Alt Title

Revitalisasi Pasar Bikin Gusar

Revitalisasi Pasar Bikin Gusar

Revitalisasi atau perbaikan sarana dan prasarana pasar menjadi kabar baik serta menjadi solusi bagi para pedagang. Tetapi pada kenyataannya tidak semua merasa senang dengan hal tersebut, bahkan menggugatnya agar segera dicabut

Bagi mereka yang sudah puluhan tahun berjualan tentu merasa dirugikan, karena tempatnya milik pemerintah tetapi mereka mengeluarkan biaya untuk membuat kios sebelumnya. Para penjual merasa keberatan ketika pengelolaan diserahkan pada pihak ketiga, karena nantinya harga yang ditawarkan akan jauh lebih mahal

______________________________


Penulis Ummi Fauzi

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pasar adalah salah satu fasilitas umum, bentuknya ada yang  modern ada juga yang masih tradisional. Tidak sedikit pasar tradisional kondisinya tampak terlihat kotor, kumuh dan tidak tertata. Mandapati hal ini maka revitalisasi pembangunan sangat dibutuhkan. Tetapi pada pelaksanaannya justru menimbulkan polemik, seperti yang baru-baru ini terjadi di Banjaran Kabupaten Bandung, Jawa Barat.


Pro dan kontra  tidak bisa dihindari. Para pedagang merasa keberatan dan menggugat surat keputusan (SK) Bupati tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Mereka minta pengembang untuk tidak melakukan kegiatan selama proses hukum berjalan. Sebaliknya pihak yang mendukung menyatakan akan mengawal kasus gugatan SK itu. Mereka beranggapan dengan adanya perbaikan, kondisi pasar akan tertata dengan baik. (Harapan Rakyat[dot]Com, 26 Mei 2023)


Pedagang Dibuat Gusar


Seharusnya, revitalisasi atau perbaikan sarana dan prasarana pasar menjadi kabar baik serta menjadi solusi bagi para pedagang. Tetapi pada kenyataannya tidak semua merasa senang dengan hal tersebut, bahkan menggugatnya agar segera dicabut. Bagi mereka yang sudah puluhan tahun berjualan tentu merasa dirugikan, karena tempatnya milik pemerintah tetapi mereka mengeluarkan biaya untuk membuat kios sebelumnya. Para penjual merasa keberatan ketika pengelolaan diserahkan pada pihak ketiga, karena nantinya harga yang ditawarkan akan jauh lebih mahal.


Dengan adanya pihak ketiga jelas siapa yang diuntungkan dalam masalah ini. Revitalisasi memang ditujukan untuk membangun pasar yang sehat dan bersih serta nyaman. Namun sayang tidak murni untuk kepentingan rakyat, karena yang diuntungkan adalah para pengusaha yang akan menggarap proyek pasar tersebut. Bagaimana dengan pedagang? Mereka dibuat gusar, apakah mampu membayar cicilan kios hasil revitalisasi atau tidak?


Kewajiban Negara


Sudah kewajiban negara untuk menyediakan dan memfasilitasi semua sarana, termasuk membangunnya kembali untuk kenyamanan penjual dan pembeli, bukan diserahkan kepada pihak pemodal. Pemerintah berkewajiban mewujudkan pembangunan pasar yang bersih, sehat, aman dan nyaman dengan harga kios yang dapat terjangkau oleh para pedagang.


Dalam sistem kapitalisme sekular, hal di atas tidak mungkin terjadi. Karena penguasa hanya diposisikan sebagai regulator pembuat kebijakan, bukan sebagai pengurus rakyat secara langsung. Maka, pembangunan infrastruktur tidak akan murni untuk melayani umat tapi lebih melihat kepada pertimbangan menguntungkan atau tidak. Bukan kepada pertimbangan apakah menjadi beban bagi rakyat atau tidak?


Kebijakan yang diambil selalu menguntungkan para pemilik modal tanpa mempertimbangkan kepentingan rakyat. Salah satu buktinya tidak sedikit pasar yang sudah diperbaiki menjadi sepi  karena tidak semua pedagang mampu membeli kios tersebut.


Pengelolaan Pasar dalam Sistem Islam


Berbeda dengan pengelolaan pasar dalam sistem Islam. Seluruh infrastruktur yang termasuk dalam fasilitas umum seperti pasar harus dikelola oleh negara. Tidak boleh diserahkan kepada swasta yang orientasinya keuntungan. Pembangunan tersebut dibiayai dari dana milik umum, boleh juga dari sumber kepemilikan negara, tetapi tidak boleh mengambil keuntungan dari pengelolaannya. Kalaupun harus ada pungutan, tidak boleh yang membebani.


Sebagai contoh, pembangunan infrastruktur pada masa kepemimpinan Umar ra. yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada di lapangan pada saat itu. Ketika jumlah saldo keuangan dianggap telah mencukupi, pembangunan infrastruktur baru dilakukan. Kas negara akan difokuskan untuk pemenuhan permasalahan mendasar masyarakat. 


Lain lagi pada masa kepemimpinan Umar bin Abdul Azis, yang menjadi contoh gemilang pembangunan infrastruktur. Pembangunan fasilitas umum yang hebat karena perkembangan ekonomi yang semakin maju, disertai dorongan pembiayaan negara yang luar biasa. Sumber pemasukan utama negara pada saat itu adalah kharaj yang merupakan pemasukan terbanyak dibanding dengan pendahulunya.

 

Dalam Islam pembangunan infrastruktur adalah murni sebagai bentuk pelayanan negara kepada masyarakat. Penerapannya sudah dicontohkan oleh para pemimpin saat diterapkan syariat Islam. Pembangunan sarana-prasarana  pada saat itu didanai bukan dari tumpukan utang, pengelolaan pihak ketiga atau swasta. Tapi, benar-benar dilakukan dengan cara optimalisasi anggaran pemasukan negara yang digunakan untuk menjalankan fungsinya dalam melayani rakyat, sehingga mereka langsung bisa merasakan manfaatnya.


Demikianlah kewajiban seorang pemimpin atas rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Seorang Imam (pemimpin) adalah pengurus/penggembala. Dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas apa yang diurusnya (rakyat).” (HR. Bukhari)


Gambaran sosok penguasa pengurus rakyat hanya akan kita lihat dalam sebuah kepemimpinan Islam, yang akan menerapkan syariat Allah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahualam bissawab. []