Alt Title

Fasilitas Umum Bisa Memeras dalam Sistem Kapitalis

Fasilitas Umum Bisa Memeras dalam Sistem Kapitalis

Dalam Islam, perencanaan pembangunan dilakukan menurut kebutuhan umat, bukan sekadar reputasi maupun modernisasi sebuah negara

Pemerintahan dalam sistem Islam akan mengatur skala prioritas pembangunan tersebut

______________________________


Penulis Oom Rohmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Member Akademi Menulis Kreatif 




KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah melaporkan kepada presiden, bahwa ada 58 proyek strategis nasional (PSN) infrastruktur yang belum dimulai pembangunannya. Padahal Presiden Jokowi menargetkan seluruh PSN harus selesai pada tahun 2024. Nilai investasi 58 PSN infrastruktur yang belum dibangun tersebut mencapai Rp420 triliun.


Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian sekaligus Ketua Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Wahyu Utomo saat ditemui di kantornya. Wahyu merinci di antara 58 PSN yang belum dibangun itu di antaranya MRT East-West rute Cikarang-Balaraja, kereta api semi cepat Jakarta-Surabaya, Pelabuhan New Ambon, ruas-ruas tol yang menjadi bagian dari Tol Trans Sumatera, Tol Bocimi yang akan diteruskan sampai Sukabumi, dan Tol Getaci. 


Menurutnya, tahun-tahun sebelumnya beberapa PSN juga tidak selesai dibangun, yang pastinya berpotensi untuk dikeluarkan dari daftar PSN pemerintah. Untuk Sementara belum dikeluarkan, meski nantinya dikeluarkan dari PSN, tapi proyek-proyek tetap masih bisa diteruskan. Yaitu dengan alternatif pembiayaan yang bisa ditawarkan kepada pemerintah daerah maupun investor lainnya. Karena prioritas pemerintah adalah bergerak terus. (CNBC Indonesia,13/7/2023)


Jika dicermati, jelas perencanaan pembangunan ini jauh dari kata profesional. Sebab pada awalnya tampak dramatis hingga terdengar bombastis, tetapi tidak realistis. Jika memang infrastruktur tersebut proyek strategis nasional, tentunya harus memberikan manfaat untuk masyarakat. Apalagi kalau diperhatikan proyek ini bukanlah sesuatu yang urgent. Karena masih banyak pembangunan yang lebih utama daripada proyek tersebut. Salah satunya dalam hal pendidikan, seperti banyaknya sekolah yang rusak, akses jalan semisal jembatan, jaringan listrik, dan internet di pedesaan yang masih kesulitan.  


Anehnya, yang seperti itu tidak termasuk PSN dan justru mengutamakan pembangunan jalan tol yang biayanya kerap memunculkan polemik. Yaitu dengan berutang atau menggunakan dana BUMN. Akibatnya, untuk menutupi utang tersebut, maka jalan tol yang sudah selesai dibangun kemungkinan untuk dijual atau didivestasikan ke pihak swasta. Sehingga, yang menikmati bukan lagi rakyat, tapi segelintir orang saja. Sementara rakyat terpaksa merogoh kocek lagi. 


Inilah gambaran negara dalam sistem kapitalisme yang tidak berperan sebagai pengurus umat. Pembangunan yang berlangsung bukan diperuntukkan bagi kemaslahatan rakyat, akan tetapi demi kepentingan dan keuntungan pihak korporasi.


Proyek-proyek dalam sistem kapitalisme tidak membawa pada pemerataan pembangunan yang bisa diakses dengan mudah oleh rakyat di mana pun dan sampai kapanpun. Dalam kacamata kapitalisme, capaian profit atau keuntungan tertinggi dengan modal yang serendah-rendahnya adalah sesuatu yang biasa. Pelaksanaan pembangunan di suatu negara penganut kapitalisme juga menggunakan format perusahaan yang berdasarkan perputaran roda bisnis. 


Akibatnya, berjalannya sebuah proyek infrastruktur jauh dari kata amanah. Sehingga, masyarakat umum kemudian menganggap wajar ketika harus bayar tol, tiket transportasi umum, maupun retribusi masuk terminal/pelabuhan, yang semua itu sejatinya tarif dalam rangka bisnis. Ditambah lagi turun fluktuasi perdagangan minyak yang direncanakan/diperbincangkan  untuk menghalalkan kenaikan harga BBM dan tarif listrik, yang keduanya sangat vital bagi kepentingan publik. Maka, tidak heran jika relasi penguasa dengan rakyatnya makin nyata ibarat penjual dan pembeli. 


Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam, proyek pembangun perencanaannya matang dan direalisasikan dengan diperuntukkan bagi rakyat. Pembangunan tidak dilakukan dengan orientasi bisnis yang mengutamakan para pemilik modal, akan tetapi negara hadir sebagai pengurus umat dengan sungguh-sungguh melayani. Dalam sebuah hadis riwayat Muslim dan Ahmad dikatakan bahwa seorang Imam/pemimpin adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.


Begitu juga dalam hal pembangunan, tidak diukur dengan megahnya insfratruktur fasilitas publik, tetapi lebih memerhatikan pada pembangunan sumber daya manusia yang berkepribadian baik dan berakhlak mulia. Karena, SDM unggul adalah modal dasar membangun peradaban gemilang. Sehingga, negara mampu memberikan fasilitas umum seperti jalan raya, pelabuhan, bendungan, bandara, sekolah dan rumah sakit yang merata di seluruh daerah. Tidak hanya itu  kebutuhan listrik, migas, dan air yang merupakan insfratruktur yang dibutuhkan manusia dan wajib dipenuhi oleh negara. 

 

Sehingga penggunaannya gratis tanpa dipungut biaya. Sebab, dalam Islam yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ahmad bahwasanya: “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.”


Berdasarkan hal ini, jelas sudah saatnya kita meninggalkan sistem kapitalisme, dengan beragam keturunan dan kezalimannya. Karena, yang kita butuhkan adalah sistem ideologi yang mampu mengelola urusan publik, tidak terkecuali perihal perencanaan pembangunan berbagai fasilitas umum. Yaitu sebuah ideologi Islam, melalui penerapan sistem ekonomi Islam.


Dalam Islam, perencanaan pembangunan dilakukan menurut kebutuhan umat, bukan sekadar reputasi maupun modernisasi sebuah negara. Pemerintahan dalam sistem Islam akan mengatur skala prioritas pembangunan tersebut. Demikian, pemerintahan Islam penguasa hadir dalam setiap urusan rakyatnya dan memberikan solusi tuntas. Negara  menutup berbagai celah bisnis terhadap layanan publik, beserta seluruh mekanisme dan perencanaan pembangunannya.


Sehingga, fasilitas publik yang disediakan oleh negara tidak memeras keuangan rakyat seperti dalam sistem kapitalis. Ini karena para penguasa dan pejabat dalam sistem pemerintahan Islam sangat memahami amanah di balik jabatannya mengandung pertanggungjawaban besar di akhirat kelak. Untuk itu umat harus bersatu dan bersama memperjuangkan kembali agar tegaknya sistem pemerintahan Islam segera terwujud. Wallahu alam bissawab . [Dara]