TRADISI NAIK HARGA, MENGAPA TERUS BERULANG?
OpiniKenyataan yang terus terjadi ini sejatinya menggambarkan kegagalan negara dalam menjaga stabilitas harga dan menyediakan pasokan pangan yang cukup sesuai kebutuhan rakyat. Semua berakar dari penerapan sistem kehidupan yang diterapkan
Dalam negara yang menerapkan kapitalisme, peran negara dimandulkan. Negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator kebijakan. Fenomena gejolak harga, semua diserahkan ke mekanisme pasar
Penulis Jasli La Jate
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Penggiat Literasi
KUNTUMCAHAYA.com-Seolah sudah menjadi tradisi, harga bahan sembako saat menjelang Ramadan atau hari besar keagamaan selalu naik. Kenaikan harga sejumlah komoditas bahan pokok sudah terjadi 20 hari menjelang bulan puasa. Sebut saja seperti cabai, minyak goreng, gula pasir kualitas premium, dan daging ayam ras segar telah merangkak naik.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, rata-rata harga sejumlah komoditas secara nasional mengalami kenaikan. Cabai merah besar mencapai Rp42.200 per kilogram. Bulan sebelumnya Rp36.200 per kilogram. Cabai rawit hijau Rp48.700 per kilogram. Awal Februari hanya Rp42.600 per kilogram. Minyak goreng bermerek Rp21.750, bulan sebelumnya Rp20.100 per kilogram.
Bukan hanya komoditas cabai dan minyak goreng bermerek yang mengalami kenaikan, gula pasir kualitas premium dan daging ayam ras segar juga tak mau ketinggalan. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) rata-rata harga nasional gula pasir premium mencapai Rp15.900 per kilogram. Sebelumnya, Rp15.850 per kilogram. Daging ayam ras segar mencapai Rp33.800 per kilogram. Angka tersebut naik dibandingkan posisi bulan sebelumnya yang mencapai Rp34.100 per kilogram. (katadata[dot]com, 3/3/2023)
Akibat kenaikan harga ini, tentu rakyat kesusahan mendapatkan kebutuhan pokok. Menilik kenyataan ini, apa sebenarnya yang menjadi penyebab kenaikan harga? Mengapa setiap tahun kenaikan terus terjadi? Ketika sudah mengetahui selalu terjadi, apa sebenarnya akar permasalahannya? Apakah tidak ada langkah antisipasi agar tidak terjadi kejadian berulang? Bagaimana Islam menempuh agar kestabilan harga dapat terjaga?
Penyebab Kenaikan
Kenaikan harga bila sudah menjadi sebuah tradisi, seharusnya sudah bisa diantisipasi sedini mungkin agar tidak berulang. Jika dianalisis penyebab terjadinya kenaikan di antaranya: Hukum permintaan dan penawaran (supply and demand), penimbunan barang, kinerja pasokan terganggu, dan gaya hidup masyarakat lebih konsumtif. (Penelitian Engkus, 2017)
Terjadi peningkatan permintaan sehingga berlaku hukum permintaan dan penawaran. Di bulan Ramadan, belanja masyarakat meningkat dibanding hari biasanya. Masyarakat belanja dalam jumlah besar guna sebagai persediaan selama puasa. Dalam teori ekonomi Kapitalisme, ketika permintaan lebih banyak dari penawaran, maka harga pasti mengalami kenaikan.
Sementara, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi), Abdullah Mansuri berpendapat kenaikan harga pangan lebih disebabkan oleh manajemen yang belum baik, bukan permintaan yang tinggi menjelang Ramadan. Menurutnya, saat ini permintaan sebetulnya belum naik, tetapi harga sudah merangkak naik bahkan sejak awal tahun 2023. Ia meminta agar pemerintah lebih serius lagi dalam menghadapi masalah harga pangan ini.
Akar Masalah
Negara seharusnya melakukan langkah antisipasi sedini dan setepat mungkin agar tidak ada lagi gejolak harga yang berulang dan rakyat mudah untuk mendapatkan kebutuhannya. Namun, ketika setiap tahun kenaikan harga pangan terus terjadi, berarti ada masalah yang tidak kunjung terselesaikan.
Di sisi lain, masih ada pihak yang bermain curang dengan menimbun barang tertentu. Dijual nanti ketika stok barang di pasar menipis. Parahnya, negara belum mampu menindak para kartel pangan ini sampai ke akarnya. Akibatnya, gejolak harga tak bisa dielakkan.
Kenyataan yang terus terjadi ini sejatinya menggambarkan kegagalan negara dalam menjaga stabilitas harga dan menyediakan pasokan pangan yang cukup sesuai kebutuhan rakyat. Semua berakar dari penerapan sistem kehidupan yang diterapkan. Dalam negara yang menerapkan Kapitalisme, peran negara dimandulkan. Negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator kebijakan. Fenomena gejolak harga, semua diserahkan ke mekanisme pasar.
Islam Solusinya
Islam bukan hanya agama, melainkan sekaligus sebagai sistem kehidupan. Ia mengatur seluruh problematik termasuk menyelesaikan masalah pangan. Islam memiliki sejumlah mekanisme yang mampu dan terbukti ampuh dalam menjaga gejolak harga agar tidak terjadi. Sehingga harga tetap stabil dan rakyat mampu mendapatkannya.
Dalam menjaga kestabilan harga, negara akan memastikan stok persediaan pangan tercukupi. Caranya dengan mengontrol persediaan secara berkala. Selain itu, melakukan pengendalian harga berdasarkan mekanisme pasar yakni mengendalikan supply demand, bukan kebijakan pematokan harga.
Selain itu, Islam juga melarang berbagai praktik curang dan tamak seperti menimbun atau memonopoli komoditas sehingga mendapatkan keuntungan yang besar. Negara akan menindak tegas bila ada yang bermain curang. Para kartel akan dibasmi sampai ke akarnya. Sanksi tegas dan menjerakan akan membantu mengurangi bahkan menghilangkan praktik kartel ini.
Negara sebagai pengatur urusan rakyat akan bertanggung jawab secara penuh dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Sehingga membuat rakyat tenang, aman, dan sejahtera. Tidak dipusingkan lagi dengan masalah gejolak kenaikan harga. Hal ini karena kesadaran bahwa semua amanah akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak. Negara akan menggunakan fungsinya sebagai pengurus urusan rakyat dengan total. Semua dilakukan atas dasar ketaatan.
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat (raa'in) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Al-Bukhari)
Sudah seharusnya Islam diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Masalah pangan tidak akan terjadi lagi dan akan terselesaikan dengan tuntas. Saatnya tinggalkan Kapitalisme yang terbukti tidak bisa memenuhi kebutuhan rakyat secara sempurna. Wallaahualam bissawab.