Alt Title

Konsepsi Islam Merawat Pribadi Keibuan

Konsepsi Islam Merawat Pribadi Keibuan

 


Menjadi perempuan adalah anugerah, dan karunia yang besar apabila diberi amanah anak-anak dalam lingkungan keluarganya

Dia akan menyambutnya sebagai hadiah untuk diasuh dengan kasih sayang tanpa sedikitpun ada rasa khawatir dalam membesarkannya. Para perempuan akan dinafkahi oleh para pemimpinnya. Jika dia anak perempuan, ayahnya yang bertanggung jawab. Jika dia seorang istri atau ibu, maka suaminya yang bertanggung jawab dalam nafkahnya


____________________


Penulis Liza khairina

Kontributor Media Kuntum Cahaya


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Rohwana (38 tahun), seorang ibu di kabupaten Belitung, Bangka Belitung membunuh bayinya sendiri dengan menenggelamkan ke ember berisi air setelah dilahirkan. Kemudian,.membuangnya ke semak-semak di kebun milik warga sekitar. Kepada Polisi Rohwana mengaku ketika diinterogasi bahwa: dia tega membunuh bayinya karena faktor ekonomi, tidak cukup biaya untuk membesarkannya. (kumparan.com, 24 januari 2024)


Fenomena sikap seorang ibu bisa menjadi lebih buas dari hewan karena tidak didukung oleh kondisi sekitar. Kondisi stres yang tidak mungkin membersarkan bayinya tanpa dukungan keluarga yang cukup ekonomi. Sungguh memprihatinkan. Padahal, ibu adalah makhluk mulia yang diciptakan Allah Swt. untuk mengandung, melahirkan dan membesarkan putra putrinya demi berlangsungnya peradaban manusia yang agung. 


Namun, kenyataannya justru seorang ibu menjadi monster yang membunuh darah dagingnya sendiri. Ini fakta kesekian kalinya, karena sistem yang diberlakukan di tengah-tengah masyarakat sama sekali tidak peduli, tidak memberikan dukungan penuh dan perlindungan bagi keluarga, terutama pada perempuan yang kodratnya lemah, jauh dari tanggung jawab luar rumah mencari nafkah. Seorang perempuan harusnya dilindungi dan dijamin seluruh kebutuhannya tanpa khawatir ditelantarkan dengan kondisi amanah seorang anak di pundaknya.


Faktor ekonomi yang selalu menjadi alasan menjamurnya pelaku tindak kriminal tidak lepas dari sistem kapitalisme yang hari ini menjadi dasar bernegara. Sistem ekonomi yang berbasis sekulerisme, yakni meninggalkan agama dalam pengaturannya telah menjadikan banyak keluarga dilanda kemiskinan karena peredaran ekonomi hanya bertumpu pada segelintir orang. Negara hanya bertindak sebagai regulator, sedangkan para pelaku ekonominya adalah orang-orang kapitalis, pengusaha-pengusaha yang standartnya bisnis dalam interaksinya dengan masyarakat.


Masyarakat diperas seenaknya dengan membuat harga-harga pokok melambung tinggi. Ditambah susahnya mendapatkan pekerjaan dengan gaji layak, pendidikan yang susah dijangkau kalangan menengah ke bawah, kesehatan yang mahal, dan rendahnya aparat penegak hukum mengayomi masyarakat menambah beban hidup keluarga semakin berat. Alhasil selalu terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dan masyakat terus dalam kondisi stres yang berkepanjangan.


Berbeda dengan sistem Islam yang basisnya adalah akidah Islam. Menjadi perempuan adalah anugerah, dan karunia yang besar apabila diberi amanah anak-anak dalam lingkungan keluarganya. Dia akan menyambutnya sebagai hadiah untuk diasuh dengan kasih sayang tanpa sedikitpun ada rasa khawatir dalam membesarkannya. Para perempuan akan dinafkahi oleh para pemimpinnya. Jika dia anak perempuan, ayahnya yang bertanggung jawab. Jika dia seorang istri atau ibu, maka suaminya yang bertanggung jawab dalam nafkahnya.


Para laki-laki keluar rumah mencari nafkah dan negara menfasilitasinya sebagai wujud tanggung jawab penguasa atas rakyatnya. Penguasa menyediakan lapangan kerja yang cukup dengan tingkat keamanan dunia dan akhiratnya. Sedangkan hal pokok lain seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan dalam tanggung jawab penguasa seluruhnya tanpa melihat masyarakat dari kalangan bawah, menengah dan atas.


Sungguh, tentang urusan umat ini Allah swt telah mewakilkan kepada para khalifah untuk mengurusnya dengan sebaik-baik pengurusan. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda, "Imam (khalifah) itu laksana penggembala, dan dialah penanggung jawab rakyat yang digembalakannya." (HR. Imam Bukhari dan Ahmad)


Menjadi penggembala tentu harus memastikan gembalaannya terpenuhi segala kebutuhannya. Kebutuhan fisiknya untuk terus dalam kewarasan dan memberikan manfaat pada sesama maupun kebutuhan batin agar senantiasa terjaga keimanannya, tumbuh, berkembang dan berbuah menjadi pribadi-pribadi yang kuat. Menjadi penyangga negara yang terus memproduksi kebaikan, kemakmuran dan keadilan. Wallahualam bissawab. [Dara]