Alt Title

Gamophobia, Kok Bisa?

Gamophobia, Kok Bisa?

 


Islam memerintahkan istri untuk taat suami selama bukan perkara kemaksiatan 

Islam pun memerintahkan suami untuk memperlakukan istri dengan baik

______________________________


Penulis Yani Ummu Qutuz

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Member AMK Pegiat Literasi


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Bagi sebagian orang, menikah mungkin menjadi suatu hal yang menakutkan. Maka orang akan berhati-hati mengambil keputusan untuk berkomitmen dan menikah. Kondisi takut menikah yang berlebihan ini disebut gamophobia.


Kata ini mulai sering disebut seiring dengan munculnya tren takut menikah di kalangan generasi muda. Hal ini berakibat pada menurunnya angka pernikahan, dengan angka penurunan mencapai 28,63% setara dengan sekitar 632.791 kasus pernikahan. (goodstats.id, 09/03/2024)


Phobia ini muncul karena trauma akan hubungan di masa lalu atau pengalaman masa kecil juga kondisi mental yang belum siap dan belum matang secara ekonomi. Bisa juga karena melihat pengalaman buruk yang dialami oleh pasangan yang sudah menikah, seperti perceraian, perselingkuhan, serta KDRT. Semua ini menjadi faktor kuat yang memengaruhi penurunan angka pernikahan di Indonesia. 


Hal yang paling dikhawatirkan dari fenomena takut menikah adalah faktor ekonomi. Makin sulitnya kondisi ekonomi saat ini, membuat kaum muda ragu untuk memulai kehidupan berumah tangga. Hal ini membuat kaum muda menunda pernikahan yang dikenal dengan istilah waithood, bahkan enggan untuk berkomitmen dalam pernikahan.


Kekhawatiran akan kehidupan masa depan selalu menghantui kaum muda. Khawatir tidak bisa membahagiakan pasangan, khawatir tidak bisa menyekolahkan anak, dan sebagainya. Padahal kekhawatiran seperti ini sebenarnya tidak boleh ada, karena memang belum terjadi. Mereka sudah membuat film sendiri dalam benaknya tentang gambaran kehidupan di masa depan.


Mereka salah dalam menyikapi realitas kehidupan. Bahwa dalam kehidupan itu tidak selamanya sesuai dengan harapan, kadang ada bahagia kadang sedih, kadang punya kadang tidak punya, kadang sehat kadang sakit, dan seterusnya. Namun pasangan muda kadung menganggap bahwa kehidupan pernikahan itu manis, bakal bahagia. Ketika mengalami kesulitan hidup berumah tangga mudah terjadi perselisihan, cekcok dan akhirnya bercerai. 


Kehidupan sekuler kapitalistik menjadikan kesenangan materi sebagai standar kebahagiaan. Mewahnya perayaan resepsi pernikahan dianggap sebagai ukuran kemapanan ekonomi seseorang.


Tidak sedikit orang tua yang menetapkan nominal yang tinggi pada calon menantunya untuk biaya resepsi pernikahan. Sementara banyak pria usia menikah sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Akhirnya ketidaksiapan finansial menjadi halangan untuk menunda bahkan tidak menikah.


Mahalnya biaya hidup berdampak pada sulitnya ekonomi keluarga. Sesungguhnya masalah ini tidaklah berdiri sendiri. Ada peran negara yang membuat rakyat harus merasakan pahitnya hidup.


Negara yang menganut sistem sekuler kapitalistik telah mengabaikan hak-hak rakyat untuk hidup sejahtera. Negara lebih berpihak pada para pemilik modal dan kekuasaan, sehingga pengurusan atas rakyatnya terabaikan.


Islam memiliki pandangan yang khas dan istimewa tantang pernikahan. Dalam Islam pernikahan bukan semata terjadinya akad, akan tetapi merupakan perjanjian yang agung (mitsaqon gholizhon) antara seorang laki-laki dan perempuan yang dalam prosesinya diserahkan pada walinya. Ada konsekuensi yang harus ditaati oleh keduanya berupa hukum-hukum syarak. Allah akan limpahkan pahala bagi suami maupun istri jika melaksanakannya. 


Pernikahan adalah bagian dari ibadah karena menyempurnakan setengah agama, sebagaimana sabda Rasulullah:

"Jika seseorang menikah ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Oleh karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh lainnya." (HR. Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman. Dishahihkan oleh Syekh Al Albani dalam As-Silsilah Ashohihain No. 625)


Islam pun mengatur pergaulan yang baik antara suami dan istri. Istri diperintahkan untuk taat pada suami selama bukan dalam kemaksiatan. Ketaatan istri pada suami ini tidak akan membuat posisi istri menjadi lebih rendah sehingga rentan KDRT.


Saat Islam memerintahkan istri untuk taat, Islam pun memerintahkan suami untuk memperlakukan istri dengan baik. Allah Swt. berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 19:

"Dan pergaulilah mereka (istri-istrimu) dengan baik."


Kehidupan suami istri adalah kehidupan yang penuh persahabatan. Suami maupun istri akan menikmati ketenteraman dan kebahagiaan yang dibangun bersama. Untuk mencapai itu semua, maka suami istri bertanggung jawab menjalani kewajibannya dan menunaikan hak-hak pasangannya dalam kehidupan pernikahan.


Suami maupun istri harus ikhlas menjalani semua tanggung jawab yang telah ditetapkan Allah Swt.. Maka seharusnya generasi muda tak perlu takut menikah, selama mereka berniat ikhlas karena Allah dan memahami hukum-hukum agama dengan benar. Wallahualam bissawab. [SJ]