Perundungan Anak Marak, Buah Sistem Rusak
Opini
Benteng akidah inilah yang mampu mengendalikan naluri emosional dalam diri manusia
Seorang muslim yang beriman akan mudah memfilter apa-apa yang akan dilakukanya
______________________________
Yayan Ummu Maryam
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Miris, setiap hari melihat berita, selalu ada saja tentang kekerasan yang terjadi kepada anak-anak. Kasus ini makin hari makin bertambah, sebenarnya apa yang sedang terjadi di negeri ini?
Pola pikir dan tingkah laku yang serba bebas menjadi salah satu pemicu maraknya tindak kekerasan terhadap anak. Ditambah lagi peran media, baik cetak maupun elektronik memiliki andil dan pengaruh besar dalam pembentukan pola pikir liberal (serba bebas).
Dalam benak mereka (penganut paham liberalisme sekularisme) hanya memikirkan duniawi, sehingga berbagai macam cara akan dilakukan demi memenuhi nafsunya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat kasus pelanggaran yang masuk sebagai laporan kekerasan anak hingga Agustus 2023 sebanyak 2.355 kasus. Selama tahun 2023 di Indonesia kasus kekerasan pada anak semakin marak terjadi.
Sebanyak 723 kasus kekerasan dalam satuan pendidikan, di antaranya sebagai berikut:
1. Anak-anak sebagai korban perundungan atau bullying sebanyak 87 kasus
2. Anak-anak korban kebijakan pendidikan 27 kasus
3. Anak korban kekerasan psikis atau fisik sebanyak 236 kasus
4. Anak korban kekerasan seksual 487 kasus
Sisanya adalah data pelanggaran terhadap perlindungan anak misalnya, menyangkut pengasuhan, terkait hak sipil, terkait kesehatan, dan perlindungan lainnya. Misalnya korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), anak korban (Human Immunodeficiency Virus) HIV, eksploitasi dan sebagainya. (jawapos.com, 09/10/2023)
Kejadian perundungan (bullying) di Indonesia kian hari jumlahnya makin meningkat. Sejatinya perundungan baik secara fisik maupun verbal terjadi karena beberapa faktor.
Pertama, faktor individu, yakni nihilnya peran agama dalam mengatur kehidupan manusia. Manusia hidup bebas dengan menetapkan aturan buatan sendiri. Alhasil, tidak ada sandaran manusia dalam melakukan perbuatan. Mereka mudah tersulut emosi hanya karena masalah sepele.
Kedua, faktor keluarga, dalam keluarga anak mudah sekali meniru perilaku orang tua mereka di rumah. Orang tua yang sering bertengkar di rumah, menghukum anak, dan memberikan luka pengasuhan pada anak seperti sering membandingkan, memarahi atau melukai fisik anak. Maka akan timbul suasana rumah yang stres dan anak memiliki pemahaman boleh berperilaku anarkis untuk membela diri.
Ketiga, faktor sekolah dan sistem pendidikan, kurangnya pengawasan pihak sekolah menjadikan kekerasan pada anak makin marak terjadi. Karena sistem pendidikan dalam kapitalisme hanya fokus kepada orientasi materi. Nilai di atas kertas dicari demi mendulang materi.
Dengan melihat hal ini, sangat urgen dibutuhkan solusi mengakar yang mampu menyelesaikan masalah perundungan. Kita harus merujuk pada aturan Sang Pencipta yakni Allah Swt. melalui risalah Rasul-Nya. Kitabullah dan sunnah Rasulullah saw. adalah pedoman penting bagi kehidupan manusia.
Dalam Islam diperintahkan bahwa seluruh umat manusia untuk menanamkan akidah yang kuat sebagai landasan dalam kehidupan. Akidah ini lahir dari kedekatan setiap hamba pada Allah Swt.. Kedekatan ini hasil dari mengamalkan dan memperbanyak ibadah kepada Allah Swt..
Benteng akidah inilah yang mampu mengendalikan naluri emosional dalam diri manusia. Seorang muslim yang beriman akan mudah memfilter apa-apa yang akan dilakukanya.
Selain itu, keluarga yang dibangun atas akidah Islam akan mampu menghasilkan keluarga yang berkah dan dipenuhi dengan rahmat Allah Swt. di dalamnya. Ibu dan ayah akan memaksimalkan peran mereka di rumah. Ibu adalah sekolah pertama bagi anak, ibu bisa menanamkan ilmu Islam kepada anak dan mengajari anak agar tidak menjadi pelaku atau korban perundungan.
Media dalam sistem Islam adalah sebagai syiar agama. Konten-konten kekerasan akan dicegah oleh negara. Sehingga yang muncul adalah konten-konten yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
Sistem pendidikan dalam Islam dibangun atas akidah Islam. Alhasil, output pendidikan di dalam Islam adalah sebagai generasi berkarakter mulia, bukan hanya kaya akan ilmu pengetahuan, terampil, tetapi juga beriman dan bertakwa. Kurikulumnya disusun sedemikian rupa agar generasi memiliki pola pikir dan pola sikap Islami. Sehingga tidak akan muncul rasa untuk melakukan perundungan.
Sebagaimana Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah." (TQS. Ali Imran ayat 110)
Setiap bentuk pelanggaran syariat oleh setiap individu akan diberikan sanksi tegas dari negara. Sanksi ini sebagai wujud penjagaan negara terhadap seluruh rakyatnya.
Dengan demikian, dibutuhkan segera kebutuhan hidup di bawah naungan syariat Islam secara kafah, yang akan menjaga umat dari segala jenis kerusakan. Wallahualam bissawab. [SJ]