Alt Title

Liberalisme Pemicu Seks Bebas di Kalangan Generasi Remaja

Liberalisme Pemicu Seks Bebas di Kalangan Generasi Remaja

Sungguh sangat miris pergaulan remaja saat ini, seolah-olah zina menjadi lifestyle 

Padahal remaja merupakan kunci dari perubahan di masa mendatang dan sebagai generasi dengan segudang potensi yang dimiliki semestinya mampu mengubah keadaan menjadi lebih baik lagi

____________________


Penulis Rosita

Kontributor Tetap Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pergaulan bebas adalah salah satu bentuk perilaku yang menyimpang. Kata “bebas” yang dimaksud adalah melakukan perbuatan melebihi nilai-nilai yang ada di tengah masyarakat. Seperti yang terjadi saat ini, di berbagai daerah yaitu seks bebas di kalangan remaja atau istilah populernya adalah Anak Baru Gede (ABG).


Ketua Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), berdasarkan data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017, mencatat usia anak remaja di Indonesia sudah pernah melakukan seksual di luar nikah. Di Usia 14 sampai 15 tahun sebanyak 20 persen dan usia 16 sampai 17 tahun sebesar 60 persen, sedangkan di usia 19 sampai 20 tahun sebanyak 20 persen. Usia hubungan seks semakin maju sementara itu usia nikah semakin mundur. (Liputan6, 6/8/2023)


Faktor penyebab dari hal tersebut adalah di era digital saat ini penggunaan internet banyak disalahgunakan oleh anak remaja. Dengan mudah mereka dapat mengakses konten-konten negatif yang tidak sesuai. Tak sedikit dari mereka lalu mencobanya hingga terjerumus pada pergaulan bebas. Tanpa disadari hal demikian merusak masa depan para remaja.


Untuk mencegah hal tersebut Kepala BKKBN Kepulauan Riau (Kepri) Rohina, M.Si. akan berupaya mencegah melalui forum Generasi Remaja (GenRe) tingkat kelurahan dan seluruh sekolah. Mengajak remaja menyongsong masa depan hingga terbebas dari pergaulan seks bebas dan pernikahan dini. (batampos, 6/8/2023)


Sungguh sangat miris pergaulan remaja saat ini, seolah-olah zina menjadi lifestyle. Padahal remaja merupakan kunci dari perubahan di masa mendatang dan sebagai generasi dengan segudang potensi yang dimiliki semestinya mampu mengubah keadaan menjadi lebih baik lagi.


Banyak sekali faktor yang menyebabkan seks bebas semakin meningkat baik itu dari faktor dalam diri sendiri seperti, tidak mampu untuk mengontrol emosi atau hawa nafsunya, tidak punya rasa malu atau takut. Sedangkan dari faktor luar adalah mudahnya mengakses konten negatif juga minimnya kontrol sosial. Baik itu dari keluarga, lingkungan bahkan sampai institusi yang berwenang dalam hal ini adalah negara. Semakin ke sini kasus tersebut bukannya tambah berkurang melainkan semakin meningkat tak terkendali seakan menjadi pandemi.


Dengan mudahnya mengakses baik di media sosial atau melihat dengan secara langsung konten-konten yang negatif. Justru hal tersebut akan memicu dorongan seksual yang tinggi. Ditambah lagi dengan pemahaman ilmu agama yang minim, makanya mereka terjerumus pada hal-hal yang justru merugikan dirinya sendiri seperti seks bebas. Padahal, sudah sangat jelas bahwa zina itu termasuk dosa besar. Ini menandakan adanya pembiaran atau abainya peran serta dari negara yang memiliki kekuatan penuh untuk menghentikan kasus tersebut.


Maraknya kasus tersebut sesungguhnya terjadi karena diterapkannya sistem kapitalis sekuler liberal yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Di sistem itu pula kebebasan dijunjung tinggi, salah satunya kebebasan bertingkah laku. Maka, dalam sistem ini setiap manusia bebas melakukan apa saja termasuk melakukan seks bebas meskipun tanpa ada ikatan perkawinan. Berlindung di balik Hak Asasi Manusia (HAM) para remaja semakin berani mengumbar syahwatnya melalui konten-konten yang menghilangkan kemuliaan manusia yang bermartabat demi meraih popularitas dan materi.


Maka, untuk menyelesaikan masalah ini tentu tidak cukup hanya dengan membuat wadah-wadah penyuluhan saja. Tetapi harus mampu mengubah keadaan masyarakat yang tadinya menganut sistem kehidupan sekuler liberal menjadi masyarakat yang terikat dengan aturan Sang Pencipta. 


Bagaimana Islam menyelesaikan masalah ini? Yang pertama adalah peran dari keluarga yaitu dengan cara orang tua membentengi anaknya dengan memberikan pemahaman agama yang cukup sehingga anak mampu membedakan mana perbuatan yang boleh dan tidak dia lakukan. Tentu, dengan standar hukum syarak yang telah mereka pahami. 


Kedua peran lingkungan, masyarakat tidak akan membiarkan kemaksiatan yang ada di tengah-tengah mereka dengan cara beramar makruf nahi mungkar melalui aktivitas dakwah. 


Ketiga adalah peran kunci penting dari negara. Negara harus menerapkan kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah Islam dengan tujuan membentuk masyarakat termasuk generasi mudanya agar memiliki syakhsiyah islamiah. Selain itu, negara juga harus memberikan sanksi kepada media dan penyelenggara yang menampilkan konten negatif seperti pencabutan izin. 


Negara harus menerapkan sistem pergaulan dalam Islam dengan cara memisahkan interaksi antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai kegiatan. Kecuali, kegiatan bermuamalah dan menuntut Ilmu. Selain itu, jelas batasan aurat antara laki-laki dan perempuan berbeda. Aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan untuk aurat laki-laki adalah dari pusar sampai lutut. 


Yang terakhir adalah menerapkan sanksi Islam secara sempurna terhadap para pelaku kejahatan. Dalam hal ini adalah pelaku zina dengan cara jilid dan cambuk. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an dalam surah An-Nur ayat 2: "Pezina perempuan dan pezina laki-laki maka jilidlah masing-masing dari mereka 100 kali.” (TQS An-Nur: 2)

Sedangkan bagi pezina yang sudah menikah adalah dengan hukuman rajam sampai meninggal, sebagaimana sebuah hadis: “Yaitu orang yang belum menikah atau berzina dengan orang yang belum menikah, hukuman dera 100 kali dan diasingkan setahun. Adapun orang yang sudah menikah, kemudian melakukan zina dengan orang yang sudah menikah maka hukumannya adalah didera 100 kali dan rajam,” (HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah)


Selain sanksi untuk para pelaku zina, negara akan menerapkan sanksi kepada para pelaku atau penyebar konten-konten negatif baik di dunia maya atau konten langsung. Dengan tidak memberikan akses mudah kepada mereka melakukan perbuatan tersebut selain hukum denda dan kurungan.


Dengan solusi di atas, persoalan seks bebas remaja ini akan segera teratasi secara tuntas. Tentunya kembali kepada ketegasan negara mau memberlakukan syariat Islam secara menyeluruh atau mempertahankan sistem kapitalis sekuler liberal yang jelas-jelas merusak pergaulan remaja.

Wallahualam bissawab. [Dara]