Alt Title

EFEKTIVITAS INFRASTRUKTUR PENCEGAH BANJIR DAN PENGURAI KEMACETAN

EFEKTIVITAS INFRASTRUKTUR PENCEGAH BANJIR DAN PENGURAI KEMACETAN


Islam sebagai agama yang sempurna memiliki pengaturan yang komprehensif dalam menyelesaikan berbagai persoalan hidup manusia. Termasuk mengatasi masalah banjir dan kemacetan


Islam memerintahkan untuk menjaga dan mengelola alam agar tidak terjadi kerusakan. Terlebih menjaga alam merupakan tugas manusia sebagai hamba Allah Swt. yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak


Penulis Ummi Nissa

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Member Komunitas Rindu Surga


KUNTUMCAHAYA.com-Banjir menjadi fenomena yang kerap terjadi di berbagai wilayah Indonesia, tak terkecuali Bandung, Jawa Barat. Di kala musim hujan datang, Bandung tak luput dari banjir. Selain musibah musiman, kemacetan lalu lintas juga menjadi hal yang biasa terjadi di beberapa daerah di Kota Kembang ini. Dalam upaya mengantisipasi bencana banjir serta mengurai kemacetan  tersebut, beberapa waktu lalu pemerintah pusat membangun empat infrastruktur. 


Dikutip dari laman antaranews[dot]com (5/3/2023), Presiden RI Joko Widodo telah meresmikan empat infrastruktur, tiga di antaranya untuk mencegah terjadinya banjir dan satu untuk mengurai kemacetan di Kota dan Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Ia menjelaskan, bahwa pemerintah pusat membangun tiga infrastruktur yaitu floodway atau Sodetan Cisangkuy, Kolam Retensi Cieunteung, dan Kolam Retensi Andir. Semua itu untuk mengendalikan air agar tidak terjadi banjir saat terjadi hujan deras. Sementara untuk memperlancar arus lalu lintas dan mengurai kemacetan di Kota Bandung, pemerintah telah membangun fly over (jalan layang) di daerah Kopo.


Kolam retensi memang sering diklaim sebagai solusi untuk mengatasi banjir. Hanya saja efektivitas pembangunan kolam masih diragukan. Sebab beberapa pembangunan kolam retensi sudah dilakukan sebelumnya di beberapa daerah. Namun banjir tetap saja merendam pemukiman warga. Terkait hal ini, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai pembangunan kolam belum efektif. Padahal anggaran yang dikeluarkan milyaran rupiah, tapi tidak memberikan manfaat yang signifikan.


Begitu pula dengan masalah kemacetan arus lalu lintas di Kota Bandung belum dapat diatasi. Meski sudah dibangun fly over (jalan layang), tapi kemacetan semakin parah.  Sebab fly over juga bukan merupakan solusi akurat atasi kemacetan secara totalitas. Ia hanya ditujukan mengurangi beban di satu titik dan sifatnya sementara. Sebagaimana disampaikan pakar transportasi dari ITB, Sony Sulaksono. Ia  menyatakan, efektivitas jalan layang hanya dapat bertahan 3-4 tahun saja. Setelah itu akan macet lagi bahkan lebih parah. Sehingga diperlukan pandangan yang luas dan menyeluruh untuk mengatasi permasalahan kemacetan ataupun masalah banjir tersebut. 


Faktor Penyebab Banjir dan Kemacetan


Untuk mendapatkan solusi yang tepat dalam mengatasi masalah banjir juga kemacetan lalu lintas tentu perlu upaya yang serius dan mendalam terhadap penyebab terjadinya persoalan tersebut. Banjir pada umumnya terjadi disebabkan curah hujan yang tinggi dan tidak terserapnya air oleh tanah. 


Curah hujan merupakan siklus alami, tetapi ia dapat direkayasa dengan teknologi. Adapun tidak terserapnya air oleh tanah, hal ini diakibatkan karena terjadinya alih fungsi lahan dan hutan. Lahan yang tadinya merupakan fungsi konservasi, berubah menjadi perumahan dan perkebunan. Demikian juga daerah tangkapan atau resapan air, dibuat menjadi bangunan-bangunan yang bersifat bisnis, seperti pabrik, mal, jalan tol dan lain-lain. Sehingga semakin banyak tanah yang tertutup semen atau aspal. 


Selain itu, buruknya sistem drainase juga mengakibatkan saluran air tak mampu menampung debit air, hingga meluap dan mengakibatkan banjir. Di samping banyak  masyarakat yang kurang memiliki kesadaran terhadap kelestarian lingkungan. Hal ini turut memperparah  penyebab terjadinya banjir. Banyak masyarakat yang membuang sampah ke sungai. Akibatnya, air sungai tidak mengalir lancar tersendat tumpukan sampah.

 

Sedangkan kemacetan terjadi akibat jumlah kendaraan yang terus bertambah banyak seiring dengan jumlah penduduk yang padat. Namun sayangnya hal demikian tidak diimbangi dengan fasilitas umum seperti jalan yang memadai. Hal ini umum terjadi di kota besar termasuk Kota Bandung. Sebab perkotaan memiliki daya tarik sebagai penyedia berbagai fasilitas bisnis, sosial, dan budaya. Sehingga membuka peluang pertumbuhan ekonomi, akibatnya melahirkan banyak urbanisasi.

 

Kapitalisme Sekuler Merupakan Akar Setiap Permasalahan


Jika ditelaah lebih dalam, yang menjadi akar persoalan bencana banjir dan kemacetan adalah penerapan sistem Kapitalisme sekuler. Pertimbangan materi dan manfaat menjadi landasan dalam cara berpikir individu, masyarakat, maupun penguasa.


Sistem Kapitalisme telah memengaruhi berbagai aspek kehidupan. Sehingga melahirkan perilaku masyarakat yang konsumtif. Seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, semakin tinggi pula tingkat konsumsi barang, makanan, juga kepemilikan kendaraan. Gaya hidup modern yang hedonis menimbulkan persoalan sampah dan lalu lintas semakin parah. 


Begitu pula dengan regulasi. Dalam sistem ini, penguasa hanya mempertimbangkan keuntungan materi. Seakan tidak mempertimbangkan dampak yang akan terjadi, mereka membebaskan kepemilikan umum untuk kepentingan pribadi, memberikan izin pendirian bangunan di atas lahan-lahan yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan air. Demikian pula mengalihfungsikan lahan konservasi menjadi perkebunan demi keuntungan semata. Inilah bukti bahwa peran penguasa dalam sistem ini hanya sebagai regulator (pengatur). Ia hanya mengeluarkan kebijakan yang bersifat menguntungkan bagi kas negara atau cenderung berpihak pada pemilik modal, sebaliknya abai terhadap kepentingan masyarakat.


Dengan demikian, upaya pemerintah dengan membangun berbagai infrastruktur untuk mengatasi persoalan banjir dan mengurai kemacetan, tidak akan mampu mengatasi persoalan sampai ke akarnya. Selama hal itu masih dilandaskan pada penerapan aturan sistem Kapitalisme. 


 Aturan Islam Mengatasi Masalah Banjir dan Kemacetan


Islam sebagai agama yang sempurna memiliki pengaturan yang komprehensif dalam menyelesaikan berbagai persoalan hidup manusia. Termasuk mengatasi masalah banjir dan kemacetan. Islam memerintahkan untuk menjaga dan mengelola alam agar tidak terjadi kerusakan. Terlebih menjaga alam merupakan tugas manusia sebagai hamba Allah Swt. yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Allah Swt. berfirman:


“Dan  kamu  dilarang berbuat kerusakan di muka bumi, setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada Allah dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al-A’raaf: 56)


Dalam hal ini, Islam tidak hanya memerintahkan untuk mengelola bumi dengan cara yang baik tapi juga merinci cara-caranya. Yaitu berupa aturan menyeluruh yang dilekatkan pada individu, masyarakat juga negara dengan landasan keimanan.


Islam mewajibkan agar setiap individu taat terhadap aturan Allah dan penguasa sebagai ulil amri yang memerintah dengan hukum Islam atas dasar iman. Dengan keimanan akan membentuk pribadi-pribadi yang memiliki akhlak mulia. Baik akhlak terhadap alam dan lingkungan maupun sesama manusia.  Dengan bekal keimanan menjadikan tujuan hidup setiap individu adalah meraih rida Allah bukan semata-mata keuntungan materi.


Demikian pula masyarakat diberi peran penting dalam kewajiban mengontrol terlaksananya setiap peraturan. Budaya saling mengingatkan terhadap kebaikan dan ketaatan (amar makruf nahi mungkar) menjadi kewajiban dari masyarakat.


Sementara penguasa atau negara, Islam memberi porsi besar dalam mengatasi setiap persoalan masyarakat. Sebab negara berfungsi sebagai pengurus dan pelindung bagi kemaslahatan rakyat sekaligus berperan menegakkan aturan Islam.


Dalam sistem ekonominya, Islam membagi soal kepemilikan, mana yang boleh dimiliki oleh individu, mana yang menjadi milik umum dan juga milik negara. Maka negara dalam Islam tidak akan memberikan izin pada pemilik modal untuk menguasai kepemilikan umum demi keuntungan pribadi.


Sebaliknya negara akan merancang strategi pembangunan dengan paradigma semata-mata mewujudkan kemaslahatan umat dan tidak merusak alam lingkungan. Termasuk tata kelola wilayah, pembangunan infrastruktur, pembangunan ekonomi, dan lain-lain. 


Dalam mengatasi banjir misalnya, negara dapat membangun sungai buatan dan kanal untuk mengurangi penumpukan volume air dan mengalihkan aliran air. Membangun bendungan-bendungan untuk menampung tumpahan air hujan. Membangun sumur resapan di daerah tertentu.


Semua hal tersebut hanya dapat diwujudkan dengan penerapan aturan Islam secara menyeluruh. Hingga mampu mengatasi berbagai persoalan masyarakat baik bencana banjir maupun persoalan kemacetan dengan mengedepankan kemaslahatan masyarakat. Wallahu a’lam bi ash-shawwab