Alt Title

Kerusakan Moral Generasi, Potret Kelam Sistem Sekulerl

Kerusakan Moral Generasi, Potret Kelam Sistem Sekulerl

 


Meski uji coba pergantian kurikulum dilakukan berulang kali, tetap saja mustahil generasi mulia tercipta

Hal ini tak lain karena absennya agama dalam mengiringi proses pembelajaran      

_________________


Penulis Etik

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Mahasiswa Pascasarjana UGM


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Generasi yang sering diidentikkan dengan para pemuda acapkali dijadikan indikator bagaimana masa depan suatu bangsa. Saat generasi bermental kuat, maka dapat dipastikan negara akan tumbuh dengan kokoh demikian sebaliknya. Sayangnya, saat ini potret generasi muda justru makin hari makin memprihatinkan. Alih-alih siap menjadi tumpuan dan menjadikan kondisi kehidupan lebih baik, mereka justru banyak menjadi parasit yang merusak tatanan sosial masyarakat.


Sudah jamak media memberitakan berbagai bentuk kejahatan yang mirisnya dilakukan oleh para pemuda. Seperti yang baru-baru ini terjadi. Dikutip dari kompas.com (15/3/24), seorang gadis remaja berusia 15 tahun di Lampung Utara diperkosa secara keji oleh 10 orang pria dan disekap selama 3 hari tanpa makan pada Sabtu (15/3/24). 


Gadis tersebut akhirnya berhasil ditemukan di dalam sebuah gubug dalam kondisi yang amat mengenaskan dan mengalami trauma berat. Sebanyak 6 pelaku berhasil diringkus polisi, sementara 4 orang lainnya berhasil kabur. Ironisnya, 3 di antara para pelaku yang telah tertangkap merupakan remaja yang masih di bawah umur.   

Sementara, di daerah berbeda, tragedi perang sarung yang melibatkan sekelompok pelajar juga sukses memakan satu korban tewas, seorang pelajar berusia 17 tahun. Dikutip dari CNN Indonesia (16/03/2024), peristiwa tragis ini terjadi tengah malam pada Sabtu (15/3/24) di Kabupaten Bekasi. 


Seolah menjadi tren baru, faktanya perang sarung terjadi di daerah lain. Di Pangkalpinang, dalam semalam polisi berhasil menemukan 3 lokasi perang sarung antar remaja (Tribun News 17/3/24). Dari tiga lokasi berbeda, polisi meringkus 22 orang remaja yang terlibat dalam aksi perang yang dapat membawa petaka ini. Ironisnya, mayoritas di antaranya pelajar SMP dan SMA.  


Realita memprihatinkan tersebut sesungguhnya menunjukkan moral generasi saat ini telah rusak parah. Kerusakan moral ini merupakan output dari gagalnya kurikulum pendidikan mencetak generasi berkualitas.


Kurikulum pendidikan yang didesain sarat dengan nuansa sekuler meniscayakan pengerdilan peran agama dari konteks dan esensi pendikan itu sendiri. Meski uji coba pergantian kurikulum dilakukan berulang kali, tetap saja mustahil generasi mulia tercipta. Hal ini tak lain karena absennya agama dalam mengiringi proses pembelajaran.        


Akibatnya, generasi menjadi sosok yang jauh dan asing dengan agamanya sendiri. Intelektualitas yang dimiliki berjalan secara timpang dengan spiritualitas. Tak heran, banyak pemuda dewasa yang mampu mengenyam pendidikan tinggi tetapi kecerdasannya nyatanya tak mampu menjadikan mereka pribadi yang mulia.


Selain pendidikan, faktor lingkungan, termasuk maraknya konten kekerasan dan seksual juga memegang peranan yang tak kalah penting pada pembentukan generasi saat ini. Memang, tak dapat dimungkiri bahwa adanya kemajuan teknologi merupakan satu hal yang patut disyukuri karena dapat membawa berbagai dampak positif, seperti makin cepatnya manusia menerima informasi, pengetahuan dan lain sebagainya. 


Namun demikian, bagai dua mata pisau, di sisi lain, kemajuan teknologi dapat menjadi gerbang masuknya konten-konten negatif akibat derasnya arus informasi. Konten-konten negatif tersebut kini sangat tak terkendali sehingga pelajar dan anak-anak dapat mengakses konten berbahaya yang umumnya diperuntukkan untuk orang dewasa. Alhasil, dekadensi moral tak pelak terjadi akibat menyebarnya konten konten itu. 


Sementara, pemerintah satu-satunya pihak yang mempunyai otoritas mengontrol dan menyeleksi arus informasi yang masuk justru mengalami kelumpuhan. Alih-alih melaksanakan tugas secara optimal, beberapa dari mereka menjadi bagian dari tim sukses tersebarnya berbagai konten tak layak di sosial media dengan iming-iming materi. 


Melihat kondisi darurat moral ini, penting rasanya menilik ulang apa sejatinya akar masalah bobroknya generasi saat ini. Jika dirunut secara mendalam, core problematika ini nyatanya tak hanya terletak pada satu segmentasi tertentu tetapi menginduk pada sesuatu yang sistemik yang mampu mewarnai determinan-determinan cabang hingga mencetuskan keadaan seperti sekarang. Oleh karena itu, solusi permasalahan ini selayaknya tak hanya pragmatis pada satu fragmen tertentu, tetapi perlu dilakukan secara komprehensif.    


Islam sebagai way of life, bukan hanya sekedar agama atau kepercayaan spiritual. Sebenarnya, Islam telah mempunyai konsep lengkap yang dapat berkontribusi pada perbaikan generasi secara revolusioner. Dimulai dari paradigma bahwa generasi merupakan aset peradaban. la memiliki berbagai strategi yang untuk menjaga generasi. Dalam Islam, pondasi pendidikan yang dibangun berdasarkan pada akidah Islam. Pondasi akidah inilah yang akhirnya menjadikan sistem pendidikan kuat, tak gampung rapuh, koyak dan lemah ditelan kehidupan. 


Melalui metode talqiyan fikriyan, sebuah metode yang dilakukan bukan hanya dengan memberi informasi tetapi membina pemikiran dan meningkatkan taraf berpikir. Para pemuda dalam sistem Islam akan diarahkan untuk menambatkan aktivitas berpikir dan bertindak pada garis syariat sehingga keimanan akan terbentuk sempurna. Keimanan tersebut akhirnya akan menjadi benteng dari perbuatan-perbuatan keji dan menciptakan kepribadian yang mulia. Generasi dengan kepribadian mulia inilah generasi-generasi dambaan umat yang tak hanya cerdas secara intelektual, tetapi memiliki karakter yang kokoh.


Selanjutnya, hal tersebut disempurnakan dengan hadirnya peran negara. Islam memandang negara sebagai pihak yang diserahi amanah kepemimpinan oleh rakyat, memegang tanggung jawab sebagai ra’in. Negara wajib memastikan urusan masyarakat ditangani dan terjamin dengan baik, termasuk problematika terkait generasi ini. 


Negara turun langsung mengawasi peredaran konten-konten yang akan dikonsumsi masyarakat. Jika perlu, negara tak akan berpikir panjang untuk menutup rapat celah terhadap berbagai tayangan yang dapat merusak generasi seperti konten porno, kekerasan dan lain-lain. Dengan upaya tersebut, para pemuda akan senantiasa berada dalam suasana keimanan dan ketaatan. Demikianlah, syariat membentuk generasi berkepribadian Islam yang mulia. Wallahualam bissawab. [Dara]