Harga PDAM Naik, Rakyat Semakin Tercekik
OpiniPDAM Tirta Sungoi Sesayap, Pemkab Tana Tidung, Kaltara akan Melakukan Penyesuaian Tarif bagi Semua Pengguna
Di Alam Kapitalisme Sekuler Liberal, Air yang Merupakan Pemberian Yang Maha Kuasa Dikapitalisasi Sedemikian Rupa
Penulis : Siti Nurtinda Tasrif
(Aktivis Dakwah Kampus)
kuntumcahaya.blogspot.com -- Kebutuhan setiap manusia sangat banyak dan tidak ada sebab-sebab yang terjadi untuk dapat menolak setiap hal yang dibutuhkan oleh manusia. Di samping, kebutuhan ini sangat krusial dan jika tidak ada maka akan melumpuhkan kinerja pengoperasian kehidupan setiap manusia. Sebut saja Air. Air merupakan salah satu aspek yang dijadikan sumber kehidupan. Dan jika tidak ada maka akan sulit untuk menjalani kehidupan.
Tentu setiap individu memahami betapa penting air dalam kehidupannya. Tanpa air maka setiap aktivitas tidak akan berjalan. Sebut saja, berbagai macam kebutuhan rumah tangga tentu peran air sangat dibutuhkan. Tidak hanya kebutuhan rumah tangga, bahkan kebutuhan kita untuk beribadah pun juga membutuhkan air. Maka pentingganya keberadaan air sendiri tidak dapat dinafikan, melihat manfaat memimumnya dapat menjaga kesehatan tubuh serta menghindarkan dari berbagai penyakit kronis, seperti gagal ginjal dll.
Namun apa jadinya, jika air yang dibutuhkan mengalami kenaikan harga? Sebagaimana yang penulis kutip dari media radartarakan[dot]jawapos[dot]com (29/11/2022), bahwasanya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Sungoi Sesayap akan menerapkan tarif dasar air bersih yang baru pada pada Desember 2022. Sebab, saat ini proses penerbitan Peraturan Bupati (Perbup) terkait penyesuaian tarif dasar air bersih PDAM Tirta Sungoi Sesayap telah sampai di Bagian Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Kaltara. Direktur Utama (Dirut) PDAM Tirta Sungoi Sesayap, Winarno mengatakan, proses penyesuaian tarif PDAM sudah dilakukan sejak tiga bulan lalu. Saat ini pihaknya masih menunggu terbitnya Perbup Tana Tidung.
Adapun persentase kenaikan tarif dasar air bersih produksi perusahaan milik Pemkab Tana Tidung ini bervariasi berdasarkan range pemakaian. Seperti range pemakaian air bersih kategori rumah tangga, 0-10 M3 dari Rp2.868 naik menjadi Rp5.764 per kubik. Lalu, 10-20 M3 dari Rp3.240 per kubik menjadi Rp6.652 per kubik. Sementara untuk range penggunaan di atas 20 M3 naik dari Rp4.284 menjadi Rp7.688 per kubik. Kenaikan tarif ini tidak hanya untuk kategori rumah tangga tapi semua kelompok, seperti sosial, niaga kecil maupun niaga besar, dengan rata-rata kenaikan 100 persen.
Sungguh ironis, secara bertahap kebutuhan semakin hari semakin tinggi pembayarannya. Bahkan hanya untuk air yang nota bene adalah ciptaan dari Allah Swt. yang seharusnya dapat dinikmati secara gratis, tapi tidak demikian yang terjadi. Air dijadikan sebagai ladang bisnis dan diperjualbelikan. Padahal jelas-jelas air termasuk ke dalam kepemilikan umum. Namun tidak dapat dimungkiri, hal ini terjadi karena negara hanya melihat kondisi pendapatan yang masuk ke dalam dompet dan bukan kebutuhan hajat hidup rakyat sudah terpenuhi atau tidak.
Negara saat ini, melihat potensi dari air ini sangat banyak. Terutama dapat dijadikan sebagai alat memperkaya diri. Bahkan dengan modal yang sedikit tetapi keuntungan yang banyak. Mungkin jika dianggap mahal, paling-paling mahal pada peralatan untuk mengsterilkan air nya saja. Sedang untuk mendapatkan air nya sangat mudah dengan proses yang tidak terlalu menguras tenaga dan dompet. Hal ini dilihat oleh negara dan bisa untuk dimanfaatkan. Namun akibat dari keserakahan dalam memanfaatkan berbagai kebutuhan yang seharusnya menjadi hak milik rakyat dan dengan syarat harus membeli kepada pemerintah.
Hingga mengubah posisi yang ada. Posisi negara dalam hal ini adalah penjual bukan penyedia kebutuhan rakyat secara gratis. Sedangkan posisi rakyat sebagai pembeli yang harus menguras keringatnya karena jika tidak dapat membelinya maka tidak akan mendapatkan apa-apa meski sangat membutuhkannya. Bagaimana tidak, yang dilihat oleh negara saat ini adalah materi yang dimiliki masyarakatnya, bukan sebagai masyarakat yang harus dijaga dan diayomi. Apalagi untuk memenuhi kebutuhan hajat hidupnya secara adil dan penuh tanggung jawab.
Inilah buah dari penerapan sistem Kapitalisme. Ia hanya mengenal modal, uang, materi dan kemanfaatan saja. Kemudian buta terhadap nasib, krisis dan hajat hidup orang lain. Sedangkan pemimpin negara adalah pengurus sekaligus pelayan umat. Yang seharusnya menjadi tugas pemimpinlah untuk menyediakan setial kebutuhan rakyatnya tanpa pamrih. Mengingat Negara ini memiliki SDA yang mumpuni dan dirasa cukup untuk dimanfaatkan dalam memenuhi hajat hidup rakyatnya.
Namun dengan ke sekian kalinya, sistem Kapitalisme menghancurkan segala tata kelola negara, sehingga sebagian besar SDA yang ada dikuasi oleh asing. Sementara rakyat hanya mendapat asap pabrik dan debu-debu tambangnya saja.
Kapitalisme juga hanya melihat keberadaan peluang untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Sehingga tidak ada ruang untuk memenuhi kebutuhan umat secara menyeluruh. Jika ingin kebutuhannya dipenuhi negara maka harus membayar bahkan dengan nyawa sekalipun.
Berbeda dari Kapitalisme, sistem Islam menjadikan air sebagai harta kepemilikan umum. Ia akan dikelola oleh negara dan dikembalikan hasilnya kepada rakyat. Rakyat bebas menfaatkan air yang ada tanpa khawatir mengenai biaya yang dikeluarkan. Karena sistem Islam memandang peran negara adalah pengurus uruan umat bukan penjual kepada umat. Islam juga memandang bahwa kemaslahatan umat merupakan hal yang terpenting di atas segalanya. Oleh karena itu, penimpin negara adalah pelayan umat dengan tugasnya untuk mengurusi urusan umat hingga terpenuhi segala hajat hidupnya.
Pemenuhan kebutuhan rakyat harus dipastikan pemerataannya. Dalam artian ke berbagai daerah harus merasakan pengurusan yang sama bagi setiap lini kehidupan. Tidak hanya pada satu tapi ke seluruh wilayah yang tergabung dalam satu negara yaitu negara penerap sistem Islam. Kenapa? Karena hanya pada negara penerap sistem Islam-lah segala tanggungjawab penguasa Islam dapat dilakukan secara bijaksana dan adil. Sama halnya dalam pengurusan kebutuhan rakyat, akan terpenuhi dan terkontrol sedemikian rupa. Hingga tidak ada satu pun rumah yang harus meratapi kekurangan yang dimiliki. Yang ada hanya rasa syukurnya kepada Allah Swt. yang memberikannya sistem kehidupan dan menjaga sekaligus melindungi eksistensinya sebagai manusia sekaligus sebagai hamba Allah Swt. yang taat. Wallahu a'lam bi ash-shawwab.