Alt Title

Korupsi Minyak Goreng, Ulah Siapa?

Korupsi Minyak Goreng, Ulah Siapa?

Dari dulu budaya korupsi sudah menjadi penyakit kronis demokrasi dikarenakan dalam sistem politik saat ini memang membutuhkan modal besar untuk berkuasa

Dari sini sudah terlihat jelas bahwa betapa bobroknya pejabat dan jahatnya para penguasa oligarki dalam sistem yang diemban saat ini yaitu demokrasi kapitalis. Dari dulu budaya korupsi sudah menjadi penyakit kronis demokrasi dikarenakan dalam sistem politik saat ini memang membutuhkan modal besar untuk berkuasa

_______________________________


Penulis Widdiya Permata Sari 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Komunitas Muslimah Perindu Surga




KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Minyak goreng masih menjadi masalah yang belum terselesaikan dari tahun 2022. Dari mulai naiknya harga minyak goreng, langkanya minyak goreng dan sekarang semakin kisruh yaitu adanya korupsi terhadap minyak goreng.


Kejaksaan Agung telah menetapkan tiga perusahaan dalam kasus tersangka korupsi bahan baku minyak goreng. Ketiga perusahaan tersebut terdiri dari Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Bahkan akibat dari perkara ini negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp6,47 triliun. (cnbcindonesia[dot]com, 16 Juni 2023)


Sungguh miris kondisi di negeri ini, masalah demi masalah terus terjadi tanpa ada penyelesaian yang pasti sampai akarnya, bahkan yang terjadi justru menambah masalah baru. Sehingga dari kasus ini  terkuak fakta banyak melibatkan perusahaan besar bahkan sejumlah pejabat.


Dari sini sudah terlihat jelas bahwa betapa bobroknya pejabat dan jahatnya para penguasa oligarki dalam sistem yang diemban saat ini yaitu demokrasi kapitalis. Dari dulu budaya korupsi sudah menjadi penyakit kronis demokrasi dikarenakan dalam sistem politik saat ini memang membutuhkan modal besar untuk berkuasa.


Karena sejatinya modal yang dikeluarkan bukanlah berasal dari kantong pribadi melainkan berasal dari para korporasi yang memiliki modal besar. Oleh karena itu ketika para calon pejabat berkuasa, mereka akan sibuk mencari ganti untuk modal yang telah mereka keluarkan. Bahkan para korporasi akan meminta imbalan dengan alasan sudah menginvestasikan kekayaannya untuk kepentingan para pejabat tersebut.


Di sinilah awal dari terbukanya pintu korupsi bahkan permainan oligarki terbuka dengan lebar. Dengan begitu mereka akan saling bekerjasama untuk memudahkan proses dari kepentingan masing-masing. Kasus korupsi tersebut tidak akan mudah untuk dihentikan kecuali dengan sistem pemerintahan yang sesuai syariat Islam yakni dengan tegaknya sistem Khilafah.


Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Asy-Syakhsyiah menjelaskan bahwa tiga indikator kriteria penting yang harus dimiliki oleh seorang pejabat yaitu:


Pertama, al-quwwah (kekuatan) dalam hal ini dijelaskan bahwa seorang pejabat harus kuat secara aqliyah atau pola pikir dan nafsiyah atau pola sikap. Dengan demikian seorang pemimpin akan melahirkan kebijakan yang benar sesuai dengan syariat Islam bahkan tidak akan tergesa-gesa dalam segala hal, termasuk dalam mengambil keputusan, serta tidak akan emosional.


Kedua, at-taqwa yaitu ketakwaan. Dalam hal ini dijelaskan akan menjadikan sebuah pemerintahan dalam Khilafah diisi oleh para pejabat yang amanah terhadap tugas yang diemban serta bertanggung jawab terhadap rakyatnya dan Allah Swt. kelak di hari kiamat.


Ketiga, al-rifq bi ar-ra'iyah yaitu lembut terhadap rakyat dan tidak menyakiti hati. Dalam hal ini akan menjadikan kriteria para pejabat makin dicintai bahkan tidak ditakuti rakyatnya. Sehingga dengan kriteria ini pihak-pihak yang mengurus semua urusan umat adalah orang-orang yang begitu terpercaya dan bekerja hanya didedikasikan untuk kepentingan Islam dan kaum muslimin.


Meskipun sistem dan para pejabatnya sudah disesuaikan dengan baik sesuai porsinya, tetapi Islam tidak menafikan mungkin akan ada oknum yang masih melanggar aturan. Oleh karena itu Khilafah akan membentuk dewan keuangan yang berfungsi untuk mengawasi jumlah harta yang dimiliki oleh para pejabat Khilafah agar jumlahnya sesuai dengan yang seharusnya.


Sehingga dalam Islam untuk mengetahui apakah ada pejabat dalam sebuah intansi melakukan kecurangan, maka akan adanya pengawasan yang ketat dari badan pemeriksa keuangan atau yang disebut BPK. BPK dalam Khilafah akan melakukan sebuah pembuktian yang terbalik yang bertujuan untuk menyelidiki pejabat yang diduga melakukan korupsi.


Pembuktian terbalik tersebut ialah dengan cara mencatat harta kekayaan pejabat dari awal sampai akhir jabatannya. Ketika ditemukan ada kenaikan yang tidak wajar dan yang bersangkutan tidak bisa menjelaskan dari mana sumber harta tersebut berasal, maka kelebihan harta tersebut dihukumi sebagai harta ghulul yang akan dimasukkan kedalam pos kepemilikan negara yang disebut Baitulmaal. Sementara untuk pelakunya akan diberikan sanksi berupa takzir oleh Khalifah. Wallahualam bissawab. []