Bansos dan Subsidi di Balik Kenaikan PPN, Bermanfaatkah?
Analisis
Sejatinya sesuatu hal dikatakan bermanfaat jika
bisa dirasakan dan dinikmati dalam jangka waktu tidak terbatas oleh setiap orang tanpa kecuali
___________________________
Penulis Rita Yusnita
Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Muslimah
KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Dalam konferensi pers yang bertajuk “Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan” yang digelar di Jakarta baru-baru ini, pemerintah resmi mengumumkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mendorong kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kebijakan ekonomi. Bahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan: "Kenaikan tarif PPN 12 persen itu merupakan upaya untuk mendukung program makan bergizi gratis yang menjadi prioritas presiden terpilih Prabowo Subianto."
Iming-Iming Berbagai Program dari Kenaikan PPN
Kenaikan PPN sebanyak 12 persen tentunya menimbulkan “kegaduhan” di masyarakat. Pasalnya, kenaikan PPN ini akan berimbas pada kenaikan harga-harga yang lain. Namun, pemerintah berkilah bahwa mereka sudah menyiapkan berbagai program untuk mengatasi kebijakan baru tersebut.
Di antaranya adalah seperti diungkap Menteri Ketenagakerjaan Yassierli. Menurutnya, pemerintah telah menyiapkan berbagai program sebagai bentuk mitigasi untuk mendukung kesejahteraan pekerja dan buruh di tengah implementasi kebijakan tersebut. Bagi pekerja di sektor padat karya misalnya, Menaker memberikan insentif berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.
Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi pekerja dengan penghasilan hingga Rp 10 juta per bulan. Selain itu, bagi pekerja korban PHK pemerintah akan menawarkan dukungan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Program ini meliputi manfaat tunai sebesar 60 persen flat dari upah selama lima bulan. Ada juga program pelatihan senilai Rp2,4 juta serta kemudahan akses ke Program Pekerja. Sebagaimana dilansir merdeka.com, Sabtu (21-12-2024)
Pada kesempatan yang sama, pemerintah juga mematangkan data dan skema penerima bantuan sosial (bansos) bagi kelas menengah yang terdampak pajak PPN. Menurut Menteri Sosial Saefullah Yusuf, tujuan adanya data tersebut agar penyaluran bansos bisa tepat sasaran pada masyarakat yang membutuhkan. Oleh karena itu, penerima bantuan harus benar-benar sesuai data yang saat ini tengah disusun Badan Pusat Statistik (BPS). Dilansir katadata.co.id (02-12-2024)
Kebijakan pemerintah lainnya adalah terkait dengan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas listrik dan air. Menurut keterangan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pada tahun 2025 pemerintah membebaskan PPN atas listrik dan air dengan nilai Rp14,1 triliun.
Selain pembebasan PPN listrik, pemerintah juga memutuskan untuk memberikan diskon sebesar 50 persen selama 2 bulan untuk pengguna listrik dengan daya 450 volt ampere (VA) hingga 2.200 VA. Diskon ini diberikan pada Januari-Februari 2024 untuk meredam dampak dari kenaikan PPN. Hal ini mendapat tanggapan dari Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, “Kami mengapresiasi, menghargai adanya diskon 50 persen tarif listrik untuk 2.200 watt ke bawah, dan ini menyasar pada 81,4 juta pelanggan kami yang terdiri dari 24,6 juta pelanggan 450 watt, kemudian ada 38 juta pelanggan 900 watt, ada 14,1 juta pelnggan 1.300 watt, dan ada 4,6 juta pelanggan 2.200 watt.”
Sementara untuk pelanggan listrik prabayar, pemerintah secara otomatis langsung menyesuaikan untuk pembelian pulsa atau token listrik. Misalnya, untuk pembelian Rp100.000 dipotong 50 persen menjadi hanya RP50.000. Dilansir viva.co.id, Senin (16-12-2024)
Program Dadakan untuk Atasi Kenaikan PPN, Bermanfaatkah?
Sejenis jajanan tahu bulat digoreng dadakan, hasilnya enak. Nah, ini beberapa program dari pemerintah yang terkesan dadakan sebagai kompensasi kenaikan PPN, apakah bermanfaat untuk rakyat?
Sejatinya sesuatu hal dikatakan bermanfaat jika bisa dirasakan dan dinikmati dalam jangka waktu tidak terbatas oleh setiap orang tanpa kecuali. Namun, lain hal dengan bantuan pemerintah (bansos dan diskon listrik biaya listrik) yang sifatnya temporer dan hanya dinikmati oleh segelintir orang. Kebijakan seperti ini tidak akan meringankan beban rakyat.
Kebijakan seperti ini adalah kebijakan populis otoriter, kebijakan tambal sulam yang tentunya tidak akan menyelesaikan masalah hingga akarnya. Menurut Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana, kepemimpinan populis otoriter yang tampak di Indonesia adalah sosok pemimpin yang populis di tengah masyarakat, tetapi otoriter kepada kelompok-kelompok kritis. Ia menekankan, kepemimpinan populis otoriter berjalan karena mereka berada di bawah kontrol oligarki.
“Kenyataan kepemimpinan populis otoriter itu adalah pemerintah melayani oligarki, tetapi rakyat bertepuk tangan karena diberi bansos. Ini adalah tantangan luar biasa yang akan terjadi di masa depan. Ini adalah bangunan apa yang disebut korporatokrasi, gabungan korporasi dan birokrasi menjadi satu,” ujar mantan aktivis ’98 ini. Muslimahnews, (16-7-23)
Dalam kapitalisme, pajak dijadikan sebagai salah satu sumber pendapatan negara. Maka tidak heran jika sekarang kenaikan PPN digulirkan sebagai salah satu sumber pendapatan negara untuk membiayai berbagai proyek pemerintah yang mirisnya tidak semua rakyat menikmati hasilnya. Indonesia sendiri menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), sekitar 82,4 % pendapatannya dari pajak, sedangkan pendapatan non pajak berasal dari SDA (sumber daya alam), BUMN, Badan Layanan Umum, dan bukan pajak lainnya.
Mencermati besarnya jumlah presentase pajak, artinya ketika pajak mengalami kemandegan maka negara juga akan mengalami kemandegan pula. Pantas jika seorang sejarawan Islam, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa, “Di antara tanda sebuah negara akan hancur adalah semakin besar dan beragam jenis pajak yang dipungut terhadap rakyatnya.”
Oleh sebab itu, berbagai macam program yang ditawarkan di atas sejatinya tidak akan bermanfaat jika hanya menjadi solusi pragmatis dan temporer. Ibaratnya hanya akan “meninabobokan” sebentar sebelum kembali dikagetkan dengan berbagai kenaikan kebutuhan hidup.
Solusi Tepat Tingkatkan Kesejahteraan Rakyat
Dalam kapitalisme merupakan suatu keniscayaan jika pajak dijadikan sebagai pendapatan utama negara. Karena dalam sistem ini segala sesuatunya disandarkan pada materi semata. Rakyat hanya dijadikan objek yang harus menghasilkan keuntungan bukan subjek yang harus diperhatikan kesejahteraannya sehingga hasilnya seperti yang kita rasakan saat ini.
Berbanding terbalik jika dibandingkan dengan sistem Islam. Dalam Islam, pajak bukan merupakan sumber pendapatan negara karena sistem ekonomi Islam memiliki pos pemasukan bagi kas negara. Di antaranya adalah fai dan kharaj, pos kepemilikan umum, dan pos sedekah. Jika pun nanti harus menarik dharibah (pajak) dalam sistem Islam maka hanya akan dipungut ketika kas negara di Baitulmal kosong atau tidak mencukupi, sementara ada pembiayaan wajib yang harus dipenuhi yang sifatnya dharar.
Pajak atau dharibah dalam pandangan Islam hanya dipungut dari orang-orang tertentu saja yaitu:
Pertama, pajak diambil dari kaum muslim saja dan tidak boleh diambil dari nonmuslim.
Kedua, pajak pun hanya diambil dari muslim yang kaya, yaitu orang yang mempunyai kelebihan harta setelah mencukupi kebutuhan pokok dan sekundernya secara sempurna sesuai dengan standard hidup di wilyahnya.
Dalam Islam, negara tidak akan menjadikan pajak sebagai alat untuk menekan pertumbuhan ekonomi. Juga tidak akan pernah memungut langsung pajak kepada rakyat dalam bentuk apa pun seperti PPN, Pph, pajak barang mewah, pajak jual beli, dan berbagai pajak lainnya seperti saat ini.
Islam mewajibkan penguasa untuk selalu memperhatikan dan memenuhi kebutuhan pokok rakyat karena penguasa adalah raa’in.
Sebagaimana tercantum dalam salah satu hadis yang artinya, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari)
Sosok penguasa dalam Islam menjadi kunci lahirnya berbagai kebijakan yang pro rakyat sehingga terlebih dahulu akan mementingkan semua kepentingan rakyat. Islam juga memiliki sumber pendapatan yang akan mampu membiayai pembangunan di segala bidang.
Negara pun tidak akan memungut biaya dalam hal pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Semua pelayanan ini akan diberikan secara gratis dengan kualitas terbaik sehingga akan tercipta kesejahteraan rakyat individu per individu. Semua ini akan tercipta dalam sebuah tatanan kehidupan negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah. Wallahualam bissawab. [EA/MKC]