Perpanjangan Kontrak IUPK Freeport Langkah Maju atau Kebijakan Kolonialisme?
Opini
Sistem ekonomi Islam dianggap sebagai solusi untuk menjaga agar kekayaan alam dimiliki oleh rakyat dan dikelola demi kemaslahatan umat
Melalui sistem ini, pengelolaan sumber daya alam akan difokuskan pada kepentingan umat
______________________________
Penulis Sonia Rahayu, S.Pd
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia berhasil memperoleh 51 persen saham dari PT Freeport Indonesia. Sebuah pencapaian yang melalui proses panjang dan negosiasi yang rumit.
Sejarah divestasi Freeport Indonesia mencatat tarik ulur selama 26 tahun, dimulai dari era Presiden Soeharto hingga era reformasi. Pada masa Orde Baru, terjadi pembentukan Kontrak Karya yang memberikan keistimewaan bagi Freeport, tetapi baru pada tahun 1991 dimulai proses divestasi saham yang berlanjut hingga era Jokowi.
Selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Indonesia berhasil mencapai kesepakatan dengan Freeport McMoran untuk mengakuisisi saham sebesar 51 persen dari Freeport Indonesia.
Langkah ini diumumkan pada tahun 2018 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menandai kesuksesan dalam upaya negara untuk mengambil alih tambang besar emas di Papua dari dominasi asing.
Tahun 2024 pemberian perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PT Freeport Indonesia oleh Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.25 tahun 2024 telah memunculkan sejumlah diskusi dan analisis.
Langkah ini memberikan angin segar bagi PT Freeport Indonesia untuk terus beroperasi hingga masa umur cadangan tambang perusahaan. Namun, di balik keputusan tersebut terdapat syarat yang harus dipenuhi, termasuk peningkatan kepemilikan saham Indonesia hingga 61% dan komitmen investasi baru dalam bentuk pengolahan dan pemurnian terintegrasi dalam negeri.
Meskipun demikian, peraturan ini juga menetapkan evaluasi setiap 10 tahun dan memungkinkan PT Freeport Indonesia untuk mengajukan perpanjangan lebih awal tanpa menunggu hingga lima tahun sebelum masa berlaku izin usaha pertambangan berakhir.
Meskipun langkah ini dapat dianggap sebagai kesempatan bagi pemerintah dan PT Freeport Indonesia untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan, perlu diingat bahwa masih ada pertimbangan terkait pengelolaan lingkungan dan pelaksanaan operasi produksi yang harus dipertimbangkan dengan cermat.
Oleh karena itu, sementara keputusan ini memberikan peluang bagi pertumbuhan industri pertambangan di Indonesia. Penting bagi pemerintah dan pihak terkait untuk terus memonitor dan mengevaluasi dampaknya terhadap lingkungan, masyarakat lokal, dan ekonomi negara.
Adapun banyak yang tidak setuju dengan klaim bahwa memperpanjang kontrak IUPK hingga 2061 akan bermanfaat. Menurut Achmad Nur Hidayat dari UPN Veteran Jakarta, perpanjangan kontrak IUPK PTFI bisa merugikan negara. Beliau menduga ada pihak yang mengincar keuntungan pribadi di balik perpanjangan kontrak tersebut.
Jika kita lihat dari laporan keuangan 2022, PT Freeport-McMoran Inc. meraup pendapatan sebesar USD22,78 miliar atau sekitar Rp341,7 triliun. Sebanyak 37% dari pendapatan itu, sekitar USD8,43 miliar (Rp126,39 triliun), berasal dari PTFI.
Artinya, bila Indonesia memiliki 100% saham PTFI tanpa perpanjangan kontrak, semua pendapatan operasional senilai USD8,43 miliar akan masuk ke kas negara setiap tahun. Dalam 20 tahun, potensi pendapatan totalnya mencapai Rp2.529 triliun.
Namun, jika Indonesia hanya memiliki 61% saham PTFI, penerimaannya hanya sebesar USD4,14 miliar per tahun. Dalam 20 tahun, penerimaan tersebut hanya mencapai Rp1.542 triliun. Dengan mengambil alih 100% saham, potensi keuntungan Indonesia bisa mencapai lebih dari Rp1.000 triliun.
Meski begitu, analisis ini belum mempertimbangkan faktor-faktor seperti biaya operasional, pemeliharaan, dan fluktuasi harga komoditas, juga dampak lingkungan dan sosialnya. Namun, biaya tersebut mungkin tidak sebanding dengan kerugian yang akan ditanggung jika PTFI tetap dibiarkan menambang.
Selain itu, kepemilikan saham 51% PTFI oleh MIND ID juga menimbulkan pertanyaan. MIND ID membeli saham PTFI dengan dana dari obligasi internasional, yang bisa dimiliki oleh pihak asing termasuk AS. Dengan demikian, meskipun kepemilikan saham berpindah, keuntungannya tetap mengalir ke AS.
Perpanjangan kontrak IUPK pada PTFI dianggap sebagai langkah untuk melanggengkan penjajahan. Sejak 1976, PTFI telah menambang di Indonesia tanpa memberikan banyak manfaat pada negara, sementara lingkungan dan masyarakat sekitar menderita.
Sistem ekonomi Islam dianggap sebagai solusi untuk menjaga agar kekayaan alam dimiliki oleh rakyat dan dikelola demi kemaslahatan umat. Melalui sistem ini, pengelolaan sumber daya alam akan difokuskan pada kepentingan umat, bukan pada keuntungan pribadi. Wallahualam bissawab. [SJ]