Alt Title

Hong Kong Krisis Populasi, Apakah Ada Solusi?

Hong Kong Krisis Populasi, Apakah Ada Solusi?

Penurunan populasi yang terus berlanjut ini memungkinkan perbincangan tentang kepunahan penduduk Hong Kong. Pemikiran sekuler kapitalis yang bercokol di negeri itu akan terus mengarahkan pandangan hidup serta tujuan hidup untuk mencari keuntungan yang bersifat duniawi atau materi belaka

Pencapaian duniawi seperti prestasi bidang akademi, prestasi seni yang diadopsi dari Barat, serta gaya hidup hedonis membuat sosok anak menjadi beban hidup yang memberatkan

________________________


Penulis Anita Rahayu

Kontributor Media Kuntum Cahaya



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Dikutip dari detik[dot]com pada Jumat 19 Mei 2023 lalu, Hong Kong tengah mengalami persoalan besar terkait populasi penduduknya yang kian menurun. Angka kelahiran yang rendah kini bahkan menyebabkan lima sekolah dasar di Hong Kong terancam tutup sebab tidak ada lagi siswa yang mendaftar. Hong Kong merupakan negara dengan angka kelahiran terendah. Tercatat sejak lima tahun lalu yaitu pada tahun 2018 Hong Kong terus mengalami penurunan angka kelahiran bayi. Bahkan tahun lalu angka kelahiran di negara tersebut hanya ada sebanyak 32.500 bayi saja. 


Menurut United Nation Population melaporkan bahwa Hong Kong tercatat memiliki nasib paling buruk untuk tingkat kesuburan total, jumlah anak yang diharapkan dimiliki seorang wanita seumur hidupnya atau TFR. Hong Kong memiliki skor terendah dunia yaitu hanya 0,8 yang disusul oleh Korea Selatan 0,9; kemudian Singapura pada angka 1,0; dan Jepang pada angka 1,3. Sedangkan TFR setidaknya berada pada angka ideal 2,1 untuk menjaga populasi produktif relatif mereka.


Beberapa pre-school dan taman kanak-kanak dikabarkan telah ditutup disusul dengan sekolah dasar. Jika murid sekolah dasar telah berkurang maka secara otomatis sekolah menengah pertama juga akan mengalami nasib yang sama. Sekolah-sekolah akan mulai menghentikan operasional mereka satu per satu, ratusan guru tentunya akan mengalami pemberhentian dan kehilangan pekerjaan.


Hong Kong memiliki lebih banyak jumlah sekolah dari yang sebenarnya mereka butuhkan saat ini, sehingga penutupan sekolah tidak dapat dihindarkan.


Menurut Paul Yip Siu-Fai, seorang Ketua Profesor Kesehatan Populasi di Departemen Pekerjaan Sosial dan Administrasi Universitas Hong Kong, memaparkan bahwa krisis yang terjadi saat ini bukan tanpa alasan. Dia berpendapat bahwa ia telah melihat tren ini sejak tahun 2018 lalu, tetapi gagal mengantisipasinya. Tren yang dimaksud ialah tren wanita muda dan pasangan baru menikah yang menunda bahkan enggan memiliki anak sama sekali. Mereka melihat diri mereka 'tanpa anak' dari sudut pandang positif, dan hal ini akan menjadi masalah besar ke depannya.


Sebut saja Ah Ying 34 tahun yang menikah 3 tahun lalu. Ia tidak ingin memiliki anak meski suaminya terbuka untuk itu. Dikutip dari Channel News Asia Ah Ying tidak lagi menginginkan seorang anak sejak terjadinya kerusuhan sosial di tahun 2019 lalu, dimana saat itu Beijing memperketat cengkeramannya melalui undang-undang keamanan nasional serta perombakan sistem pemilu yang bertujuan untuk menjadikan hanya 'patriot' saja yang dapat memerintah kota. 


Sekolah dituntut untuk menekankan patriotisme yang dikhawatirkan Ah Ying dapat mencuci otak anak-anaknya. Belum lagi hambatan biaya membesarkan anak di era budaya kota yang kompetitif seperti saat ini, bahkan dimulai dari usia balita. Ia mengatakan anak-anak di zaman ini diharapkan belajar banyak hal, mengikuti kursus dan juga harus menjalani wawancara jika ingin masuk ke sekolah yang bagus. Ini bukan hanya akan memberi tekanan emosional tetapi juga beban keuangan. Jika saya tidak dapat memberikan yang terbaik untuk anak saya, maka saya mungkin tidak boleh melahirkan sama sekali, tegasnya. Dia dan suaminya kini lebih memilih mengadopsi seekor kucing yang dianggap sebagai anggota keluarga dan berhenti membicarakan tentang memiliki anak.


Bukan hanya keluarga Ah Ying yang berpikir demikian. Menurut data pemerintahan, tiga dari empat wanita di Hongkong kelahiran 1951 setidaknya memiliki satu anak di bawah usia 30 tahun. Sedangkan wanita pada kelahiran 1991 hanya ada satu dari empat wanita yang memiliki anak sebelum mencapai usia 30 tahun. 


Penurunan populasi yang terus berlanjut ini memungkinkan perbincangan tentang kepunahan penduduk Hong Kong. Pemikiran sekular kapitalis yang bercokol di negeri itu akan terus mengarahkan pandangan hidup serta tujuan hidup untuk mencari keuntungan yang bersifat duniawi atau materi belaka. Pencapaian duniawi seperti prestasi bidang akademi, prestasi seni yang diadopsi dari Barat, serta gaya hidup hedonis membuat sosok anak menjadi beban hidup yang memberatkan.


Berbeda halnya dengan kepemimpinan Islam, seperti pada masa kejayaan dinasti Abbasiyah di tahun 750 hingga 1.258. Selama lebih dari lima abad memimpin peradaban sebagai pusat pengetahuan dunia. Kepemimpinan Islam dipimpin oleh seorang Khalifah atau kepala negara yang menjamin pendidikan, kesehatan serta keamanan setiap warga daulah (negara) Muslim maupun nonmuslim dengan gratis, tanpa diskriminasi dan penuh tanggung jawab.


Islam menjadikan tujuan utama kehidupan hanya untuk mencapai rida Allah سبحانه و تعالى saja, bukan pada apa-apa yang bersifat materi di dunia ini. Sehingga tidak ada ketakutan pada kaum Muslim untuk memiliki banyak keturunan pada saat itu. Perpustakaan-perpustakaan disediakan di setiap kota, tempat pemandian umum serta tempat persinggahan musafir yang ingin menuntut ilmu banyak tersedia.


Khalifah (penguasa tertinggi Daulah Islam) bertanggung jawab membuka lapangan pekerjaan bagi kepala keluarga yang wajib memberi nafkah. Janda yang tidak memiliki pencari nafkah di keluarganya dipelihara oleh daulah. Bahan pangan serta kebutuhan pokok lain diatur sedemikian rupa agar mudah didapat dengan harga yang murah, sehingga terjangkau oleh warga masyarakat.


Islam pada masa itu, banyak melahirkan ilmuan-ilmuan Muslim yang menjadi penemu sains serta teknologi. Seperti Al-khawarizmi seorang matematikawan dan astronom kelahiran Irak. Kemudian ada Ibnu Sina sebagai bapak kedokteran modern, beliau terkenal dengan karyanya yang berjudul Al-Qanun fi al-Tibb (The Canon of Medicine) yang telah menjadi buku acuan kedokteran selama berabad-abad. Lahir pula Fatimah al-Fihri sebagai penemu universitas pertama dunia. Dan masih banyak lagi ilmuan-ilmuan lahir pada masa peradaban terbaik dunia itu.


Semua itu hanya bisa tercapai jika Islam dijadikan sebagai sebuah peraturan hidup yang bersumber dari Sang Pencipta. Bukan hanya sebagai agama ritual yang dirayakan pada hari-hari tertentu saja. Islam adalah agama sekaligus ideologi yang di dalamnya terdapat solusi untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Pendidikan, ekonomi, militer dan hubungan luar negeri dilaksanakan semata-mata hanya untuk mencapai rida Allah semata. Sehingga seluruh lapisan masyarakat yang memahami hakikat tujuan hidupnya akan senantiasa berusaha bersikap baik dan memperbaiki diri, bukan untuk berlomba-lomba terlihat baik secara fisik belaka.


Islam mengajarkan umatnya untuk tidak takut akan sulitnya rezeki sebab Allah سبحانه و تعالى telah menjamin setiap rezeki hamba-Nya tanpa terkecuali. Hal ini telah Allah terangkan dalam Al-Qur'an surah Hud ayat 6 sebagai berikut:


وَمَا مِنْ دَاۤ بَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَ يَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ


Artinya: "Dan tidak satupun makhluk bergerak/bernyawa di muka bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya, Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz)." (QS. Hud, ayat 6)


Islam juga telah menganjurkan umatnya memiliki banyak keturunan, tanpa diiringi rasa takut tidak terpenuhinya kebutuhan hidup jika melahirkan seorang anak. Hadis yang menganjurkan kaum Muslim untuk memiliki banyak keturunan sebagai berikut:


تَزَوَّجُوا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاشِرٌ بِكُمُ اْلأَنْبِيَاءَ يَومَ الْقِيَامَةِ


Artinya : "Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu dihadapan para nabi nanti pada hari kiamat." (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Sa'id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik)


Demikianlah Islam memberikan petunjuk yang memudahkan segala urusan manusia, serta menjadi solusi atas setiap problematik yang dihadapi. Meskipun saat ini, banyak kaum Muslim yang belum mengambil Islam sebagai solusi hidupnya, karena telah bercokol dalam benaknya pemikiran sekuler yang bertujuan meraih kenikmatan duniawi semata. Wallahualam bissawab.[]