Alt Title

Pinjol Menjerat, Hidup Semakin Berat

Pinjol Menjerat, Hidup Semakin Berat

 


Cara pandang hidup kapitalis sekuler yang meracuni masyarakat semakin menjerat mereka pada pinjol yang tak berkesudahan. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, mewarnai kehidupan masyarakat dengan gaya hidup hedonis dan matrealis. Mereka memandang sumber kebahagiaan ada pada materi dan kesenangan jasadiyah semata

-------------------------

Penulis Siska Juliana 

Tim Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Tren pinjaman online (pinjol) semakin meningkat di tengah masyarakat. Hal ini selaras dengan masyarakat dalam bertransaksi bisnis melalui digital. Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kinerja outstanding pembiayaan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online meningkat. 


Menurut data, pada Mei 2023 sebesar Rp 51,46 triliun atau tumbuh sebesar 28,11 persen year on year (yoy). Sebanyak 38,39 persen dari jumlah tersebut disalurkan kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Bagi pelaku usaha perseorangan disalurkan sebesar Rp 15,63 triliun dan badan usaha senilai Rp 4, 13 triliun. (Jawapos.com, 12/07/2023) 


Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Aman Santosa menjelaskan bahwa data tersebut adalah nilai pokok pinjaman dari masyarakat yang beredar melalui pinjaman online, jumlahnya masih bisa meningkat atau menurun.


Tingkat Wanprestasi 90 hari atau TWP90 adalah angka pinjaman yang bermasalah pada perjanjian pinjaman di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo. Tercatat pada bulan Mei 2023, angka ini naik dari bulan sebelumnya sebesar 2,82 persen. 


Friderica Widyasari Dewi, Anggota Dewan Komisioner OJK yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen mengatakan bahwa individu yang cenderung menggunakan pinjol untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup  konsumtif lebih mudah terjebak dalam kredit macet. Ia menyebutkan kebutuhan gaya hidup untuk membeli kebutuhan-kebutuhan akan barang mewah dan hiburan. 


Banyak hal yang mempengaruhi meningkatnya tren pinjol. Diantaranya adalah kesempitan hidup yang menimpa sebagian masyarakat negeri ini. Lebih dari 26 juta rakyat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Itulah sebabnya, pinjol menjadi jalan termudah yang dipilih untuk menutupi kekurangan biaya hidup.


Ada juga yang mencoba peruntungan di bidang UMKM yang tentunya membutuhkan modal. Hasilnya, mengambil pinjol adalah pilihannya. Kesempitan hidup yang menimpa masyarakat tidak lepas dari penerapan sistem kapitalisme. Dalam sistem ini seluruh komoditas dikapitalisasi atau dibisniskan. Mulai dari perdagangan, pendidikan, hingga kesehatan. Rakyat mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya karena harganya terlalu mahal. 


Cara pandang hidup kapitalis sekuler yang meracuni masyarakat semakin menjerat mereka pada pinjol yang tak berkesudahan. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, mewarnai kehidupan masyarakat dengan gaya hidup hedonis dan matrealis. Mereka memandang sumber kebahagiaan ada pada materi dan kesenangan jasadiyah semata. 


Berlomba-lomba mengejar kesenangan materi. Sedangkan untuk mencapai kesenangan tersebut, dibutuhkan uang yang tidak sedikit. Apalagi diperkuat dengan gempuran media yang terus menerus memengaruhi  masyarakat untuk hidup hedon. Orang-orang yang jauh dari pemahaman Islam tidak lagi peduli apakah harta yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya halal atau haram. Karena pinjol ini jelas disertai dengan riba. 


Negara cenderung abai pada ketakwaan masyarakatnya, termasuk kesejahteraannya. Negara melegalkan praktik pinjol dengan adanya perizinan lembaga pinjol. Mewujudkan suatu masyarakat yang bebas dari riba, membutuhkan peran negara di berbagai bidang. 


Berbeda dengan Khilafah yaitu sistem pemerintahan yang berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunah tidak akan membenarkan adanya praktik riba. Penerapan Islam secara kafah akan menghilangkan praktik riba hingga ke akarnya. Khilafah akan berupaya memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya dengan penerapan sistem ekonomi Islam. 


Khilafah akan mempermudah dan memfasilitasi setiap kepala keluarga untuk bekerja. Mengadakan pelatihan, menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Lapangan kerja terbuka lebar karena seluruh kepemilikan rakyat hanya boleh dikelola oleh negara sehingga mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. 


Jika kepala keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya, maka yang wajib memenuhinya adalah kerabatnya. Negara akan mendata sistem kekerabatan sehingga bisa menunjang mekanisme ini. Jika seluruh kerabatnya tidak ada yang bisa memenuhi kebutuhannya, maka negara yang akan menafkahi yang diambil dari kas negara (Baitul Mal). Anggaran bagi masyarakat yang tidak mampu diambil dari pos zakat. 


Negara memenuhi kebutuhan dasar masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan dan keamanan. Seluruh pelayanan tersebut didapatkan secara gratis. Penghasilan yang didapatkan oleh individu masyarakat hanya difokuskan pada pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Ditambah kebutuhan sekunder atau tersiernya. 


Masyarakat yang memerlukan bantuan keuangan seperti modal, mahar dan yang lainnya, maka negara akan memberikan pinjaman tanpa riba melalui lembaga Baitul Mal. Negara akan melarang tegas pendirian lembaga pinjol dengan riba atau kegiatan sejenisnya. Sistem pendidikan Islam mencetak generasi yang memiliki akidah Islam kuat. Aktivitas yang dilakukan bukan untuk mengejar kebahagiaan duniawi semata, tetapi selalu dihiasi dengan amal saleh. 


Demikianlah sistem Islam akan mewujudkan masyarakat tanpa riba. Kehidupan dipenuhi keberkahan dan keridaan Allah Swt. Sungguh indah hidup di bawah naungan sistem Islam, Khilafah. 

Wallahualam bissawab. [SJ]