Alt Title

BPJS atau KRIS, akankah Menyejahterakan?

BPJS atau KRIS, akankah Menyejahterakan?

Program BPJS atau KRIS sebetulnya hanyalah bentuk pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan kesehatan yang seharusnya ditanggung oleh negara

Negara sudah seharusnya memberikan pelayanan yang terbaik bagi warganya tanpa ada pilihan jenis kelas. Tetapi pada kenyataannya negara justru abai terhadap tanggung jawab tersebut. Jaminan kesehatan bagi rakyat miskin masih sangat jauh dari kata optimal

______________________________


Penulis Rosyati Mansur, S.Si. 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah




KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dikabarkan mulai Januari 2025 pemerintah akan menghapus kelas iuran BPJS Kesehatan, kemudian menggantinya dengan Kelas Rawat Inap Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS JKN) di seluruh rumah sakit. Sistem kelas I, II, dan III yang ada pada BPJS akan dihilangkan secara total. Sehingga dengan adanya penerapan sistem KRIS ini sudah tidak ada lagi pelayanan kesehatan berdasarkan tingkatan kelas yang ada. Semua pelayanan diganti dengan kelas standar. (Cnnindonesia[dot]com, 19/06/2023)


Wakil Menteri Dante Saksono menuturkan bahwa penghapusan layanan kelas I, II, dan III pada BPJS akan memberikan layanan kesehatan secara merata untuk seluruh warga Negara Indonesia, tanpa melihat lagi besarnya iuran yang dikeluarkan. Sehingga dengan adanya pergantian akan terjadi perbaikan layanan kesehatan, mulai dari fasilitas hingga obat-obatan yang berkualitas.


Ada beberapa kriteria yang harus ditetapkan RS untuk melaksanakan penghapusan sistem kelas I-III salah satunya terkait dengan jumlah tempat tidur. Sebelumnya, kelas I memiliki kapasitas 1-2 orang per kamar, kelas II terdiri dari 3-5 orang per kamar, dan kelas III terdiri dari 4-6 orang per kamar. Sementara dalam sistem KRIS maksimal akan ada 4 tempat tidur dalam satu kamar. Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Asih Eka Putri mengatakan bahwa penerapan KRIS sedang dalam proses monitoring dan evaluasi. Selain itu dalam implementasinya juga masih menunggu perubahan Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 (Perpres 82/2018) tentang jaminan kesehatan.


Adanya pergantian Kelas BPJS dengan KRIS masih menyisakan pertanyan akankah pergantian tersebut mampu menyelesaikan problem kesehatan dengan optimal? Pasalnya, otak-atik kebijakan selama ini kerap kali terjadi. mulai dari jaminan KIS hingga BPJS semua tersedia. Namun hasilnya, kesejahteraan rakyat dari sisi kesehatan masih belum bisa terjamin. Banyak diskriminalisasi kesehatan antar warga, terutama bagi warga miskin. BPJS Watch mencatat sepanjang 2022 terdapat 109 kasus diskriminasi yang dialami pasien BPJS terkait pemberian obat, re-admisi, dan kepesertaan yang dinonaktifkan.


Di puskesmas, tindakan diskriminasi yang biasa didapatkan seperti pemberian obat yang tidak sesuai jatah sehingga pasien yang bersangkutan harus membeli kekurangan obat dengan uangnya sendiri. Belum lagi kasus pasien rumah sakit yang harus dipulangkan lebih awal padahal belum sembuh. Itu terjadi karena pembiayaan pasien BPJS menggunakan sistem paket. Jika pengobatan tetap dilanjutkan biaya yang dikeluarkan bisa lebih tinggi dari klaim. Begitulah beberapa kezaliman yang didapatkan dari pelayanan menggunakan BPJS, atau bisa dikatakan sebagai pemerasan berkedok jaminan. 


Karena sejatinya hari ini, kebijakan demi kebijakan termasuk BPJS ataupun KRIS bukanlah berbicara tentang bagaimana jaminan sosial bagi seluruh warga negara, melainkan bagaimana cara mengumpulkan dana asuransi yang mampu menguntungkan para korporasi atau kelompok tertentu saja. Artinya program BPJS atau KRIS sebetulnya hanyalah bentuk pengalihan tanggung jawab penyelenggaraan kesehatan yang seharusnya ditanggung oleh negara. Negara sudah seharusnya memberikan pelayanan yang terbaik bagi warganya tanpa ada pilihan jenis kelas. Namun, pada kenyataannya negara justru abai terhadap tanggung jawab tersebut, jaminan kesehatan bagi rakyat miskin masih sangat jauh dari kata optimal. Bagaimana tidak, bagi warga yang sudah memiliki kartu BPJS ternyata tidak mampu juga mendapatkan pelayanan terbaik. Pelayanan BPJS dengan pelayanan umum kerap kali medapatkan perbedaan, apatah lagi bagi kelas BPJS yang tergolong miskin. 


Inilah yang terjadi, jika negara abai terhadap kebutuhan rakyatnya. Pelayanan yang bersifat vital malah justru dikomersialisasikan. Sehingga tidak heran jika pelayanan kesehatan menjadi sesuatu yang mengerikan bagi kehidupan hari ini. Sakit, seolah-olah menjadi sesuatu yang sangat mengkhawatirkan bagi masyarakat. Jika rakyat sakit, mereka harus berhadapan dengan pelayanan yang kurang baik, sistem administrasi yang rumit, ditambah lagi minimnya tenaga kesehatan, bahkan banyak dari mereka yang terzalimi dengan jam kerja yang maksimal dan gaji yang pas-pasan. Beginilah hidup di dalam sistem pemerintahan sekuler, keberadaan negara hanyalah sebagai regulator bagi kepentingan para korporat semata. Negara sama sekali tidak boleh ikut campur dalam pemenuhan berbagai aspek kehidupan, termasuk salah satunya di bidang kesehatan. 


Tentu sangat berbeda sekali dengan kesehatan di dalam Islam. Di dalam Islam jaminan kesehatan ditanggung oleh negara sepenuhnya. Setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas secara cuma-cuma, tanpa harus memandang status ekonominya. Semua ini tentu tidak berjalan begitu saja dengan tiba-tiba, melainkan Islam memiliki mekanisme jaminan kesehatan yang sangat komprehensif.


Prinsip kesehatan sangat diperhatikan sabagai bagian dari hukum syarak yang semuanya harus terikat dengan aturan yang bersumber dari Allah Swt.. Mulai dari bagaimana mengatur hubungan per individunya, masyarakat hingga negara. Mulai dari fasilitas hingga dokter yang menangani pun tidak akan lepas dari pengawasan negara yang memandangnya dengan kacamata syarak. 


Tidak hanya itu, kesehatan di dalam Islam juga ditopang dengan bagaimana sistem ekonomi dan keuangan (APBN) Negara yang sangat kuat. Sumber pemasukan bukan dari hasil menjarah rakyat, melainkan dari pengelolaan harta kepemilikan umum, misalnya pengelolaan sumber daya alam yang jumlahnya cukup besar dan dari sumber-sumber yang lainnya.


Pengelolaan harta kepemilikan umum yang dilakukan oleh Negara tentu akan mampu memenuhi berbagai pelayanan kesehatan yang terbaik, mulai dari fasilitasnya, obat-obatan hingga gaji tenaga kesehatan dalam jumlah yang cukup besar. Tentunya tidak akan menimbulkan kezaliman baik kepada pasien atau tenaga kesehatannya.


Negara akan berdiri sebagai garda terdepan untuk memenuhi segala kebutuhan rakyatnya, termasuk salah satunya jaminan kesehatan. Haram bagi negara jika melalaikan kewajibannya atau mengalihkan tanggung jawab tersebut kepada pihak lain baik kepada pihak asing atau justru mengembalikan penyelesaian urusan kepada rakyatnya masing-masing. Karena tanggung jawab kesehatan merupakan kewajiban yang harus diemban oleh negara bukan individu atau kelompok tertentu. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Pemimpin (Imam) adalah pengurus rakyat dan bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR. Bukhari)


Wallahualam bissawab. []