Alt Title

Kaum Difabel dalam Pelukan Kapitalis, Sungguh Miris

Kaum Difabel dalam Pelukan Kapitalis, Sungguh Miris

Para difabel, jangan dipandang sebagai beban ekonomi atau beban APBN. Negaralah yang bertanggung jawab seperti apapun keadaan mereka. Negara juga tidak boleh memanfaatkan mereka agar bisa menopang perekonomian nasional

Ketika mereka bisa berkarya di UMKM yang penghasilannya tidak seberapa, negara baru memperperhatikan mereka. Terus kemana peran negara selama ini?

______________________________


Penulis Neneng Sriwidianti

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pengasuh Majelis Taklim



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pujian madu berbalut racun sebagai "pahlawan ekonomi" telah diberikan kepada kaum difabel. Karena mereka dianggap telah memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional melalui usaha yang mereka lakukan, baik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Atas usahanya tersebut, pemerintah memberikan kemudahan bagi mereka dalam mengakses jasa keuangan.


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mempermudah akses keuangan bagi penyandang disabilitas atau difabel dalam membuat tabungan, asuransi hingga kredit dari perbankan. Menurut, Friderica Widyasari Dewi bahwa para difabel ini adalah pahlawan-pahlawan ekonomi Nusantara. Friderica juga menyeru kepada seluruh pelaku usaha jasa keuangan untuk memberikan kemudahan dan fasilitas bagi penyandang disabilitas. OJK juga membuka pendampingan untuk disabilitas yang ingin mendapatkan akses keuangan. (CNNIndonesia[dot]com, 15/8/23)


Para penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama dengan rakyat lainnya. Termasuk mendapatkan kemudahan dan fasilitas untuk melakukan kegiatan ekonomi. Mereka harus diberikan pelatihan agar bisa mandiri dalam segala hal. Terlebih lagi, jika mereka adalah para laki-laki yang mempunyai kewajiban menafkahi diri dan keluarganya. Namun, negara tidak boleh mengambil manfaat dengan program pemberdayaan ekonomi ini, sekalipun dengan dalih pemberdayaan. 


Dalam kondisi apapun yang terjadi pada rakyat, negaralah yang harus bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan asasi warganya, mulai dari pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara tidak boleh abai dalam hal ini atau mengalihkan tanggung jawabnya ke pihak lain. Rakyat yang mempunyai kekurangan fisik pasti tidak bisa optimal dalam bekerja. Jangankan kaum difabel, bagi mereka yang secara fisik sempurna, negara wajib memenuhi seluruh kebutuhan asasinya.


Para difabel, jangan dipandang sebagai beban ekonomi atau beban APBN. Negaralah yang bertanggung jawab seperti apapun keadaan mereka. Negara juga tidak boleh memanfaatkan mereka agar bisa menopang perekonomian nasional. Ketika mereka bisa berkarya di UMKM yang penghasilannya tidak seberapa, negara baru memperperhatikan mereka. Terus kemana peran negara selama ini? Negara seharusnya malu kalau menggantungkan perekonomian nasional pada para difabel. Sungguh miris, kaum difabel dalam pelukan kapitalisme saat ini. Para difabel ini digiring untuk berlomba dalam medan persaingan dengan pengusaha yang mempunyai fisik sempurna. 


Seharusnya, sumber daya alam seperti tambang migas dan nonmigas yang melimpah di negeri ini dijadikan sebagai sumber ekonomi strategis oleh negara bukan mengandalkan penghasilan para difabel. Apalagi, Indonesia sebagai negeri dengan kekayaan alamnya yang melimpah ruah, sebenarnya cukup untuk membiayai rakyatnya hidup sejahtera, kalaulah kekayaan alamnya itu tidak diberikan dan dijual kepada asing dan aseng. 


"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR Al-Bukhari)


Dalam Islam, penguasa mempunyai kewajiban untuk mengurusi kebutuhan rakyatnya secara sempurna. Tidak ada perbedaan antara orang yang fisiknya sehat maupun difabel. Semuanya, asal dia warga negara memiliki kedudukan yang sama. Namun, negara harus lebih memperhatikan para difabel daripada rakyat lainnya yang sempurna fisiknya.


Negara juga senantiasa memperhatikan kebutuhan kaum difabel dalam pembangunan infrastruktur, agar memudahkan mereka untuk beraktivitas. Misalnya, dengan penyediaan penanda khusus di jalan agar mereka terhindar dari mara bahaya. Negara harus memikirkan agar para difabel bisa menjalankan aktivitasnya secara mandiri, termasuk untuk mencari nafkah dengan memberikan pelatihan-pelatihan sesuai kemampuannya.


Penguasa hari ini, seharusnya mengambil pelajaran dari para khalifah di masa lalu dalam mempraktekkan pengurusannya pada para difabel. Khalifah Umar bin Abdul Aziz, contohnya, memerintahkan para pejabat Syam untuk mendata para pensiunan, tunanetra, jompo, dan orang sakit untuk memperoleh tunjangan. Perintah tersebut dijalankan dengan baik karena dorongan ketakwaan dan rasa takut yang tinggi kepada Allah Swt.


Oleh karena itu, hanya dalam pelukan Islam kafah para difabel akan terpenuhi segala kebutuhannya dan terjamin kesejahteraannya. Sebuah keniscayaan saat ini, maka kita harus segera mencampakkan sistem kapitalisme yang hanya bertindak sebagai regulator kepentingan penjajah bukan periayah urusan rakyat. Wallahualam bissawab. [GSM]