Alt Title

Lagi-Lagi Korupsi Jadi Tradisi Demokrasi

Lagi-Lagi Korupsi Jadi Tradisi Demokrasi

Dalam Islam, korupsi adalah hal yang haram dilakukan oleh kaum Muslim. Olehnya itu Islam menegaskan tidak ada toleransi terhadap pelaku korupsi. Serta, kepala negara bertanggung jawab memberikan sanksi yang tegas bagi para pelaku korupsi agar rakyat merasa aman dan tenteram. Dengan begitu tidak ada yang akan berani melakukan korupsi. Alhasil, akidah umat menjadi terjaga dan ketakwaan kepada Allah Swt. pun meningkat

________________________


Penulis Nahmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - “Tikus, tikus tak kenal kenyang, rakus, rakus bukan kepalang, otak tikus memang bukan otak udang, kucing datang tikus menghilang.” Itulah sepenggal lagu Iwan Fals yang mengisahkan betapa mengguritanya korupsi di negeri ini. Sehingga tahun demi tahun berlalu, kasus korupsi bukannya berkurang malah terus bertambah.


Saat ini masalah korupsi sepertinya menjadi hal lumrah, sebab hampir di semua lini terjadi korupsi, mulai level desa hingga pejabat tinggi negara. Sebagaimana dilansir dari CNN Indonesia (29/4/2023) bahwa Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Destiawan Soewarjono menjadi tersangka dugaan korupsi. Kejagung menyebutkan Destiawan telah melawan hukum karena memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) dengan menggunakan dokumen palsu untuk membayar utang-utang perusahaannya.


Di samping itu berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) total kekayaan yang dimiliki oleh Destiawan senilai Rp26,97 miliar hingga akhir Desember 2021. Padahal sebelumnya pada tahun 2020 Destiawan hanya memiliki  harta sebesar Rp25,80 miliar. (Katadata[dot]co[dot]id, 29/4/2023)


Dalam kasus tersebut Menteri BUMN Erick Thohir turut angkat bicara. Beliau menghormati proses hukum yang dilakukan kejaksaan agung tersebut. Ia mengatakan bahwa peristiwa ini harusnya menjadi pelajaran bagi anggota BUMN lain untuk benar-benar bekerja secara jujur dan amanah.


Namun, menjadi pertanyaan, benarkah kasus ini auto menjadi alarm bagi pejabat lain? Jawabannya tentu tidak. Apa yang diungkapkan oleh Menteri BUMN tersebut bukanlah solusi yang cemerlang untuk mencegah terjadinya korupsi. Maraknya pejabat tinggi yang terjerat kasus korupsi akhir-akhir ini membuktikan bahwa sistem demokrasi yang diemban negara saat ini justru menyuburkan tindak pidana korupsi. Sebab, sanksi yang diberikan oleh negara tidak memberikan efek jera. Apalagi adanya regulasi pemberian remisi khusus di hari raya dan hari besar lainnya menjadikan pelaku tindak pidana korupsi berlenggang dengan santai.


Sungguh miris, menjadi bukti rusaknya moral individu negeri ini. Hadirnya badan khusus yang menangani tindak pidana korupsi di negeri ini tampaknya tidak memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam menghentikan laju kasus tindak pidana korupsi di tanah air. Justru, kasusnya meningkat dari tahun ke tahun. Dalam sistem kapitalis hari ini gaji yang fantastis pun tidak menjamin bebas dari tindak korupsi. 


Berbeda dengan Islam, dalam sistem pemerintahan Islam hukuman atau sanksi kejahatan yang telah ditetapkan oleh syarak dilaksanakan oleh negara untuk mencegah terjadinya kejahatan di tengah masyarakat. Sanksi hudud yang diberikan berefek jera sekaligus bersifat penebus atas dosa bagi pelakunya. Dengan kata lain, penerapan hukum hudud pencurian ataupun korupsi bersifat zawajir (pencegahan) dan jawabir (penebus dosa).


Pada dasarnya, sistem pemerintahan Islam yang disandarkan pada akidah Islam memberikan solusi paripurna yang tidak hanya muncul ketika ada masalah. Namun hal itu juga akan mencegah manusia untuk memiliki niat melakukan tindakan kejahatan. Karenanya syariat menetapkan hukuman yang jelas dan menjerakan untuk pelakunya.


Cara Islam Menyelesaikan Masalah Korupsi!


Pertama, aparat pemerintah tidak diperkenankan menerima hadiah dalam bentuk apa pun. Karena, hadiah yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah dikhawatirkan ada maksud tertentu. Sebagaimana  Rasulullah saw. mengingatkan kepada umatnya,


“Hadiah yang diberikan kepada penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur." (HR. Imam Ahmad)


Di riwayat lain Rasulullah bersabda, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap.” (HR. Abu Dawud)


Kedua, pemberian sanksi berat yang berefek jera. Korupsi merupakan satu tindakan kejahatan yang merugikan negara. Oleh sebab itu seorang koruptor akan diberikan ta’zir berupa pengumuman (tashir), dimana pelaku akan diarak keliling kota, hartanya disita negara, diberikan hukuman kurungan bahkan hukuman mati jika ijtihad khalifah menentukan demikian. 


Ketiga, kontrol masyarakat. Masyarakat berfungsi mengawasi jalannya pemerintahan dan mengoreksi aparat pemerintahan ketika menyimpang dari aturan Islam. Dengan begitu tindakan korupsi sangat sulit untuk dilakukan.


Dalam Islam, korupsi adalah hal yang haram dilakukan oleh kaum Muslim. Olehnya itu Islam menegaskan tidak ada toleransi terhadap pelaku korupsi. Serta, kepala negara bertanggung jawab memberikan sanksi yang tegas bagi para pelaku korupsi agar rakyat merasa aman dan tenteram. Dengan begitu tidak ada yang akan berani melakukan korupsi. Alhasil, akidah umat menjadi terjaga dan ketakwaan kepada Allah Swt. pun meningkat. Wallahualam bissawab. []