Ironis, Kelaparan di Papua, di Tengah SDA Melimpah
OpiniDengan kebijakan politik ekonomi Islam, kekayaan alam yang dimiliki Papua diletakkan sebagai harta milik umum
Dalam sistem Islam, pengelolaan harta milik umum harus dikelola oleh negara agar rakyat dapat memanfaatkan hasilnya. Tidak boleh ada swastanisasi, privatisasi dan kapitalisasi dalam harta milik umum
___________________________
Penulis Rifka Nurbaeti, S.Pd.
Kontributor Media Kuntum Cahaya
KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Kabar duka saat ini tengah menyelimuti wilayah Papua Tengah di kabupaten Puncak, memakan korban jiwa enam warga dan berdampak sedikitnya 7.500 orang. Sebagaimana yang disampaikan oleh Bupati Puncak Willem Wandik di Mimika, Papua Tengah, Kamis (27/7/2023), mengatakan bahwa kekeringan yang terjadi di wilayah Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi mengakibatkan korban jiwa. ”Musibah itu dipicu cuaca ekstrem. Suhu udara yang sangat dingin serta tidak adanya hujan sejak bulan Mei. Akibatnya warga mengalami gagal panen ubi dan keladi,” kata Willem. (Kompas[dot]com)
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengklaim bahwa sejak Maret 2023 pihaknya sudah berupaya mengingatkan Pemda setempat di daerah yang terdampak akan adanya musim kemarau. Maksudnya, agar Pemda bisa mengantisipasi dampak terjadinya kekeringan. Di samping itu, kepala stasiun klimatologi Jayapura Sulaiman, menjelaskan terkait kondisi musim kemarau dan kekeringan seperti ini diperkirakan akan terjadi sampai bulan September 2023 sebagai dampak rendahnya intensitas hujan.
Sungguh menyedihkan, bencana kelaparan Papua terjadi di atas tanah yang kaya SDA. Meski perubahan cuaca dan musim boleh disebut sebagai katalisator terjadinya kelaparan. Akan tetapi krisis di Papua sejatinya sudah terjadi sejak lama. Asal tahu saja, jika hendak mengungkap kekayaan SDA yang ada di Papua, secuil diantaranya meliputi emas, minyak, gas bumi, tembaga, serta perak.
Data dari kementerian ESDM mencatat (2020), Papua mempunyai tambang emas terbesar di Indonesia dengan luas mencapai 229.893,75 ha atau senilai 52% dari total cadangan bijih emas Indonesia. Papua juga kaya akan tembaga. Berdasarkan data freeport (2021), tambang grasberg memproduksi 1,34 miliar pon tembaga. Kemudian perak, dari data Kementerian ESDM (2020), Papua mempunyai 1.76 juta ton biji perak dan 1.875 juta ton biji untuk cadangan perak. Tetapi semua SDA itu tidak berdampak apa-apa bagi kesejahteraan masyarakat Papua seluruhnya. Yang terjadi SDA papua menjadi sasaran para oligarki.
Terlalu naif jika cuaca dijadikan kambing hitam atas terjadinya kelaparan di Papua. Berbagai faktor yang dapat menjadikan Papua terlepas dari krisis salah satunya bersumber dari keserakahan kaum kapitalis di pulau kaya SDA itu. Kapitalisme sering kali menjadikan faktor kelangkaan barang sebagai dalih ketika terjadi krisis kesejahteraan. Nyatanya yang terjadi adalah distribusi ekonomi/kekayaan yang buruk.
Faktor utama adalah abainya penguasa selama ini untuk berupaya keras mencukupi kebutuhan rakyatnya. Termasuk antisipasi terhadap perubahan cuaca maupun potensi bencana alam lainnya. Terlebih lagi persoalan Papua juga begitu kompleks sehingga tidak cukup penanggulangan kelaparan hanya penyaluran bantuan makanan.
Sungguh berbeda dengan cara pandang sistem Islam. Kelaparan adalah alarm bagi khalifah sebagai pemimpin. Tugas khalifah dalam Islam adalah sebagai pengurus rakyat. Khalifah harus memastikan setiap rakyatnya terpenuhi kebutuhan asasiah nya. Ketika Muncul gejala kelangkaan barang seharusnya Khalifah mengoreksi keberlangsungan distribusi ekonominya agar kelangkaan itu jangan sampai terjadi.
Khilafah harus menjaga keberlangsungan dan keseimbangan distribusi ekonomi serta menjamin supaya semua individu rakyat bisa makan dengan porsi cukup tanpa ancaman kelaparan. Allah Taala berfirman: “… supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu .…” (QS. Al-Hasyr [59]: 7)
Bahwasannya akan dapat terwujud Kesejahteraan di Papua seandainya pengaturan urusan rakyat dikembalikan pada sistem Islam. Dengan kebijakan politik ekonomi Islam, kekayaan alam yang dimiliki Papua diletakkan sebagai harta milik umum. Dalam sistem Islam, pengelolaan harta milik umum harus dikelola oleh negara agar rakyat dapat memanfaatkan hasilnya. Tidak boleh ada swastanisasi, privatisasi dan kapitalisasi dalam harta milik umum. Sabda Nabi saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu ; padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Dengan melimpahnya kekayaan tersebut, bukan hanya Papua yang sejahtera. Bahkan, dapat bermanfaat menghidupi rakyat seluruh Indonesia. Ini baru sumber daya alamnya di Papua, belum lagi wilayah lainnya. Papua dan penduduk Indonesia bisa sejahtera serta makmur asalkan pengaturan sistem kehidupan dan kepemimpinan saat ini berganti menjadi sistem Islam kafah dengan kepemimpinan yang amanah. Wallahualam bissawab. [Dara]