acara tersebut mendapatkan atensi dari ribuan penonton. 


Hanif Kristianto membuka pembicaraan dengan mengemukakan bahwa Pulau Rempang memiliki kekayaan alam berupa pasir silika sebagai bahan baku kaca yang akan diproduksi oleh perusahaan investasi Cina, Xinyi. Tanpa kita ketahui juga sebelumnya, Rempang dijadikan proyek strategis nasional. Sehingga masyarakat Rempang akan direlokasi. 


Ia juga menyesalkan terjadinya bentrokan antara aparat dengan masyarakat Rempang. Seharusnya pemerintah bisa menggunakan cara yang humanis dalam menyelesaikan permasalahan ini. Karena mereka sama-sama merupakan anak bangsa. 


Dirinya mengungkapkan lahan yang tidak bertuan, tidak mempunyai sertifikat langsung diakui oleh negara. Hal ini yang terjadi pada Pulau Rempang. Persoalan pertanahan atau agraria di Indonesia termasuk permasalahan yang pelik. Bahkan lebih pelik dari permasalahan terorisme. 


Bahkan ia juga menjelaskan mengenai sikap penguasa yang bertindak zalim kepada masyarakat. Menyelesaikan problem dengan cara tidak memanusiakan manusia. Hal tersebut terlihat dari adanya penangkapan pada warga yang protes, penyemprotan gas air mata di tengah-tengah masyarakat, adanya pernyataan yang bernada ancaman kepada masyarakat. Seharusnya pemerintah juga memikirkan relokasi ini dari segi ekonomi, sosial, pendidikan. Bahkan juga menghilangkan rasa traumatis warga atas bentrokan yang terjadi. Di sini terlihat jelas keberpihakan negara bukan kepada rakyat. 


Beliau menambahkan, ini adalah bukti kegagalan negara karena tidak mampu melindungi dan mengurus kebutuhan rakyatnya. Ketika ada barang tambang yang dapat menghasilkan pendapatan bagi negara, seharusnya dikelola oleh negara. Sehingga masyarakat Rempang dapat menikmati pendidikan dan kesehatan gratis, rumah yang layak, dan kesejahteraan hidup tercapai.


Tetapi jika barang tambang ini malah diberikan pengelolaannya kepada asing, aktivitas masyarakat akan terbatas dan pasti muncul konflik seperti ini. Mereka mendapatkan tindakan yang semena-mena. Padahal mereka sudah tinggal di sana selama beratus-ratus tahun.


Dari sisi politik, penguasa sekaligus bertindak sebagai pengusaha sehingga proyek-proyek investasi bisa dijalankan dengan mulus. Dari sisi ekonomi, negara bertindak sebagai regulator yang mengundang investor untuk memanfaatkan kekayaan alam yang ada atas nama investasi. Dari segi sosial, akan ada kesenjangan sosial antara masyarakat sekitar dan para pengusaha. Jika ini dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan konflik-konflik dapat terus terjadi. 


"Adanya konflik ini disebabkan oleh persoalan kapitalis agraria yang berasal dari sistem kapitalisme. Maka harus ada solusi yang fundamental untuk mengakhiri konflik agraria ini. Yaitu dengan mengganti sistem kapitalisme menjadi sistem Islam," tegasnya. 


"Kita harus mengetahui pandangan Islam terkait agraria, tentang pengelolaan sumber daya alam, dan juga pemberian sandang, pangan dan papan pada masyarakat," tambahnya. 


"Jika dikelola dengan sistem Islam, hasil pengelolaan pasir silika di Rempang bisa saja warga mendapatkan Rp5 juta per individu, misalnya. Seperti yang pernah dikatakan oleh Pak Mahfud MD, jika Freeport tidak dikorupsi maka setiap orang bisa mendapatkan Rp20 juta. Dengan begitu rakyat akan sejahtera, pendidikan dan kesehatan bisa didapatkan secara gratis," ungkapnya. 


"Kalau dilihat bentrokan yang terjadi di Rempang pada tanggal 7 September lalu, maka itu sudah termasuk pelanggaran HAM berat. Karena tindakan represif dan arogansi rezim. Bukan hanya pelanggaran HAM, tetapi sebenarnya juga pelanggaran terhadap hak Allah. Seharusnya sumber daya alam ini dikelola dengan sistem Islam, tetapi yang terjadi malah diserahkan kepada asing. Jelas harus diadili, dengan pengadilan manusia dan pengadilan Allah," bebernya. 


Beliau menerangkan, sumber daya alam yang ada di Rempang termasuk ke dalam kepemilikan umum. Maka harus dikelola oleh negara dan hasilnya diberikan kepada masyarakat dalam bentuk jaminan keamanan, kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan. 


Kemudian diskusi berlanjut dengan narasumber yang kedua yaitu Nanang Setiawan selaku Ketua Aliansi Buruh Indonesia. 


Nanang menjelaskan, berdasarkan data WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) banyak terjadi pelanggaran HAM di Rempang. Mulai dari penangkapan, penyemprotan gas air mata bahkan kepada anak-anak. Selain itu, kejadian ini juga melanggar UUD 1945 pasal 33. Jika pengelolaan sumber daya alam dilakukan oleh rakyat Rempang sendiri, tidak diserahkan kepada swasta atau asing, maka hasilnya bisa menyejahterakan rakyat Rempang, bahkan seluruh rakyat Indonesia. 


Beliau memaparkan bahwa penduduk Rempang sudah hidup di sana sejak tahun 1800an yang merupakan keturunan kesultanan Riau Lingga. Jadi, mereka adalah pemilik tanah tersebut. Beliau juga menyebutkan hadis mengenai lahan dalam pandangan Islam. 


"Siapa saja yang memagari sebidang tanah, maka tanah itu menjadi miliknya." (HR. Ahmad) 


Ia menyampaikan beberapa kutipan dari Ketua LBH Pelita Umat. Perlu diketahui tanah adat adalah mereka yang menggarap tanah itu turun temurun, tinggal di situ turun temurun. Suku Melayu telah menempati wilayah tersebut sejak ratusan tahun yang lalu. Jadi, secara genealogis dan teritorial lahan tersebut merupakan milik masyarakat Rempang. 


Omnibus Law merupakan undang-undang yang pro kepada oligarki, bukan kepada rakyat. Misalnya saja untuk dana kampanye presiden berasal dari para oligarki. Sampai ada pernyataan siapa yang memimpin Indonesia harus mendapat restu dari Amerika. Maka mustahil jika presiden atau penguasa berpihak pada kepentingan rakyat. 


Di balik itu semua, utang Indonesia ke Cina yang mencapai Rp50 triliun yang digagas sejak masa pemerintahan SBY sampai pemerintahan Jokowi saat ini berdampak pada adanya beberapa program. Seperti MEA (Masyarakat Ekonomi Asia) dan One Belt One Road yang mengizinkan bahwa Cina boleh memasuki wilayah tanah air Indonesia. Hal itu langsung ditentang oleh para ulama. 


"Ini adalah penjajahan gaya baru. Kalau dulu namanya VOC, kalau sekarang berganti nama menjadi oligarki," imbuhnya. 


Beliau menanggapi nama Rempang Eco-city. Jika arti eco merujuk kepada ramah lingkungan, tapi mengapa sebelum dibangun pun sudah tidak ramah kepada penduduk bahkan pada anak-anak. Maka itu wajib ditolak. 


Atau yang dimaksud adalah kawasan ekonomi khusus yang di mana tidak setiap orang bisa masuk ke situ. Bagaimana mungkin di tengah-tengah kesulitan rakyat seperti pungutan pajak dan kenaikan harga BBM, langkanya gas kemudian sekarang diusir dari tanah-tanah mereka. 


"Wajib secara ideologis yakni mengubah ideologi kapitalisme global dengan menerapkan Islam secara kafah," katanya. 


Diskusi ini kemudian ditutup dengan closing statement dari para narasumber. 


Hanif Kristianto mengatakan bahwa akar masalah Rempang adalah pertama, kapitalisme global dan agraria. Kedua, perusahaan-perusahaan asing yang ingin mengeruk kekayaan negeri ini. Ketiga, munculnya investasi itu dilindungi oleh undang-undang. Keempat, mengurai akar masalah dari kapitalisme agraria ini maka perlu solusi dari Islam, yakni terkait masalah agraria. 


Nanang Setiawan menyatakan aliansi buruh mengingatkan kepada seluruh rakyat negeri ini bahwa kondisi kita tidak baik-baik saja. Kita butuh perubahan, membawa negeri ini ke arah yang lebih baik. Maka beliau mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mengikuti pembinaan yang sifatnya lokal maupun di tempat-tempat lain, termasuk via online. Maka dari situ kita akan memahami agar masalah negeri ini ada solusinya. Jadi, ayo mengaji. 


Acara diskusi Obrolan Sore Buruh ini mendapat atensi yang luar biasa. Ini terlihat dari pemirsa yang hadir secara live maupun di ruang zoom meeting. Semoga ini menjadi sarana menanamkan pemahaman bagi umat, jika Islam mampu menghadirkan solusi dari persoalan yang ditimbulkan sistem kapitalisme dan sosialisme saat ini. Wallahualam bissawab. [Siska]