Alt Title

Anakku Sayang, Anakku Malang

Anakku Sayang, Anakku Malang


Makin banyaknya kasus bunuh diri anak dan remaja menunjukkan ada kesalahan dalam tata kehidupan baik keluarga, masyarakat dan negara

Pondasi keimanan bisa menjadi salah satunya, dan nyatanya gempuran hidup permisif, serba boleh, makin dahsyat menyerang anak-anak dan remaja kita

______________________________


Susi Rahma, S.Pd. 

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pengamat Masalah Sosial


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kasus bunuh diri anak terjadi lagi. Dilansir dari Rublik Depok, salah satu siswa SD di Pekalongan, Jawa Tengah, berinisial AKA 10 tahun, kini menjadi sorotan publik dan pemerintah setempat. Pada Rabu (22/11) lalu, AKA diketahui mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di kamar.


Kecewa karena ditegur main HP, korban yang sekolah kelas 5 SD sedang bermain handphone, dan ketika orang tua korban meminta handphone tersebut, korban masuk kamar dan menguncinya dari dalam. Sore harinya korban dibangunkan untuk pergi mengaji, akan tetapi tidak dijawab oleh korban. Lalu ibu korban mengintip dari celah pintu, sementara korban sudah menggantung di jendela kamar dengan menggunakan selendang.


Fenomena ini tentu membuat kita para ibu mengelus dada, ingat anak-anak kita sendiri. Lebih jauh kita harus mengetahui mengapa hal ini bisa terjadi. Terlebih bunuh diri juga sekarang dilakukan oleh anak-anak dan remaja.


Bunuh diri disinyalir adalah puncak persoalan kesehatan mental di tengah masyarakat, khususnya remaja dan dewasa muda. Sedih, bingung, kecewa, marah, atau perasaan kehilangan bisa memicu depresi dan keinginan bunuh diri. Namun, persoalan fatal ini terlihat masih luput dari perhatian serius masyarakat.


Bunuh diri adalah fenomena gunung es. Banyak kasus tidak terungkap dan tidak terdata akibat buruknya pengelolaan data dan penanganan bunuh diri serta stigmatisasi. Penyederhanaan kasus yang hanya dikatakan masalah “kurang iman” berdampak terhadap penyelesaian yang bersifat parsial.


Beragam penyebab bunuh diri remaja, mulai dari kesedihan atau tidak diperhatikan orang tua, bullying, hingga soal diputuskan pacar. Penyebabnya jika dilihat lebih rumit dan kompleks. Di balik berbagai kesedihan yang dialami mereka, terkadang ada rasa sakit hati, kehilangan, diabaikan, hingga rasa malu yang mendalam. 


Makin banyaknya kasus bunuh diri anak dan remaja menunjukkan ada kesalahan dalam tata kehidupan baik keluarga, masyarakat dan negara. Pondasi keimanan bisa menjadi salah satunya, dan nyatanya gempuran hidup permisif, serba boleh, makin dahsyat menyerang anak-anak dan remaja kita.


Penerapan kapitalisme dengan sekularisme sebagai asasnya membuat manusia tidak menjadikan agama sebagai panutan. Orang tua membiarkan anak menikmati berbagai konten negatif.


Konten kreator juga asal saja menciptakan konten, asalkan menarik, banyak penonton dan menghasilkan cuan yang banyak. Salah satunya tadi, mengapa anak usia 10 tahun bisa terinspirasi bunuh diri hanya karena HPnya disita sama ibunya. Ini bisa jadi diakibatkan konten-konten prank atau konten-konten tidak bermanfaat lainnya.


Sementara itu, jika kita perhatikan, Islam sendiri memperhatikan tumbuh kembang anak dan menjaga kekuatan mental anak, melalui pendidikan yang berkualitas. Ibu Ratu Erma seorang da'iyah nasional menjelaskan, menjadi hal yang prinsip juga untuk dibenahi adalah pendidikan saat ini yang tidak bisa diselesaikan negara yang tidak bervisi Islam.


"Pendidikan yang benar adalah yang sesuai dengan fitrah insani yang memberikan ruang hidup untuk tumbuh kembang dengan baik dari segala aspeknya, baik fisik, kejiwaan, dan juga pemenuhan kebutuhan hidup di sepanjang kehidupan mereka. Itu menjadi hal prinsip yang harus kita benahi dan itu tidak bisa kita serahkan kepada negara yang tidak mempunyai visi dan prinsip yang tidak sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri, yaitu dengan Islam", terangnya.


Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna akan menjaga generasi agar tidak terpengaruh perilaku negatif akibat sekularisme. Sistem pemerintahan Islam (Khilafah) akan mengeluarkan kebijakan sejalan dengan syariat Islam.


Khalifah akan membuat UU mengenai penyiaran media. Standar aturannya jelas memakai aturan Islam. Contoh kecilnya, tidak boleh menampakkan aurat, tidak boleh mengandung unsur zina dan kekerasan, ataupun hal lain yang dilarang syarak.


Dalam menjaga keluarga, Khilafah akan menjalankan fungsinya dalam menciptakan keluarga yang Islami. Ibu sebagai pendidik anak-anaknya, ayah sebagai kepala rumah tangga yang salah satu perannya adalah mencari nafkah. Sehingga dengan keadaan seperti itu peran ayah dan ibu menjadi ideal sesuai dengan hak dan kewajibannya.


Selain itu, Khilafah juga akan mendorong ketakwaan masyarakat. Masyarakat Islami tidak akan membiarkan generasi mudanya terperosok ke dalam jurang kehancuran. Mereka tidak akan membiarkan generasi penerus untuk mengikuti perilaku yang salah. Wallahualam bissawab. [SJ]