Alt Title

Ada Apa dengan Kelangkaan Elpiji Melon 3 Kg dan Munculnya Elpiji 3 Kg Pink?

Ada Apa dengan Kelangkaan Elpiji Melon 3 Kg dan Munculnya Elpiji 3 Kg Pink?

Ideologi kapitalisme memandang bahwa subsidi membebani negara. Wajar, jika negara lepas tangan terhadap pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Rakyat diharuskan mandiri tanpa ada subsidi karena membuat rakyat tidak produktif dan manja

Subsidi akan membebani APBN sehingga memberatkan negara. Pendistribusian LPG bersubsidi yang tidak merata membuatnya makin langka

_________________________


Penulis Siti Mukaromah

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Aktivis Dakwah 


KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Ironis, apa sebenarnya yang menjadi penyebab kelangkaan LPG 3 kg di berbagai daerah, yang membuat masyarakat resah? Padahal negeri ini kaya dengan sumber daya alamnya.


Dikutip dari www[dot]dpr[dot]go[dot]id[dot]com pemerintah super tega luncurkan LPG 3 kg non subsidi di tengah kelangkaan gas melon, (27/7/2023). Anggota Komisi Vll DPR RI Mulyanto menilai langkah pemerintah meluncurkan produk LPG 3 kg nonsubsidi bermerek Bright dengan harga yang lebih mahal di tengah masyarakat yang kesulitan mendapatkan gas LPG 3 kg bersubsidi, sebagai sebuah tindakan yang ia sebut "super tega" pada masyarakat.


Mulyanto mengungkapkan kebijakan pengadaan pendistribusian LPG 3 kg bersubsidi semakin terbatas dan sulit, yang ujung-ujungnya masyarakat dipaksa membeli LPG 3 kg non subsidi. Hadirnya LPG 3 kg non subsidi meningkatkan tindak penyalahgunaan LPG 3 kg bersubsidi oleh pihak tertentu. Mengingat selisih harga jualnya sangat besar. Di mana saat ini Pertamina menjual LPG 3 kg merek Bright seharga Rp56.000 terbatas di Jakarta dan Surabaya. Sementara elpiji melon 3 kg bersubsidi sebesar Rp20.000. Menurut Politisi Fraksi PKS ini, dari ukuran gas yang berbeda saja kerap terjadi pengoplosan gas elpiji. Apalagi kalau ukuran barangnya serupa, hanya merubah warna tabung dari warna tabung hijau melon ke warna pink, maka akan berubah dari barang bersubsidi menjadi barang non subsidi, tentu ini semakin rawan.


Di tengah harga gas LPG dunia yang terus merosot, hampir setengahnya sejak puncaknya di awal tahun 2022, harga LPG di Indonesia tetap bertahan. Kelangkaan gas LPG 3 kg bersubsidi di lapangan membuat harganya semakin mahal. Sebagaimana terjadi di daerah seperti Balikpapan, Makasar, Sumbar, Bali, Banyuwangi, dan lainnya.


Kelangkaan elpiji melon sebagai bahan bakar gas paling populer menimbulkan kisruh. Usut punya usut, kelangkaan elpiji 3 kg melon berujung munculnya gas elpiji kemasan 3 kg bermerek Bright Gas dengan tabung warna pink. Ternyata elpiji pink ini sudah dipasarkan sejak tahun 2018 oleh Pertama Putra Niaga. Harga elpiji pink jauh lebih mahal yaitu Rp56 ribu, sedangkan harga elpiji melon 3 kg biasa dijual 20 ribu. Sesuai harga pasar dunia elpiji pink dijual tanpa ada subsidi. Meski berbeda harga, isi elpiji pink dan melon sama saja. Yang membedakan Bright Gas di klaim lebih aman karena menggunakan teknologi Double Spindle Valve System (DSVS)


Tentunya, publik masih mengingat sebelum pemerintah melakukan konversi dari minyak tanah ke elpiji dengan alasan mengurangi ketergantungan dan penyalahgunaan minyak tanah bersubsidi. Setelah kini masyarakat menggunakan elpiji, muncul keberatan pemerintah ternyata mengeluhkan jebolnya kuota elpiji 3 kg bersubsidi. Penyerapan elpiji 3 kg bersubsidi diprediksi hingga akhir tahun 2023 lebih 2,7% dari kuota yang ditetapkan dalam APBN. Dengan demikian menunjukkan masalah sebenarnya adalah pemerintah merasa keberatan, subsidi bagi rakyat karena dianggap membebani APBN.


Ideologi kapitalisme memandang bahwa subsidi membebani negara. Di dalam sistem ini, mekanisme pasar begitu diagungkan. Setiap orang bebas bersaing, dibiarkan untuk memperoleh sumber ekonomi sebanyak-banyaknya tanpa ada campur tangan negara. Wajar, jika negara lepas tangan terhadap pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, rakyat diharuskan mandiri tidak boleh ada subsidi karena membuat rakyat tidak produktif dan manja. Karena subsidi akan membebani APBN sehingga memberatkan negara. Pendistribusian yang tidak merata membuat LPG makin langka.


Kelangkaan LPG 3 kg tentu mendorong kenaikan harga. Alhasil, masyarakat pun merogoh kantung lebih dalam untuk membeli LPG. Rakyat pun semakin menderita. Anehnya, pemerintah justru mengeluarkan Bright 3 kg non-subsidi. Kebijakan dengan harga non subsidi otomatis harga akan melonjak tinggi, tepatkah kebijakan pemerintah ini?


Seharusnya, negara ini belajar dari kegagalan kapitalisme yang makin jelas merusak. Perekonomian Indonesia makin liberal, berbagai subsidi justru dikurangi. Akibatnya, beban kehidupan rakyat makin berat dan negara tidak peduli. Padahal APBN bukanlah subsidi, tetapi utang pembayaran berikut bunganya. Proyek yang membanggakan dengan dana utang APBN lalu harus membayar pokok dan bunganya. Sangat di luar nalar, dan aneh justru subsidi yang disalahkan.


Berbeda sistem kapitalisme dengan ekonomi dalam sistem Islam. Di mana pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya termasuk energi menjadi tanggungjawab negara. Islam menjamin ketersediaan energi di tengah masyarakat. Negara menyediakan baik itu transportasi, penerangan, memasak dan sebagainya. Negara menjamin ketersediaan bahan bakar dengan harga murah, bahkan gratis dengan menggunakan sumber daya alam yang dimiliki. Ketersediaan tersebut bisa berupa BBM, listrik, elpiji, LNG maupun energi alternatif seperti panas bumi, nuklir dan lain-lainnya.


Beragamnya kekayaan alam dan sumber energi yang dimiliki oleh negara-negara muslim bisa digunakan. Jika minyak bumi jumlahnya makin menipis, negara tidak harus tergantung pada minyak bumi dan bisa menyalurkan keperluan masak melalui LNG yang jumlahnya melimpah melalui pipa-pipa ke rumah warga di Indonesia.


Dalam sistem negara yang menerapkan syariat Islam secara kafah, jaringan penyediaan LNG  maupun infrastruktur pendukungnya merupakan tanggung jawab negara. Negara boleh saja menjualnya ke rakyat sebatas biaya operasional, tidak boleh mengambil untung darinya. Sayangnya, di dalam sistem kapitalisme selama ini LNG dijual kepada asing dengan harga murah. Sedangkan di sisi lain, rakyat harus kesulitan untuk memperoleh bahan bakar untuk keperluan memasak.


Ketika negara dikelola menggunakan aturan yang salah, inilah yang terjadi. Padahal untuk mengelola negara, Allah sudah memerintahkan sesuai dengan syariat Islam.


Di dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 49 Allah Swt. memerintahkan agar hendaklah manusia memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah.


Pengelolaan sumber daya alam dan hasil dari pengolahannya di dalam negara yang menerapkan syariat Islam kafah akan dimasukkan ke kas baitulmal dan uang yang terkumpul akan digunakan untuk mengurusi kebutuhan pokok agar terpenuhi secara meluas. Dalam sebuah hadis diriwayatkan Abu Dawud dan Imam Ahmad bahwasanya kaum muslim berserikat dalam 3 perkara yaitu padang rumput, air, dan api.


Maknanya, para ulama sepakat bahwa 3 perkara ini merupakan harta kepemilikan umum, tidak boleh dikuasai oleh individu, kelompok, apalagi diserahkan kepada asing. Adapun wujud pengayoman negara kepada warganya, hasilnya dikembalikan kepada rakyat.


Setiap pemimpin dalam negara ini menyadari bahwa kepemimpinannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah Swt.. Untuk itu, setiap pemimpin dalam Islam bersikap sangat hati-hati dalam menjalankan amanahnya. Setiap keputusan yang diambil wajib dilandasi akidah Islam.


Sungguh aturan kehidupan yang bersumber dari Allah Swt. adalah aturan kehidupan untuk kehidupan manusia di seluruh dunia. Hanya dengan penerapan syariat Islam secara kafah, dengan sistem pemerintahan Islam segala problematika kehidupan akan tuntas terselesaikan.

Wallahualam bissawab.