Antara Keadilan dan Kebatilan
Opini
Jika sudah membawa-bawa materi, maka hilanglah yang namanya keadilan itu.
Bahkan ironisnya, jika kebatilan yang dilakukan sampai pada taraf akidah atau sampai menghilangkan nyawa tidak akan diselesaikan secara tuntas, malahan akan dibentuk satu opini untuk membuat perhatian masyarakat teralihkan oleh ketidakadilan yang terjadi
_________________________
Penulis Siti Nurtinda Tasrif
Tim Kontributor Tetap Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pada dasarnya keadilan dan kebatilan akan selalu ada bahkan hingga akhir dunia (kiamat). Di manapun seseorang tinggal maka akan terus berjumpa dengan kedua keadaan ini. Parahnya lagi di negara Indonesia tidak memiliki sistem yang baku terhadap keadilan dan kebatilan. Maka tidak heran jika saat ini kebatilan merebak di tengah-tengah masyarakat.
Di samping itu, umat juga sedang mengalami krisis keadilan. Di mana sebesar apapun kebenaran yang dimiliki oleh seseorang, tetapi jika tidak memiliki cukup harta untuk menyokong kebenarannya maka tetap dikatakan sebagai kesalahan. Sehingga tingkat kepercayaan terhadap keadilan yang dipaparkan oleh oknum pemerintahan menjadi sangat rendah.
Bahkan, beberapa waktu lalu, sempat viral mengenai salah satu lembaga pendidikan. Sebut saja Al Zaytun, salah satu lembaga yang viral dengan sistem pendidikan termasuk mazhab yang digunakan dalam pengambilan hukumnya. Bahkan ironisnya lembaga ini sama sekali tidak ditutup melihat besarnya kisruh yang diciptakan. Bahkan sudah masuk pada ranah penistaan agama.
Lembaga ini, sangat berbahaya bagi generasi. Apalagi generasi saat ini cenderung menyerap seluruh informasi tanpa adanya penyaring. Maka bisa saja generasi akan mudah terpengaruh oleh pandangan maupun pemikiran yang bertolak belakang dengan akidah. Sehingga semakin menjauhkan generasi dari pentingnya agama dalam hidupnya, baik dunia maupun akhirnya.
Maka, berkenaan dengan Al Zaytun sendiri, ponpes ini merupakan lembaga yang memiliki pandangan yang sama sekali berbeda dengan ponpes-ponpes lainnya. Karena memang, dilihat dari penguatan akidahnya, bukan saja sangat minim tetapi mengarah pada pengingkaran akidah secara keseluruhan.
Sebagaimana yang penulis kutip dari Media kompas[dot]com (03/07/2023) bahwasanya Ponpes Al Zaytun melakukan penyimpangan dalam beribadah, di mana menganjurkan bersampurnya shaf salat antara laki-laki dan perempuan. Anjuran ini disorot pertama kali, tatkala direkam dan diunggah di media sosial pada saat salat Idulfitri 1444 Hijriah. Pada rekaman video tersebut terlihat bercampurnya shaf salat antara jemaah laki-laki dan perempuan di ponpes Al Zaytun.
Bahkan, dari postingan tersebut, ponpes Al Zaytun sempat dilaporkan dan pemerintah akan menerapkan sanksi administrasi hingga sanksi pidana untuk ponpes Al Zaytun. Hal tersebut diputuskan setelah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD bertemu dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Melihat adanya respon dari pemerintah, tentu menjadi suatu hal yang membahagiakan karena menunjukkan betapa pentingnya dalam menegakkan keadilan. Namun pada faktanya, ponpes itu tidak dihentikan, karena melihat banyaknya keuntungan yang disuplai dari ponpes ini ke negara. Misalnya dalam pajak tanahnya atau hal-hal yang berkaitan dengan materi yang dapat menambah pemasukan APBN dalam negeri ini.
Sehingga, jika sudah membawa-bawa materi, maka hilanglah yang namanya keadilan itu. Bahkan ironisnya, jika kebatilan yang dilakukan sampai pada taraf akidah atau sampai menghilangkan nyawa tidak akan diselesaikan secara tuntas, malahan akan dibentuk satu opini untuk membuat perhatian masyarakat teralihkan oleh ketidakadilan yang terjadi.
Di samping karena oknum yang melakukan ketidakadilan merupakan orang yang memiliki banyak materi, sehingga mampu melindunginya dari sanksi-sanksi yang akan menghukumnya sebagai balasan atas kebatilan yang dilakukan. Kehidupan yang dipenuhi oleh ambigunya keadilan dan kebatilan, tentu dipengaruhi oleh pemikiran dan pandangan hidup tertentu, yaitu sekulerisme kapitalisme.
Pandangan hidup sekulerisme, menciptakan generasi yang mengalami krisis, baik krisis jati diri dan kebenaran dalam hidupnya. Bahkan pemikiran yang lahir dari pandangan hidup kapitalisme, hanya mengarahkan hidup manusia untuk dunia semata. Baik itu mengenai, ekonomi, gaya berpakaian, gaya hidup yang foya-foya, makanan yang serba instan, dan tontonan yang tidak memiliki batas-batas sesuai hukum syarak.
Jika pandangan seperti ini terus dibiarkan menancap dalam diri umat, maka akan terjadi pelencengan kesadaran dan tujuan hidup yang semakin tidak jelas. Oleh sebab itu, haruslah ada usaha untuk mencari pandangan hidup yang tepat pun tujuan hidup yang jelas. Maka semua itu berasa dalam satu asas dan satu ideologi yakni Islam.
Islam merupakan agama yang sempurna dan paripurna. Juga merupakan wahyu yang diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Menjadikannya sebagai ideologi yang sesuai dengan fitrah manusia. Dan sekaligus sebagai petunjuk dalam hidup. Di mana semua terdapat di dalam Islam, mulai dari bangun tidur hingga bangun negara. Saking sempurnanya Islam membuat para penganutnya merasa cukup dan syukur tanpa batas.
Ironisnya, Islam hanya diterapkan oleh individu saja, sedangkan negara tidak sama sekali. Bahkan dunia saat ini menganggap Islam hanya sebagai ancaman bagi eksistensi pengusung kapitalis. Para kapitalis akan berusaha meredam geliat kebangkitan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu perlu ada usaha yang lebih keras untuk menegakkannya.
Kemudian dalam usaha ini, tidak boleh terlupa untuk terus berusaha, berdoa dan bersabar hingga janji Allah Swt. bisa segera ditunaikan. Kemudian usaha ini harus terus digulirkan untuk menjadi bukti terhadap perjuangan dalam menegakkan islam. Sehingga jika Islam sudah tegak nantinya akan hadir yang namanya sistem baku. Di mana keadilan tetaplah keadilan sedangkan kebatilan tetaplah kebatilan. Begitu pula hukum-hukum yang berlaku dalam sistem Islam. Wallahualam bissawab [MDEP]