Alt Title

TPPO di Dunia Pendidikan Makin Mengkhawatirkan

TPPO di Dunia Pendidikan Makin Mengkhawatirkan


Berbeda halnya dengan sistem pendidikan Islam yang menargetkan peserta didik untuk menjadi generasi yang berkepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah), bukan menjadi pekerja. Tsaqafah Islam dan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa pendidikan dijadikan sebagai bekal untuk memberi solusi bagi problematika kehidupan, bukan sekedar hanya meraih gelar semata. Jadi, hanya sistem pendidikan  Islamlah yang mampu menghasilkan output terbaik bagi generasi

--------------------------

Penulis Erni Setianingsih Masrullah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah Kampus


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI- Problem yang terjadi di negeri ini  kian menjadi-jadi. Berbagai macam kasus dan persoalan yang terjadi makin  beragam kasusnya yang menimpa masyarakat saat ini. Seperti baru-baru ini terjadi yaitu Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang berkedok program magang ke Jepang.


Menurut Anis, kasus TPPO berkedok magang ini biasanya menyasar kelas 12 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang memiliki program magang di akhir tahun ajaran. "Jadi, kalau di tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) biasanya merupakan anak magang kelas 3 (tiga), biasanya di beberapa negara di Asia Tenggara, terutama di Malaysia, sudah banyak kasus yang terjadi", kata dia. Sedangkan tingkat di Perguruan Tinggi, beberapa negara menjadi sasaran Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) meluas ke Asia Timur seperti Jepang dan Korea Selatan. (nasional.kompas.com, 08/07/2023).


Peristiwa kasus TPPO di atas sangat meresahkan masyarakat dan tentu menampar dunia pendidikan kita, karena magang jelas berbeda dengan dunia bekerja. Yang seharusnya magang menjadi jalan pembelajaran secara langsung bagi para peserta didik di lapangan sebagai bekal mereka ketika memasuki dunia kerja. Hal yang sama pun juga patut kita waspadai untuk program serupa, yakni Praktik Kerja Lapangan (PKL) atau Prakerin (praktik kerja industri) yang tidak lain merupakan program wajib bagi siswa SMK agar dapat naik kelas.


Sedangkan, saat ini magang dijadikan sebagai program resmi Kementerian Pendidikan dalam program kampus merdeka sebagai cara pembelajaran efektif agar mahasiswa lebih cepat terampil dan lebih cepat bekerja. Namun, dengan kasus TPPO ini, dunia pendidikan jadi tercoreng dan mendapat perhatian serta mengkhawatirkan. Pasalnya slogan kerja, kerja, kerja,  kembali ditunggangi oleh kepentingan kaum kapitalis atau dengan motif bisnis. 


Dalam dunia pendidikan saat ini pun masyarakat telah memiliki mindset bahwa tujuan dalam menempuh pendidikan adalah agar dapat memiliki pekerjaan yang bagus, memiliki gaji yang besar, serta bergengsi. Sistem kapitalisme saat ini memang sudah menggurita diberbagai aspek. Dan kapitalisme pun telah membuat negeri ini di kuasai oleh para pemilik modal sehingga kebijakan ekonomi pun akan mengikuti kepentingan para kapital.


Memang sangat miris hidup di sistem sekuler kapitalisme yang membuat kehidupan makin serba sulit, sehingga membuat masyarakat berlomba-lomba untuk mencari cara agar dapat memiliki pekerjaan. Sampai akhirnya kesempatan ataupun bekerja ke luar negeri pun menjadi incaran. Dari fakta  kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ini, tampak bahwa negara gagal melindungi generasi. Jadinya, mereka ditipu dengan iming-iming gaji yang besar dan kesejahteraan, tetapi ujung-ujungnya ternyata mereka diperdagangkan.


Memang pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan untuk menyelesaikan kasus TPPO. Tapi nyatanya, tindak pidana perdagangan orang tidak kunjung bisa diselesaikan, bahkan Indonesia menjadi negara asal utama perdagangan orang. Artinya, banyak warga Indonesia yang menjadi korban sindikat perdagangan orang internasional. Sungguh sangat miris.


Berbeda halnya dengan sistem pendidikan Islam yang menargetkan peserta didik untuk menjadi generasi yang berkepribadian Islam (syakhsiyah Islamiyah), bukan menjadi pekerja. Tsaqafah Islam dan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa pendidikan dijadikan sebagai bekal untuk memberi solusi bagi problematika kehidupan, bukan sekedar hanya meraih gelar semata. Jadi, hanya sistem pendidikan  Islamlah yang mampu menghasilkan output terbaik bagi generasi.


Selain dari pada  ilmu pengetahuan dan tsaqafah Islam, ternyata peserta didik dalam sistem pendidikan Islam juga memperoleh pemahaman mengenai hakikat bekerja menurut Islam yang disertai seluruh keahlian maupun pelatihan yang diperlukan untuk memasuki dunia kerja. Bekerja merupakan salah satu jalan mencari nafkah. Hukum asal bekerja bagi laki-laki adalah wajib, sedangkan bagi perempuan adalah mubah (boleh). Islam pun mengatur tentang kontrak kerja (ijarah) sehingga majikan dan pekerja terhindar dari akad zalim yang justru bisa mengeksploitasi pekerja.


Sistem Islam akan menutup pintu-pintu TPPO atau segala bentuk perdagangan manusia yang sangat jelas haram dalam pandangan Islam. Karena Islam sangat menjaga harta dan jiwa kaum muslim maupun kaum non muslim di bawah naungan institusi Islam.


"Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian (untuk ditumpahkan) dan harta kalian (untuk dirampas) dan kehormatan (untuk di rusak). Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya bulan ini, haramnya negeri ini". (H.R Bukhari).



Dalam sistem Islam, negara akan memfasilitasi agar pelaksanaan hukum syara tersebut dapat dilaksanakan oleh masyarakat. Dengan demikian Islam pun akan mengkondisikan agar masyarakat dapat hidup di bawah naungan syariat Islam kafah. Dan kehidupan bernegara yang diatur dengan syariat Islam tentu akan jauh dari kepentingan-kepentingan individu yang haus akan hawa nafsu. Karena, hanya negara lah yang akan menjadi benteng pertahanan penjagaan kaum muslim setelah masyarakat dan individu. Negara akan menjamin pelaksanaan Islam secara kafah sehingga rasa takut kepada Allah swt. sajalah yang menjadikan seseorang bersikap dan bertindak.

Wallahualam bissawab. [SJ]