Alt Title

Bencana Kekeringan, Saatnya Kembali kepada Aturan Tuhan

Bencana Kekeringan, Saatnya Kembali kepada Aturan Tuhan

Allah Swt. telah menciptakan alam ini begitu teratur. Allah ciptakan macam-macam tanah, ada yang cocok untuk pertanian, perkebunan, bahkan ada tanah yang tandus. Keseimbangan alam demikian sempurna, maka jika dikelola dan dijaga sesuai syariat akan mendatangkan berbagai kemudahan dan keberkahan

Hujan tidak jadi bencana karena tanah yang cocok untuk perumahan tidak dibangun di daerah resapan air. Ketika musim kemarau tiba kalau wilayah tanah resapan mencukupi seperti hutan, rawa-rawa dan yang lainnya maka akan menyimpan cadangan air yang dibutuhkan di musim kemarau

________________________


Penulis Ummu Nasywa

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Literasi AMK 



KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Beberapa hari ini,  udara di Kabupaten Bandung dirasakan sangat panas. Fenomena tersebut pertanda sudah memasuki peralihan musim, dari penghujan ke masa kemarau. Sebelumnya warga mengalami bencana banjir dan tanah longsor akibat curah hujan yang cukup deras.


Masuknya peralihan musim tidak membuat bencana menjadi hilang, akan tetapi ada akibat lain yang perlu diwaspadai seperti bahaya hidrometeorologi dan kekeringan. Setidaknya ada 10 kecamatan yang berpotensi terdampak saat terjadi kemarau panjang. Menurut Diki Sudrajat, Kepala Bidang Pencegahan Bencana BPBD Kabupaten Bandung, wilayah tersebut umumnya merupakan daerah padat penduduk yang minim akan resapan air. Di antara 10 Kecamatan tersebut adalah: Margaasih, Banjaran, Pameungpeuk, Baleendah, Ciparay, Paseh, Cileunyi, Rancaekek, Cikancung, dan Nagreg.(LIPUTAN6[dot]COM, Jumat, 05/05/2023)


Bencana seakan tak kunjung usai, terjadi terus menerus, berulang kali terjadi setiap tahunnya. Sementara pemerintah hanya mengambil jalan keluar dari hilir, tapi tidak fokus pada penyelesaian hulu, sehingga bencana setiap tahunnya selalu terjadi. Kerugian yang diderita juga cukup besar baik materi maupun non materi. Semestinya pemerintah memperhatikan penyebab langsung maupun tidak langsung, selain faktor alam. 


Semakin berkurangnya debit air akibat adanya kapitalisasi sumber daya alam berupa sumber daya air pegunungan yang dikuasakan kepada pemodal usaha lokal maupun asing (dikomersilkan). Berkurangnya wilayah serapan air karena mudahnya memberi izin bagi para penguasa properti yang demikian masif membangun usahanya. Selain itu, banyaknya proyek infrastruktur di berbagai kawasan telah menjadikan banyak area pesawahan maupun area tanah, yang tertutup semen dan beton. Maka wajar ketika hujan menjadi banjir, dan ketika kemarau mengalami kekeringan, karena air tidak meresap ke dalam tanah menjadi cadangan di musim kemarau.


Demikianlah pengaturan dalam sistem kapitalisme. Air yang merupakan hajat hidup orang banyak hanya menguntungkan segelintir orang (pengusaha) dan menyengsarakan banyak orang. Karena rakyat kebanyakan hanya merasakan dampak yang ditimbulkan.


Berbeda dengan pengaturan dalam sistem Islam yang bersandar kepada Kitabullah Al-Quran dan as-sunnah. Kebutuhan akan rumah tidak boleh menggunakan lahan pertanian ataupun lahan serapan air. Selain itu kebutuhan rumah rakyat adalah kewajiban penguasa, tidak boleh diserahkan kepada swasta yang berorientasi keuntungan. 


Allah Swt. telah menciptakan alam ini begitu teratur. Allah ciptakan macam-macam tanah, ada yang cocok buat pertanian, perkebunan, bahkan ada tanah yang tandus. Keseimbangan alam demikian sempurna, maka jika dikelola dan dijaga sesuai syariat akan mendatangkan berbagai kemudahan dan keberkahan. Hujan tidak jadi bencana karena tanah yang cocok untuk perumahan tidak dibangun di daerah resapan air. Ketika musim kemarau tiba kalau wilayah tanah resapan mencukupi seperti hutan, rawa-rawa dan yang lainnya maka akan menyimpan cadangan air yang dibutuhkan di musim kemarau.


Maka selama pengelolaan dan pengaturan pertanahan berbasis kepada kapitalisme sekuler yang meminggirkan agama dari pengaturan kehidupan, bencana akan terus berulang karena tidak diselesaikan dari hulunya. Fakta kerusakan kita saksikan semakin meluas dan makin parah. Bukan tidak ada upaya dari pemerintah namun yang jelas upaya hanya di hilir tak menjadikan masalah tersolusikan.


Intinya pengaturan berbagai hal termasuk pertanahan, perumahan, hutan, dan yang lainnya haruslah bersumber dari yang Maha pengatur yaitu syariah Islam. Karena aturan buatan manusia pasti banyak kekurangan, kadang kontradiktif, disebabkan lemahnya kemampuan manusia. Ketika Islam secara kafah dipraktikkan sejak masa Rasulullah saw. hingga Khalifah berikutnya terbukti Islam mampu menjaga keseimbangan alam tanpa mengalami banjir dan kekeringan yang bertubi-tubi.


Pernah karena faktor alam menimpa negara yaitu kemarau panjang sehingga ada wilayah yang kekurangan pangan. Penguasa dengan sigap mengajak umatnya untuk bertaubat kepada Allah, melaksanakan salat meminta hujan/istisqa, disertai solusi nyata memenuhi kebutuhan di wilayah yang kekurangan pangan dengan mendatangkan bantuan dari wilayah yang surplus.


"Apakah hukum jahiliyah yang kalian kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik dibanding hukum Allah bagi orang-orang yang berakal." (QS. An-Nisa ayat 50)


Wallahu a'lam bi ash-shawwab. []