Alt Title

Refleksi Hari Kesehatan Nasional

Refleksi Hari Kesehatan Nasional

Tidak dapat dinafikan, bahwa pelayanan yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya tidak bisa dilepaskan dari sistem yang diterapkan. Oleh karena itu layanan kesehatan ala kapitalisme begitu mengakar kuat di negeri ini

Terlepasnya peran negara dan perhitungan untung rugi menjadi karakter kuat dalam sistem kapitalis

______________________________________


Penulis Elfia Prihastuti, S.Pd.

Kontributor Tetap Media Kuntum Cahaya dan Praktisi Pendidikan 



KUNTUMCAHAYA.com, ANALISIS - Kesehatan merupakan kebutuhan asasi masyarakat. Namun kesehatan di negeri ini ibarat satu periode musim yang menimbulkan permasalahan tak berkesudahan. Masih banyak PR yang perlu diselesaikan.


Tanggal 12 November merupakan tanggal yang diabadikan sebagai Hari Kesehatan Nasional (HKN) di negeri ini. Pada tahun 2023 ini mengusung tema 'Transformasi Kesehatan untuk Indonesia Maju'. Transformasi yang dimaksud adalah pemanfaatan ekosistem digital untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. (JPNN[dot]com, (12/11/2023)


Tidak dimungkiri peningkatan kualitas pelayanan kesehatan merupakan sesuatu yang harus terus dilakukan. Namun sejauh ini persoalan kesehatan masih saja menjadi permasalahan yang pelik. Misalnya kurangnya SDM kesehatan yang berkualitas, tingginya stunting karena kemiskinan, mahalnya layanan kesehatan dan jauhnya kualitas layanan dari harapan.


Problem-problem tersebut yang seharusnya menjadi fokus perhatian. Karena semua bersentuhan langsung  dengan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Namun yang dilakukan pemerintah justru berbanding terbalik.


Meneropong Layanan Kesehatan


Layanan kesehatan di negeri ini dapat dikatakan masih jauh dari layak. Keselamatan pasien (patient safety) belum membudaya di banyak rumah sakit di Indonesia. Hal ini terbukti dengan kasus-kasus penolakan pasien oleh pihak rumah sakit. Terutama bagi pasien tidak mampu.


Belum lagi  dugaan malpraktek yang dilakukan petugas pelayanan kesehatan.  Hal ini mengakibatkan pasien mengalami kerugian mulai dari materi, cacat fisik bahkan sampai meninggal dunia. Menunjukkan mutu pelayanan kesehatan yang masih rendah.


Begitu pula keluhan terhadap para tenaga kesehatan. Kepada dokter diduga keluhan datang lebih banyak. Misalnya memberikan informasi yang tidak lengkap, analisis yang kurang tepat. Bahkan laporan ada dokter yang tidak ramah.


Faktor yang menyebabkan budaya keselamatan pasien masih diabaikan adalah, pertama, minimnya kepedulian para petugas kesehatan kepada pasien. Sehingga banyak kita jumpai acap kali terjadi diskriminasi layanan terutama pada pasien yang kurang mampu secara ekonomi.


Kedua, beratnya beban kerja petugas kesehatan  terutama perawat. Perawat mempunyai tanggung jawab terkait asuhan keperawatan kepada pasien. Sementara disisi lain masih ada rumah sakit yang memiliki jumlah perawat yang terbatas, menjadikan beban kerja mereka meningkat.


Begitulah gambaran pelayanan yang ada di berbagai rumah sakit secara umum. Ternyata masih jauh dari ideal. Seharusnya masalah-masalah layanan inilah yang perlu dituntaskan. Kenyataannya pemerintah lebih mengutamakan sistem kecepatan layanan dibandingkan memperbaiki kualitas layanan.


BPJS Solusi Andalan bagi Layanan Kesehatan


Pada dasarnya Pemerintah  bertanggung jawab penuh atas pengaturan kehidupan bersama dan mengatur urusan–urusan pelayanan publik. Memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat menjadi tugas pokok yang harus dijalankan oleh pemerintah.


Sudah menjadi rahasia umum bahwa persoalan yang melingkupi dunia kesehatan adalah seputar layanan kesehatan yang buruk serta mahalnya biaya untuk mendapatkan layanan kesehatan berkualitas. Secara kasat mata persoalan-persoalan tersebut bisa diatasi dengan meningkatkan kualitas layanan secara cuma-cuma atau murah. 


Namun, sebagai bentuk upaya yang dilakukan pemerintah untuk menuntaskan masalah layanan kesehatan, justru diterapkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Ketika program ini diluncurkan di tahun 2014, hal yang disosialisasikan bahwa, jika program JKN sempurna, seluruh rakyat akan mendapat jaminan kesehatan. Dengan JKN, rakyat akan dapat mengakses pelayanan kesehatan gratis.


Ternyata itu hanyalah propaganda. Sebab fakta menunjukkan sebaliknya. Yang ada bukanlah jaminan kesehatan nasional, akan tetapi asuransi kesehatan nasional. BPJS (Badan Pelaksana Jaminan Sosial) menjadi lembaga pelaksana dari JKN. Ada BPJS ketenagakerjaan dan BPJS kesehatan. Hal ini tertuang dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS.


Secara fundamental, UU No. 24 tahun 2011, hak rakyat justru diubah menjadi kewajiban rakyat. Konsekuensinya, hak rakyat untuk mendapat jaminan kesehatan yang wajib dipenuhi oleh negara menjadi hilang. Yang seharusnya menjadi beban negara, menjadi beban rakyat.


Sungguh melelahkan hidup menjadi rakyat hari ini. Beban hidup dari hari ke hari semakin memberatkan pundak mereka. Sebab tak hanya beban kesehatan yang harus dipikul, namun beban ekonomi, pendidikan dan yang lainnya. 


Adanya BPJS ternyata juga tidak serta merta pelayanan berkualitas dapat dengan mudah didapatkan.  Diskriminasi antara pasien BPJS dan umum  masih saja ditemukan. Begitu pula dengan kualitas layanan. Tidak ketinggalan, administrasi yang berbelit juga mewarnai pelayanan kesehatan saat ini.


Kesehatan Menjadi Ajang Bisnis


Tidak dapat dinafikan, bahwa pelayanan yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya tidak bisa dilepaskan dari sistem yang diterapkan. Oleh karena itu layanan kesehatan ala kapitalisme begitu mengakar kuat di negeri ini. Terlepasnya peran negara dan perhitungan untung rugi menjadi karakter kuat dalam sistem kapitalis.


Jika terjadi upaya peningkatan kualitas layanan kesehatan, semata-mata agar dapat bersaing. Sebab layanan kesehatan juga bisa menjadi sesuatu yang bisa diinvestasikan. Melalui General Agreement On Tarif and Trade WTO sektor kesehatan adalah salah satu dari 12 sektor investasi. Dengan kata lain, bahwa sektor kesehatan merupakan sektor komersil yang bisa menjadi ajang bisnis.


Pernyataan dari Direktur Medis IHC dr. Lia Gardenia Partakusuma berkaitan dengan momentum Hari Kesehatan Nasional 2023 yang menegaskan bahwa  pemanfaatan ekosistem digital dapat meningkatkan inovasi bisnis dan daya saing di bidang kesehatan. Menurutnya, ekosistem digital sektor kesehatan mengacu pada jaringan teknologi, perangkat dan pemangku kepentingan yang saling terhubung dan bekerja sama untuk menyediakan layanan perawatan kesehatan yang komprehensif dan tanpa batas.


Hal ini menjelaskan bahwa proyeksi kesehatan akan semakin mahal dan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat. Kesehatan yang seharusnya menjadi jaminan sosial justru disediakan dengan prinsip untung dan rugi oleh sistem kapitalisme.


Layanan Kesehatan dalam Sistem Khilafah


Prinsip dan realisasi kesehatan kapitalis, sungguh jauh berbeda dengan sistem Islam.  Prinsip kesehatan dalam Islam adalah jaminan sosial. Karena layanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar rakyat yang menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya. Di antaranya, klinik dan rumah sakit sebagai fasilitas publik yang diperlukan masyarakat untuk pengobatan dan berobat.


Untuk membangun layanan kesehatan yang berkualitas, hal yang diperlukan adalah biaya yang sangat besar, para ahli dan kecanggihan teknologi. Semua pengadaannya, fasilitas dan hal-hal teknis yang diselenggarakan oleh negara. Dengan demikian pembangunan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, klinik, laboratorium dan berbagai sarana dan prasarana lainnya akan menjadi tanggung jawab negara. 


Negara juga wajib membangun institusi yang menghasilkan tenaga medis yang berkualitas. Seperti kedokteran, perawat, apoteker, bidan dan lainnya. Segala kemaslahatan umat dan fasilitas publik (al-mashâlih wa al-marâfiq) menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:


الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


Artinya: "Imam adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya." (HR. Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar)


Hadis Ini merupakan nas yang bersifat umum atas tanggung jawab negara tentang kesehatan. Karena kesehatan  termasuk dalam riayah yang diwajibkan bagi negara.


Nabi saw. sebagai kepala negara pernah mendatangkan dokter untuk mengobati Ubay.  Hal ini didasarkan pada apa diriwayatkan Imam Muslim dari Jabir.  Nabi saw. Juga pernah mendapatkan hadiah dokter dari raja Mesir yang bernama Muqauqis, lalu nabi menjadikannya itu sebagai dokter umum bagi masyarakat. 


Ada juga perbuatan nabi ketika ada 8 orang Urainah menjadi  mualaf kemudian jatuh sakit di Madinah. Kemudian Rasulullah saw. memerintahkan agar orang-orang itu dirawat di Dzi Jidr arah Quba'. Peristiwa itu didasarkan pada hadis nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Anas ra.. Al-Hakim juga meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Khaththab pernah memanggil dokter untuk mengobati Aslam. 


Itulah dalil-dalil tentang layanan kesehatan yang menjadi kebutuhan asasi bagi rakyat yang wajib disediakan oleh negara secara gratis bagi rakyat yang memerlukannya. Semua itu diberikan karena menjadi hak setiap individu rakyat sesuai kebutuhan layanan kesehatannya tanpa memperhatikan tingkatan ekonominya.


Tentu saja semua itu membutuhkan  dana besar. Untuk itu bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariat. Diantaranya dari hasil pengelolaan harta kekayaan umum termasuk hutan, berbagai macam tambang, minyak dan gas, dan sebagainya. Juga dari sumber-sumber kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i, usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Semua itu akan lebih dari cukup untuk bisa memberikan pelayanan kesehatan secara memadai dan gratis untuk seluruh rakyat. Wallahualam bissawab.  [GSM]