Alt Title

Jual Beli Ginjal Libatkan Aparat, Hilangkan Orientasi Akhirat

Jual Beli Ginjal Libatkan Aparat, Hilangkan Orientasi Akhirat

Keterlibatan warga, aparat dan petugas imigrasi dalam tindak kejahatan jual beli organ serta sengkarut yang muncul dari balik kejahatan ini sesungguhnya merupakan buah dosa dari penerapan sistem sekuler kapitalisme

______________________________


Penulis Elfia Prihastuti, S.Pd.

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan



KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Negeri ini adalah surga bagi berbagai tindak kejahatan. Sifat mudah tergiur dengan tawaran pundi-pundi materi, membuat penduduk negeri ini dan aparatnya terseret dalam pusaran sindikat kejahatan global. Hal ini terbukti seiring dengan terungkapnya sebuah kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sindikat internasional berupa jual beli ginjal ke Kamboja.


Tim Gabungan Polda Metro Jaya bersama Polres Metro Bekasi telah berhasil mengungkap kasus jual beli ginjal jaringan internasional. Polisi menetapkan 12 orang tersangka, dengan rincian 10 orang di antaranya merupakan bagian sindikat, satu orang koordinator secara keseluruhan, 2 oknum anggota polri dan pegawai imigrasi. (Liputan6, 22/7/2023)


Berdasarkan, Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2021, pemerintah melarang jual beli organ dan/atau jaringan tubuh dengan alasan apapun. Donor organ hanya bisa dilakukan dengan tujuan kemanusiaan. Sebenarnya, melalui Kementerian Kesehatan telah dibentuk Komite Transplantasi Nasional (KTN) sejak 2016. Tugas komite di antaranya, menyiapkan kebijakan transplantasi organ dan mengkaji kelayakan pasangan resipien dan pendonor. (RRI[dot]go[dot]id, 25/7/2023)


Namun, sejak komite ini dibentuk tidak banyak yang mendaftarkan diri menjadi pendonor. Sehingga, orang yang membutuhkan donor organ menjadi kesulitan mendapatkannya. Inilah akhirnya yang menjadi celah para sindikat untuk beroperasi, bahkan sampai ke luar negeri.


Motif Materi


Faktor ekonomi kerap menjadi kambing hitam yang melatarbelakangi setiap tindak kejahatan. Hal ini menunjukkan betapa rapuhnya akses masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Wajar, jika iming-iming cuan menjadi daya tarik yang mampu memikat mereka. 


Terungkap, bahwa setiap organ dihargai Rp200 juta. pendonor atau korban, dijanjikan Rp135 juta. Sedangkan untuk pelaku mendapat Rp65 juta sudah termasuk biaya tiket pesawat, biaya makan dan general check up untuk pendonor. Sementara, bagi petugas yang telah memuluskan pemberangkatan warga untuk mendonasikan organnya, mendapatkan Rp3.5 juta hingga Rp3.7 juta. TPPO dengan modus jual beli ginjal ini ternyata sudah berlangsung sejak tahun 2019. Omset yang berhasil diraup mencapai Rp24.4 miliyar.


Fakta yang ada cukup menjelaskan, bahwa motif yang mendasari tindak kejahatan ini baik korban maupun pelaku adalah materi. Bagi korban, ternyata dengan iming-iming akan menerima uang sebesar Rp135 juta sudah cukup bagi mereka untuk menyerahkan ginjalnya. Padahal jika melihat risiko yang harus dihadapi hidup dengan satu ginjal, harga itu bukanlah harga yang pantas untuk mereka terima. Bagi petugas dan pelaku keuntungan yang akan mereka raih menjadi dorongan yang kuat untuk melakukan tindak kejahatan tersebut. Sehingga mereka tidak mampu berpikir akibat kejahatan yang mereka lakukan.


Dilema Pasien Gagal Ginjal Kronis


Maraknya jual beli organ ginjal berdampak bagi para penderita gagal ginjal kronis. Para penderita mengalami dilema. Sulitnya mencari donor yang legal membuat pasien cuci darah akhirnya mencari ginjal melalui jalan yang ilegal. Sebab di satu sisi, untuk mendapat pendonor legal, harus mengantre lama, di sisi lain mereka mulai putus asa karena harus bertaruh dengan nyawa.


Semua penderita pasti akan melakukan hal itu. Indonesia belum memiliki sistem tranplantasi yang baik. Pasien gagal ginjal harus kejar kejaran dengan waktu antara hidup dan mati. Tapi tentu saja bagi mereka yang memiliki uang. Sementara, bagi mereka yang tidak punya uang hanya bisa menerima dan pasrah. Situasi inilah yang dimanfaatkan sindikat untuk beroperasi.


Dua Dosa Sistem Kapitalis Sekuler


Keterlibatan warga, aparat dan petugas imigrasi dalam tindak kejahatan jual beli organ serta sengkarut yang muncul dari balik kejahatan ini sesungguhnya merupakan buah dosa dari penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini telah menanamkan paham yang berbahaya. Paham kapitalisme memandang bahwa hidup di dunia semata untuk mencari kesenangan dan menumpuk materi sebanyak mungkin. Akibatnya segala cara dipergunakan demi mendapat harta dan pengakuan eksistensi diri. 


Akhirnya, karena sulitnya akses pemenuhan kebutuhan hidup lewat jalan yang halal, mendorong masyarakat untuk melakukan praktik haram. Hanya dengan iming-iming instan tanpa harus berusaha payah mereka rela menjual ginjalnya tanpa peduli dengan kesehatannya. Itulah dosa pertama dari penerapan sistem kapitalis sekuler.


Tersingkirnya agama dari kancah kehidupan membuat masyarakat tidak mempunyai pedoman hidup dan bertingkah laku atas dorongan hawa nafsu. Hidup tidak lagi diorientasikan pada akhirat. Hanya di pergunakan untuk kesenangan duniawi. Inilah yang menjadi standar kebahagiaan paham sekulerisme kapitalisme. 


Ironisnya, negara dengan sadar menerapkan sistem sekuler kapitalis. Sehingga paham sekulerisme kapitalisme menjalar dan menjadi pedoman hidup masyarakat. Berbagai penerapan sistem yang ada hanya menghasilkan manusia lemah iman dan kefasadan. Misalnya sistem pendidikan, tidak mampu mencetak pribadi-pribadi yang kuat keimanannya. Sehingga bermunculan aparat dan pegawai negara yang tidak amanah dan menjadi pendukung kejahatan. Sedang hukuman yang diterapkan tidak mampu memberikan efek jera.


Sementara dosa  kedua, himpitan hidup akibat sulitnya mencari pekerjaan, mahalnya pemenuhan kebutuhan pokok, biaya layanan, dan lainnya juga disebabkan penerapan sistem sekuler kapitalis. Sistem ini memposisikan penguasa bukan sebagai pengurus bagi rakyatnya. Melainkan hanya sebagai regulator. Sehingga berbagai cara dilakukan agar bisa survive menjalani kehidupan.


Begitu juga bagi para penderita ginjal kronis. Sejauh ini belum ada tindakan solutif yang mampu meringankan penderitaan akibat mengidap penyakit gagal ginjal. Sementara, banyak negara lain yang telah menerapkan sistem yang lebih maju terkait dengan masalah transplantasi.


Islam Menjamin Keamanan dari Tindak Kejahatan bagi Rakyatnya


Situasi akan berbeda manakala sistem Islam (Khilafah)  diterapkan secara sempurna. Kehidupan rakyat akan terlindungi dari kejahatan dan rakyat juga mengalami kesejahteraan tanpa harus bersinggungan dengan praktik-praktik haram. Karena sistem Khilafah menempatkan penguasa adalah pengurus dan pelindung bagi rakyatnya. Dalam sebuah hadis nabi dinyatakan :


"Imam (Khalifah) adalah ra'in (pengurus rakyat) ia akan diminta bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)


Dalam hadist lain Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung dari musuh dengan kekuasaannya." (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abi Dawud dan lain-lain)


Hadis tersebut menjelaskan seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt.. Kepengurusan yang baik dan benar hanya dengan menerapkan sistem Islam secara kafah. Penerapan sistem ekonomi yang komprehensif akan menjamin kesejahteraan masyarakat. Negara akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat dengan pengelolaan berbagai sumber daya alam dengan benar. Hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat berupa pemenuhan kebutuhan pokok. Seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan. Dengan begitu masyarakat akan dapat mengaksesnya secara cuma-cuma.


Sedang sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam akan difokuskan pada pembentukan kepribadian Islam bagi peserta didik. Sehingga menghasilkan output pendidikan yang kuat imannya, dan menjadi aparat-aparat yang amanah. Sehingga tidak akan bersinggungan dengan tindak kejahatan.


Negara menjamin kebutuhan rakyat, termasuk menyelesaikan berbagai persoalan layanan. Berusaha meningkatkan kualitas layanan masyarakat dan berpacu mencapai kemajuan demi  memudahkan masyarakat mendapat pelayanan cepat dan solutif. Sehingga tidak ditemukan kesalahan berulang. Wallahualam bissawab. [Dara]