Alt Title

Rezeki Itu Ada di Langit, Bukan di Tempat Kerja

Rezeki Itu Ada di Langit, Bukan di Tempat Kerja

 


Sang putri itu pun menjawab, “Beliau menyerahkan kita kepada Zat Yang Maha Hidup, Maha Pemberi Rezeki, dan tak pernah mati.”

______________________________


Penulis Arda Sya'roni 

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, INSPIRASI - Mendapat kiriman video dari grup kajian tentang kisah Hatim Al Ashom, seorang ulama besar kaum muslimin. Sungguh, hati ini rasanya tertampar sekaligus terkenang akan kisah saat saya bekerja. 


Dalam video tersebut dikisahkan bahwa Hatim menyampaikan kepada istri dan 9 putrinya perihal rencananya hendak menuntut ilmu. Istri dan 8 orang anaknya keberatan dengan alasan siapa yang hendak memberinya makan?


Namun, jawaban dari seorang putrinya yang berumur 10 tahun begitu mengejutkan. Sang putri yang juga seorang hafizah itu mengatakan, “Biarkan beliau pergi menuntut ilmu. Beliau menyerahkan kita kepada Zat Yang Maha Hidup, Maha Pemberi Rezeki dan tak pernah mati.”


Hatim pun pergi. Saat malam menjelang perut mereka pun mulai lapar, namun tak ada makanan. Ibu dan kedelapan saudarinya pun memandanginya seakan menyalahkan karena memberi restu pada ayahnya untuk pergi menuntut ilmu.


Sang putri itu pun menjawab, “Beliau menyerahkan kita kepada Zat Yang Maha Hidup, Maha Pemberi Rezeki dan tak pernah mati.”


Tiba-tiba pintu rumah diketuk. Tampak para penunggang kuda di depan rumah. Seseorang dari mereka berkata, “Adakah air di rumah kalian?”


“Ya. Kami memang tidak punya apa-apa kecuali air,” jawab istri Hatim


Air pun dihidangkan dan dahaga pun hilang. Seorang pemimpin mereka pun bertanya, ”Rumah siapa ini?”


“Hatim Al Ashom," jawab mereka.


Penunggang kuda itu terkejut.


“Hatim? Ulama besar kaum muslimin?”


Kemudian diambilnya sebuah kantung yang berisi uang. Dilemparkannya kantung uang itu ke dalam rumah sembari berkata, ”Siapa yang mencintai saya maka lakukan seperti apa yang saya lakukan!”


Para penunggang kuda lainnya pun turut mengeluarkan sekantung uang kemudian dilemparkannya ke dalam rumah. Sehingga pintu rumah tidak bisa ditutup karena penuh dengan kantung uang.


Demikianlah janji Allah tak pernah diingkari. Kita hanya diperintahkan untuk taat dan yakin bahwa rezeki Allah takkan pernah salah alamat. Bahwa rezeki itu berasal dari langit bukan dari tempat kerja, dari Allah bukan dari atasan.


-----


Serupa dengan hal di atas, sejak pertama kali kerja kantoran saya mengazamkan diri bahwa saya bekerja karena ibadah pada Allah, bukan karena gaji atau karena atasan. 


Saya bekerja sebagai tenaga sales administrasi kontrak pada sebuah perusahaan farmasi PMA dengan gaji hanya Rp400.000,- saat itu. Karena di bagian sales maka otomatis jam kerja saya tergantung pada keberadaan teman-teman team. Jika mereka berada di lapangan maka kerjaan saya agak santai dan bahkan tak ada kerjaan. Namun, saat di akhir bulan di mana target penjualan sangat berarti, otomatis jam kerja saya bagaikan kerja rodi hingga terkadang tak sempat istirahat.


Namun karena azam saya bekerja adalah ibadah, maka meski tak ada bos ataupun teman-teman yang lain saya tetap menyibukkan diri dengan salat duha, membersihkan meja teman-teman, meja bos, file dan brosur yang berserakan bahkan lemari-lemari penyimpanan di kantor.


Saya pinjam sapu dan kemoceng dari si abang OB. Sering saya dapat cemoohan dari teman-teman sekantor maupun teman-teman dari kantor sebelah, “Ya Allah, orang kamu gak dibayar buat jadi OB koq repot amat!”


Namun, dalam benak saya yakin bahwa saya bekerja karena Allah dan Allah menyukai kebersihan. Maka biarkan Allah yang menilai kerja saya dan menggaji saya sesuai dengan apa-apa yang saya usahakan.


Singkat cerita suatu hari saya bertanya pada pak bos, “Pak, maaf, kenapa ya sales admin di sini koq gak dijadikan karyawan tetap?”


Dijawabnya, “Jangan pernah kamu berharap jadi karyawan tetap, jangan mimpi kamu! Itu sales admin di induk perusahaan saja sudah bertahun-tahun masih juga pegawai kontrak. Nah, kamu hanya di anak perusahaan, mana mungkin jadi karyawan tetap. Jangan mimpi, kamu!”


Qodarullah setahun kemudian perusahaan yang demikian kokoh tetiba melakukan outsourcing  dan saya diangkat jadi karyawan tetap. Sedang teman saya, sales admin di perusahaan induk masih juga menjadi pegawai kontrak hingga saya resign beberapa tahun silam. 


Dua tahun kemudian perusahaan melakukan merger dengan PMA lain. Sehingga saya pun selain jadi karyawan tetap juga memperoleh tunjangan-tunjangan dan gaji yang alhamdulillah lumayan.


Saya juga berkesempatan mendatangi meeting di Jakarta dengan menaiki pesawat (sebelumnya saya hanya selftalk jika ada pesawat lewat depan rumah 'suatu saat saya ke Jakarta naik pesawat itu').  Dan yang benar-benar tidak disangka di hari akhir saya bekerja, saya mendapatkan pesangon yang cukup besar hingga mampu menutup KPR yang baru setengah perjalanan. Dan usailah dosa riba saya. Alhamdulillah. Maka nikmat Allah mana yang kau dustakan?


Sungguh bila kita taat dan yakin akan rezeki Allah maka Allah-lah yang akan mengatur segalanya walau sesuatu yang tampak tidak mungkin bagi kita. 

Sidoarjo, 310818. Wallahualam bissawab. [SJ]