Alt Title

Ilusi Zero Stunting dalam Kapitalisme

Ilusi Zero Stunting dalam Kapitalisme

 


Kasus stunting yang tinggi memiliki keterkaitan dengan kemiskinan yang makin akut. Ditambah lagi harga pangan setiap saat mengalami kenaikan sehingga memberikan dampak sulitnya memperoleh bahan makanan

 Banyak rakyat dengan penghasilan rendah untuk memenuhi kebutuhannya harus berjuang mati-matian. Bagi mereka hidangan bergizi menjadi sajian mewah

______________________________


Penulis Irmawati

Kontributor Media Kuntum Cahaya 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Stunting menjadi perhatian pemerintah saat ini. Mengingat Indonesia dalam kasus stunting termasuk kasus yang tinggi. Dikutip dalam Berita Satu (01/12/2023), anggota Komisi DPR Rahmad Handoyo menyoroti penanganan kasus stunting yang belum optimal.


Pasalnya program stunting hanya terbatas pada orientasi proyek dengan hanya berfokus pada penuntasan program kerja. Dengan kata lain anggaran habis, programnya tuntas, tetapi hasil tidak sesuai harapan. Untuk menangani stunting, pemerintah perlu melibatkan masyarakat.


Tidak hanya pada program kerja penanganan stunting yang kurang tepat. Akan tetapi, terdapat pula indikasi penyelewengan dana penanganan stunting di tingkat daerah. Sebagaimana Presiden Joko Widodo mencatat bahwa dana stunting di suatu daerah ada yang digunakan untuk keperluan rapat dan perjalanan dinas.


Stunting merupakan suatu kondisi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam kurun waktu lama yang mengakibatkan pertumbuhan anak terganggu. Anak yang mengalami stunting dari segi fisik nampak kerdil atau terhambatnya tinggi badan, kekebalan tubuh, fungsi otak, dan perkembangan organ terganggu. Selain itu, akibat stunting juga bisa berujung mengancam produktivitas dan fungsi hidup anak-anak di masa mendatang.


Sehingga wajar, stunting menyebabkan banyak pihak mengkhawatirkan generasi-generasi bangsa. Beraneka ragam pemerintah mengeluarkan regulasi untuk mengatasi stunting. Salah satunya program sosialisasi pencegahan dan penanganan stunting dengan berbagai bantuan sembako atau uang tunai yang bertujuan memperbaiki gizi keluarga.


Ditambah dengan berbagai masukan tahun 2024 pemerintah menargetkan prevalensi stunting mencapai angka 14 persen. Kendati demikian, ditetapkan kebijakan melalui Kemenkes dengan 11 program.


Sasarannya adalah remaja putri kelas 7-10, ibu hamil dan bayi yang lahir. Tujuan intervensi tersebut untuk pemenuhan dan peningkatan gizi, khususnya tambah darah bagi remaja putri dan ibu hamil serta untuk kecukupan gizi terutama protein bagi ibu hamil dan balita. (Badan Kebijakan Kemenkes, 3/2/2023)


Akan tetapi, realitasnya belum cukup memberi solusi yang berdampak besar bagi penyelesaian stunting. Hal ini, karena permasalahan utama terjadinya stunting disebabkan faktor kemiskinan.

 

Kasus stunting yang tinggi memiliki keterkaitan dengan kemiskinan yang makin akut. Ditambah lagi harga pangan setiap saat mengalami kenaikan harga memberikan dampak sulitnya memperoleh bahan makanan. Banyak rakyat dengan penghasilan rendah untuk memenuhi kebutuhannya harus berjuang mati-matian. Bagi mereka hidangan bergizi menjadi sajian mewah.


Didukung data BPS tahun 2019, mencatat sebagian besar anak stunting berasal dari keluarga miskin atau berada di bawah garis kemiskinan. Adapun di Indonesia cukup tinggi yakni berkisar 9,57 persen atau sebanyak 26,36 juta orang pada September 2022 di bawah garis kemiskinan (Kemenkeu, 17/1/2023)


Sebagai negara kaya dengan SDA sejatinya Indonesia mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya secara menyeluruh. Akan tetapi, sangat disayangkan kekayaan itu tidak bisa dinikmati oleh seluruh rakyat akibat keliru dalam tata kelola SDA yang dimiliki. SDA telah diserahkan pada swasta untuk mengelolanya.


Sementara itu, negara hanya menjadi regulator yang dengan kebijakan yang dibuat hanya berpihak pada pengusaha. Kendati demikian, menjadi wajar jika kekayaan negeri ini hanya dinikmati segelintir orang.


Ironisnya, bantuan yang harus diterima masyarakat kurang mampu sebagai penanganan stunting, justru banyak pemimpin menyalahgunakan dan tidak sedikit menjadi lahan korupsi. Sehingga berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat ke bawah.


Inilah fakta kelam dalam kehidupan hari ini dalam sistem kapitalisme yang diterapkan negeri ini. Kapitalis dengan berorientasi pada materi membentuk pola pikir manusia menjadikan manfaat sebagai asas dalam melakukan perbuatan.


Sehingga dalam melakukan program kerja atau menyelesaikan amanah bukan terfokus pada suksesnya tujuan program kerja. Faktanya terfokus pada manfaat yang didapatkan ketika melakukan pekerjaan. Adapun kebutuhan rakyat tergadaikan. Mirisnya, rakyat justru dianggap beban yang tidak dipedulikan. 


Semestinya negara bertanggung jawab dalam memenuhi segala kebutuhan rakyatnya karena merupakan amanah yang harus dijaga setiap kebutuhannya. Akan tetapi sistem kapitalisme hari ini tidak mampu untuk mewujudkannya.


Pasalnya, sampai kapan pun jika sistem kapitalisme yang diterapkan hanya akan menciptakan kesenjangan antara pemilik modal dan rakyat menengah atas ke bawah. Kemiskinan pun akan terus meningkat. Dengan kata lain, jika kemiskinan makin meningkat maka stunting tidak akan pernah tersolusikan.


Berbeda dengan Islam. Islam menetapkan berbagai pengelolaan SDA untuk kepentingan rakyat. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengurusi rakyatnya dengan amanah tanpa memperhitungkan untung rugi secara materi.


Negara wajib mengelola SDA yang ada, tidak diserahkan pada swasta ataupun asing. Kepemimpinannya pun atas dasar syariat Islam yang dilakukan atas dasar keimanan pada Allah Swt. untuk menggapai ridaNya.


Selain itu, stunting juga erat kaitannya dengan kesejahteraan. Karena itu, negara wajib menjamin kesejahteraan rakyatnya, dengan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menggunakan standar Islam secara menyeluruh. Dalam sistem Islam negara bertanggung jawab menjamin kebutuhan pokok dan kebutuhan tambahan individu dan rakyat baik sandang, pangan, papan, sekunder maupun primer.


Negara akan mampu memberantas stunting dengan tuntas. Bahkan, mencegah terjadinya pada keluarga yang berisiko stunting. Dengan demikian, mampu mewujudkan generasi yang berkualitas bebas dari stunting yang siap mewujudkan peradaban mulia dengan mewujudkan syariat secara menyeluruh dalam seluruh aktivitas baik individu maupun bernegara.


Karena itu, jelas bagi kita bahwa dalam sistem kapitalisme zero kasus stunting di Indonesia sebatas ilusi yang berupa harapan. Wallahualam bissawab. [SJ]