Alt Title

Ketimpangan Pencari Kerja dan Lapangan Kerja, Kapankah Bisa Dihilangkan?

Ketimpangan Pencari Kerja dan Lapangan Kerja, Kapankah Bisa Dihilangkan?

Bekerja adalah kunci utama bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan baik sandang, pangan, maupun papan. Namun, dalam sistem saat ini yakni kapitalisme, biaya layanan kesehatan dan pendidikan harus ditanggung sendiri oleh masyarakat. Maka perolehan dari bekerja, dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut

Jika pencari nafkah (ayah) dalam sebuah keluarga terpaksa tidak memiliki pekerjaan, maka istri dan anak-anaknya tidak akan dapat memenuhi segala kebutuhan mereka. Bisa jadi selain kelaparan, mereka akan rentan dalam kebodohan dan gangguan kesehatan

_______________________


Penulis Narti Hs.

Kontributor Media Kuntum Cahaya dan Pegiat Dakwah




KUNTUMCAHAYA.com, OPINI - Pengangguran adalah salah satu persoalan besar yang dihadapi oleh negeri ini. Hal ini terjadi ketika jumlah pencari kerja yang ada, lebih banyak dibandingkan dengan lowongan kerja yang tersedia. Sehingga, mengakibatkan sebagian para pencari kerja tidak bisa diserap oleh pasar kerja.


Laporan data dari BPS menunjukkan terdapat 937.176 orang pencari kerja pada tahun 2022. Adapun total lowongan kerja yang tersedia tidak menyentuh seperempat dari total pencari kerja. Pada Februari 2023 tercatat Indonesia mempunyai 7,99 juta pengangguran. Angka ini 5,45% dari total angkatan kerja per tahun sebesar 146,62 juta tenaga kerja. (Republika[dot]co[dot]id, 5 Mei 2023)


Ketimpangan ini jelas turut mengundang angka pengangguran yang cukup besar di negeri ini. Tingginya pengangguran tentu berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat. Bahkan, sangat memungkinkan akan berdampak pada tingginya angka kemiskinan. Maka, kondisi ini menunjukkan negara telah gagal dalam mewujudkan kesejahteraan warga negaranya.


Bahkan, pengangguran di negeri ini semakin menjadi-jadi dengan diberlakukannya kebijakan yang mempermudah tenaga kerja asing masuk dan bersaing. Hal ini sebagai implementasi dari ekonomi neoliberal yang diterapkan. 


Sebagaimana dipahami, bekerja adalah kunci utama bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan baik sandang, pangan, maupun papan. Namun, dalam sistem saat ini yakni kapitalisme, biaya layanan kesehatan dan pendidikan harus ditanggung sendiri oleh masyarakat. Maka perolehan dari bekerja, dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut.


Jika pencari nafkah (ayah) dalam sebuah keluarga terpaksa tidak memiliki pekerjaan, maka istri dan anak-anaknya tidak akan dapat memenuhi segala kebutuhan mereka. Bisa jadi selain kelaparan, mereka akan rentan dalam kebodohan dan gangguan kesehatan.


Belum lagi, kondisi ini terjadi justru di negeri yang dianugerahi sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Di sini semakin membuktikan bahwa penerapan aturan kapitalisme telah terbukti menjadi sumber persoalan tingginya angka pengangguran di negeri ini. Sistem kapitalis adalah aturan dari hasil pemikiran manusia yang menafikan kewajiban negara sebagai pengatur urusan rakyat. Rakyat dituntut untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa ada jaminan dari negara. Seperti halnya dengan penyediaan lapangan kerja. Negara hanya sebagai regulator yang menjadikan hampir seluruh aspek kehidupan cenderung dikuasai korporat atau pemilik modal.


Berbeda dengan penerapan sistem pemerintahan Islam. Negara mempunyai visi memenuhi dan menjamin kebutuhan pokok bagi rakyat. Aturan ekonomi Islam tegak di atas prinsip kepemilikan yang khas, yang membagi atas kepemilikan umum, kepemilikan negara, dan kepemilikan individu.


SDA yang melimpah dan tidak terbatas jumlahnya, ditetapkan sebagai kepemilikan umum/rakyat. Maka diharamkan untuk dikuasai individu, termasuk oleh negara. Syariat telah memerintahkan negara agar mengelola dan dipergunakan sebagai modal guna menyejahterakan masyarakat.


Pemimpin dalam Islam akan menyadari betul terhadap sabda Rasulullah saw., yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari bahwa: "Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus) rakyat, dan kelak akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya."


Dari sini, tampak bahwa negara dalam sistem Islam akan memperhatikan urusan masyarakat seluruhnya. Negara mempunyai sumber keuangan yang besar sebagai wasilah untuk melaksanakannya. Ditambah lagi, Allah telah menganugerahkan seluruh wilayah negeri Muslim dengan kekayaan alam yang melimpah ruah. 


Negara dalam Islam akan meningkatkan seperangkat perilaku positif dan motivasi kerja serta produktivitas masyarakatnya yang mampu bekerja. Menjamin setiap orang yang wajib memberikan nafkah, baik ayah atau para wali akan mendapatkan perkerjaan yang layak dan memungkinkan bagi mereka memperoleh harta untuk menafkahi keluarga dan tanggungannya. Maka hal ini perlu adanya pemberian pendidikan, keterampilan kerja sesuai minat dan kemampuannya.


Di samping itu, lapangan kerja disediakan seluas-luasnya oleh negara. Pengelolaan SDA secara mandiri oleh negara, otomatis akan membuka kesempatan kerja di berbagai lini, mulai dari tenaga ahli hingga tenaga terampil. Ini jelas akan menghilangkan pengangguran.


Demikianlah, solusi Islam dalam mencegah dan mengatasi pengangguran. Tidak akan ada kesenjangan antara pencari kerja dengan lapangan kerja nan menganga. Semoga umat semakin sadar pentingnya kembali pada sistem Islam yang akan terwujud melalui tegaknya Islam kafah. Wallahualam bissawab. []